Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Nasib Buruh Banyuwangi Tak Semanis Fafifuwasweswos Netizen, Ketidakadilan Nyata Terjadi di Bumi Blambangan

Ahmad Taufik oleh Ahmad Taufik
10 Oktober 2025
A A
Banyuwangi dan Jember Terlalu Sering Disepelekan Jawa Timur (Pexels)

Banyuwangi dan Jember Terlalu Sering Disepelekan Jawa Timur (Pexels)

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari lalu, saya melihat tulisan Fareh Hariyanto di Mojok berjudul “Banyuwangi Kota yang Tak Pernah Ramah bagi Pekerja, Gajinya Rata dengan Tanah!” Tulisan itu kemudian dibagikan ulang di grup Facebook Info BWI 24 Jam, tempat segala berita Banyuwangi berbaur jadi obrolan warung kopi virtual. Seperti biasa, admin grup menulis caption pendek tapi memancing: “Opo yo ngono, lur?”, kalimat khas warga Banyuwangi ketika separuh ingin tahu, separuh pengin nyinyir.

Yang terjadi setelahnya sudah bisa ditebak. Kolom komentar langsung ramai. Ada yang menuduh tulisan itu lebay, ada yang membenarkan dengan emosi, dan ada pula yang menanggapinya dengan kalimat religius seperti, “Gaji besar pun kalau nggak bersyukur ya tetap kurang.” Di antara komentar itu, terselip sindiran getir, “Pejabatnya yang makmur, rakyatnya tambah mlurut.”

Saya membaca semuanya sambil senyum kecut. Karena apa yang ditulis Fareh bukan dongeng. Itu realitas yang, kalau kamu tinggal di Banyuwangi cukup lama, terasa di setiap obrolan, di setiap nadi orang yang hidup dari upah kecil.

Banyuwangi mengilap, tapi…

Banyuwangi hari ini memang tampak gemerlap. Jalan-jalan ke arah wisata ditata rapi, hotel-hotel baru berdiri, dan baliho “Banyuwangi Hebat” bertebaran di mana-mana. Tapi berjalanlah sedikit ke arah selatan, ke Muncar. Di sanalah kamu akan menemukan wajah Banyuwangi yang sesungguhnya: barisan buruh perempuan yang berangkat sebelum matahari terbit dan pulang ketika malam hampir habis. Di antara mereka, banyak yang bekerja sampai 21 jam sehari, berdiri di ruang beku, mengolah ikan untuk ekspor, tapi tak pernah tahu rasanya ikan yang mereka olah sendiri.

Komentar-komentar di grup Facebook itu, kalau dibaca pelan-pelan, sebetulnya menggambarkan satu hal yang sama: penyangkalan. Warga Banyuwangi seperti tak mau benar-benar percaya bahwa daerah yang mereka banggakan ternyata memperlakukan pekerjanya sekejam itu. Mereka menepis kenyataan dengan dalih syukur, dengan pembelaan “hidup di sini murah”, atau dengan logika sederhana: yang penting masih kerja.

Padahal, apa yang ditulis Fareh bukan sekadar opini. Ia menulis kenyataan yang punya bukti ilmiah, dan saya tahu karena saya pernah melihat datanya sendiri.

Sejak 2022, sebuah LSM perburuhan lokal di Banyuwangi melakukan penelitian tentang kondisi sosial-ekonomi dan ketenagakerjaan di industri pengolahan makanan laut. Saya tahu banyak tentang hasil riset tersebut karena kebetulan saya “orang dalam”. Hasil risetnya memang belum dipublikasi secara umum, baru dipublikasi secara terbatas dan dipaparkan di hadapan Kementerian Ketenagakerjaan sebagi rekomendasi kebijakan. Dan hasil riset itu, terus terang, sangat menyedihkan.

Data menunjukkan bahwa lebih dari sembilan puluh persen buruh di sektor ini digaji di bawah UMK. Rata-rata mereka hanya menerima Rp40.000–87.000 per hari, padahal jika merujuk pada UMK Banyuwangi (2024) mestinya Rp105.545 per hari. Mayoritas buruhnya juga perempuan yang bekerja tanpa cuti haid, tanpa cuti melahirkan, bahkan tanpa perlindungan jaminan sosial. Kalau sakit, mereka tak dibayar. Kalau hamil, bisa langsung diganti. Satu-satunya yang tetap dari pekerjaan mereka hanyalah rasa lelah.

Baca Juga:

4 Kemungkinan Kenapa Banyuwangi Tidak Diajak Kerja Sama oleh Tiga Kabupaten Tetangganya

Pesanggaran, Kecamatan Paling Menyedihkan di Kabupaten Banyuwangi

Tiap hari mengolah ikan, tapi nggak pernah makan ikan

Di grup Facebook tadi, ada yang menulis, “Banyuwangi itu murah, asal nggak manja. Hidup di sini gampang.” Tapi murah itu relatif, kan? Kalau gajimu sepuluh juta, nasi pecel tujuh ribu memang terasa murah. Tapi kalau penghasilanmu empat puluh ribu sehari, makan pecel dua kali saja sudah hampir separuh gaji. Apalagi ketika harga gas naik, ongkos sekolah anak bertambah, dan cicilan motor menunggu. Dalam penelitian itu, disebutkan pula bahwa seluruh responden mengonsumsi protein dan serat jauh di bawah standar gizi. Mereka makan bukan berdasarkan selera, tapi kemampuan. Seorang ibu bercerita, “Kadang ya makan nasi sama sambal bawang saja, Mas. Yang penting bisa kerja besok.”

Komentar-komentar di Facebook pun memperlihatkan kenyataan sosial yang aneh tapi nyata. Ada yang menasihati dengan kalimat pasrah “sing penting iso mangan”. Ada yang membela diri “kalau rajin, pasti rezeki lancar”. Tapi yang paling jujur, menurut saya, adalah yang menulis: Kerja di Banyuwangi itu tergantung kenal orang dalam. Tukang sapu aja kudu ijazah SMA.

Semua orang tahu, dan memilih untuk pura-pura tidak tahu.

Sementara itu, pemerintah daerah terus bicara soal investasi dan pariwisata. Banyuwangi memang berubah jadi kota festival, tapi sebagian warganya justru hidup seperti figuran di panggung yang tak pernah selesai. Pembangunan terasa seperti cat baru di dinding yang retaknya dibiarkan. Indah dari jauh, tapi keropos di dalam.

Teman saya yang bekerja di pabrik pengalengan ikan bilang, “Mas, saya ini tiap hari mengolah tuna, tapi sudah seminggu nggak makan ikan.” Ia mentertawakannya, tapi tawa itu lebih mirip cara bertahan daripada candaan.

Buruh Banyuwangi hilang harapan 

Di riset itu juga disebutkan, banyak buruh Banyuwangi mengalami kelelahan kronis dan gangguan kesehatan akibat kerja berlebihan. Tak sedikit yang kehilangan semangat hidup, sulit berpikir jernih, dan tidak tahu harus memperjuangkan apa. Dalam istilah akademik, mereka kehilangan “daya agen”. Tapi dalam bahasa mereka sendiri, cukup satu kalimat: “Embuh wess.”

Kalau dulu kerja paksa dilakukan dengan borgol dan cambuk, sekarang dilakukan dengan status hubungan kerja yang nggak jelas, upah rendah dan berbagai modus eksploitasi lainnya. Tak ada penjaga yang membawa senjata, tapi ketakutan hadir setiap hari dalam bentuk ancaman “Kalau nggak mau kerja, banyak yang ngantri di luar.”

Dan ironinya, di tengah semua ini, masih ada yang menulis komentar “gaji kecil karena malas”. Entah mereka benar-benar percaya, atau sekadar ingin terlihat paling waras di antara yang menderita. Padahal kalau mau jujur, buruh di Banyuwangi bukan malas, tapi lelah. Lelah bekerja, lelah berharap, tidak ada alternatif pekerjaan lain karena hampir semua perusahaan pengolahan makanan laut di Muncar melanggar aturan ketenagakerjaan.

Saya menulis ini bukan untuk mengeluh, tapi memang mau nyinyir aja ke warga Banyuwangi yang masih denial di tengah fakta seterang itu. Karena fafifuwasweswos soal “bersyukur”, “Banyuwangi baik-baik aja”, dan sebagainya hanya omong kosong yang semakin membuat  Banyuwangi menjadi kota yang indah hanya di brosur, tapi rapuh di kenyataan.

Silakan ke Muncar

Banyuwangi boleh punya Ijen yang memesona dan festival yang megah, tapi selama para buruhnya hidup dalam ketakutan dan kelaparan, semua itu cuma dekorasi.

Maka, kalau ada pejabat yang bangga memamerkan keberhasilan daerah ini, datanglah ke Muncar. Lihat bagaimana buruh-buruh yang mengolah ikan ekspor berjalan dengan gontai tiap keluar dari pabrik. Lihat bagaimana “Banyuwangi Hebat” itu sesungguhnya berdiri di atas punggung orang-orang yang bahkan tak tahu apakah besok mereka masih punya pekerjaan.

Mungkin Banyuwangi tidak butuh lebih banyak festival. Mungkin yang dibutuhkan hanyalah keberpihakan—sedikit saja—agar orang-orang yang membuat kota ini hidup juga bisa merasakan hidup yang layak.

Penulis: Ahmad Taufik
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Salah Paham terhadap Banyuwangi, Selalu Dicap Daerah Angker dan Kota Santet padahal Nyaman Banget Ditinggali

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 10 Oktober 2025 oleh

Tags: Banyuwangigaji di banyuwangiindustri perikanan banyuwangiketimpangan sosial di banyuwanginasib buruh banyuwangiUMK banyuwangi
Ahmad Taufik

Ahmad Taufik

Penyembah mie ayam.

ArtikelTerkait

PO Minto, Bus Legendaris Asli Banyuwangi Penakluk Pantura Situbondo

PO Minto, Bus Legendaris Asli Banyuwangi Penakluk Pantura Situbondo

22 Juni 2023
KA Tawang Alun, Penghubung Malang dan Banyuwangi (Unsplash)

KA Tawang Alun, Penghubung Malang dan Banyuwangi yang Sayangnya Cuma 1 Armada

19 Maret 2023
Ironi Liburan di Teluk Hijau Banyuwangi, Disuguhi Pemandangan bak Raja Ampat dan Kehancuran Lingkungan Akibat Tambang

Ironi Liburan di Teluk Hijau Banyuwangi, Disuguhi Pemandangan bak Raja Ampat dan Kehancuran Lingkungan Akibat Tambang

19 Juni 2025
Surat Terbuka untuk Bupati Banyuwangi Terkait Minuman Keras (Unsplash)

Surat Terbuka untuk Bupati Banyuwangi Terkait Izin Penjualan Miras di Tempat Wisata

12 Juni 2023
Gunung Ijen Sebaiknya Masuk Daerah Kabupaten Bondowoso ketimbang Kabupaten Banyuwangi

Gunung Ijen Sebaiknya Masuk Daerah Kabupaten Bondowoso ketimbang Kabupaten Banyuwangi

27 Maret 2023
Jalur Banyuwangi-Jember Dipenuhi 5 Kendaraan Ini, Hindari kalau Nggak Ingin Celaka

Jalur Banyuwangi-Jember Penuh 5 Kendaraan Ini, Hindari kalau Nggak Ingin Celaka

22 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Betapa Merananya Warga Gresik Melihat Truk Kontainer Lalu Lalang Masuk Jalanan Perkotaan

Gresik Utara, Tempat Orang-orang Bermental Baja dan Skill Berkendara di Atas Rata-rata, sebab Tiap Hari Harus Lawan Truk Segede Optimus!

30 November 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih
  • Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.