Selalu ada yang ajaib dalam dunia anak-anak, untuk tidak menyebutnya sebagai sesuatu yang aneh. Beberapa contoh bisa Anda simak dalam tulisan Agus Mulyadi berjudul “Konsensus Permainan Anak Kecil yang Susah Dipahami oleh Orang Dewasa”. Nggak terkecuali salah satunya adalah sepakbola sebagai permainan yang digandrungi oleh sebagian besar masyarakat dari belahan dunia mana pun.
Sepakbola anak-anak jelas berbeda dengan sepakbola orang dewasa. Karena dalam sepakbola anak-anak ada beberapa aturan ajaib yang menyomot entah dari aturan liga mana. Aturan yang sekali pun kadang menimbulkan perkelahian kecil bahkan tawuran, tapi tetep saja diimani sebagai hukum mutlak sebuah pertandingan. Apa aja sih? Ini dia.
Gol dianulir kalau tangan kipernya nggak nyampe
Tentu Anda semua sudah tahu kalau untuk sekadar lari-lari rebutan bola, anak-anak mah nggak butuh lapangan gede beneran. Apapun asalkan lapang, ya di sanalah pertandingan akan digelar. Entah itu petak sawah kosong, pekarangan rumah, bahkan jalanan pun bisa jadi pilihan. Nggak ruwet kok anak-anak itu. Nah, di sini nih akar lahirnya aturan ajaib yang pertama.
Karena bukan di lapangan bola, jadi minus tiang gawang. Untuk mengakalinya biasanya cukup pakai sandal, batu, atau benda-benda lain sebagai penanda sekaligus pembatas lebar gawang. Yang jadi masalah adalah nggak ada batas tinggi. Oleh karena itu ditetapkan aturan, pokoknya kalau tangan kiper nggak nyampe untuk bola-bola atas, berarti nggak dihitung sebagai gol. Bagi anak-anak yang visioner, biasanya mesti memasang kiper yang nggak tinggi-tinggi amat biar gol-gol dari bola lambung bisa terus dianulir.
Jumlah pemain antar kesebelasan nggak harus imbang
Kalau pakai aturan pakem sepakbola, jumlah pemain antar kesebelasan harusnya kan 11 lawan 11. Kalau nggak sama persis paling nggak ya berimbang lah antar satu tim dengan lawan mainnya. Misalnya tim A jumlah pemainnya 6, tim B herus berjumlah 6 juga. Namun, aturan tersebut muhal berlaku dalam sepakbola anak-anak.
Dalam sepakbola anak-anak, kuantitas yang presisi bukanlah sesuatu yang penting. Yang penting adalah pertandingan segara bisa berlangsung. Maka, sering terjadi pertarungan yang secara kuantitas nggak imbang. Misalnya ada tim dengan jumlah pemain 7 orang melawan tim dengan jumlah pemain 9 orang.
Nggak disebut pelanggaran kalau bilang “nggak sengaja” dan harus mengaku kalau handsball
Karena nggak ada wasit, maka untuk mengukur apakah suatu tindakan bisa sah disebut pelanggaran atau handsball hanya dengan parameter pengakuan verbal dari si pemain. Misalnya nih, pemain A melakukan tekel keras kepada pemain B. Nah, perbuatan pemain A bisa nggak disebut sebagai pelanggaran kalau dia lantang berteriak, “Nggak sengaja woi!!!” Kalau sudah bilang begitu, pokoknya aman deh. Hanya akan disebut sebagai pelanggaran kalau si pemain B mengalami cidera atau menangis, Bisa juga disebut pelanggaran kalau si pemain A mengakui dia salah dan berujar, “pelanggaran, Lur, pelanggaran.”. Duh, saya kok malah jadi keinget kasusnya Pak Novel Baswedan, heueuheu.
Namun sayangnya mode ‘nggak sengaja’ nggak berlaku kalau itu urusannya untuk menentukan hands ball. Jika bola kena tangan, sengaja atau tidak, ya tetep saja namanya hands ball. Malah nih, kalau misalnya ada pemain yang hands ball di saat pemain-pemain lain nggak begitu awas terhadapnya, maka dia wajib lapor, “Woii, aku hands ball!!”. Dan ajaibnya, kok ya ada yang manut gitu, loh, padahal bohong dikit kan bisa. Tapi nggak apa-apa sih buat ngelatih kejujuran. Keren.
Boleh tuker posisi antara pemain depan dengan kiper (kiper bisa jadi striker, striker bisa jadi kiper)
Yang jamak digunakan, harusnya pergantian pemain itu kan sesuai dengan posisinya masing-masing, Kiper diganti oleh sesama kiper, striker diganti oleh striker. Kurang lebih gitu lah. Nah, beda cerita dalam sepakbola anak-anak, dimana siapapun bisa jadi apapun. Dan yang sering terjadi adalah pergantian posisi antara kiper dengan pemain depan.
Kondisi ini bisa terjadi karena dua sebab. Pertama, kalau si kiper dirasa nggak becus menjaga gawang alias sering kebobolan. Maka pemain-pemain depan yang ngerasa lebih kompoten harus turun jadi kiper, sementara si kiper terserah mau menempati posisi yang mana sesuka hatinya. Kedua, kalau pemain depan sudah kecapean berlari-lari, maka dia akan meminta ganti posisi jadi kiper yang kerjaannya nggak seberapa ngoyo.
Meski skor tertinggal Jauh, tapi bisa menang lewat gol penentu
Ngggak ada batas interval dalam sepakbola anak-anak. Pertandingan dinyatakan mulai kalau udah pada nggak sabar main, dan dinyatakan selesai karena azan magrib, sudah capek, atau kadang karena si pemilik bola memutuskan pulang lebih awal. Dengan kata lain, durasinya bebas.
Nah, dalam beberapa pertandingan, ketika banyak pemain sudah mengaku kelelahan, maka akan diterapkan aturan, “abis ini, siapapun yang mencetak gol, dialah pemenangnya.”. Jadi, walaupun ada tim yang dari awal skornya udah ketinggalan jauh bisa jadi pemenang lewat jalur ini. “terus, sia-sia dong tim yang sejak awal udah ngumpulin angka?”. Sebenernya ya sia-sia banget, sih.
Lah ngapain coba ngoyo buat nyetak banyak gol kalau ujung-ujungnya pemenangnya ditentuin dari satu gol terakhir? Tapi nyatanya anak-anak fine-fine aja sama aturan ini. Dan itu menjadi dasar kuat buat mengatakan, bahwa di antara sekian aturan tadi, aturan terakhir inilah aturan yang paling absurd lagi ajaib.
BACA JUGA Betapa Sumpeknya Orang yang Hidupnya Cuma Nyari Kesalahan dan Keburukan Orang Lain dan tulisan Aly Reza lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.