Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Profesi

Di Balik Gerobak Pedagang Sate Ayam Madura Berdiri Seorang Sarjana yang Bangga dengan Jalan Hidupnya

Nabila Anggraeni oleh Nabila Anggraeni
16 September 2025
A A
Sarjana Jadi Tukang Sate Ayam Tetap Bangga Meski Diremehkan (Unsplash)

Sarjana Jadi Tukang Sate Ayam Tetap Bangga Meski Diremehkan (Unsplash)

Share on FacebookShare on Twitter

Pak Madun, tukang sate ayam Madura langganan saya, ternyata seorang sarjana. Pengalaman hidupnya membuat saya merenung.

Sepulang bekerja part-time di sebuah optik dekat kampus, saya mempunyai ritual kecil: membeli sate ayam Madura. Bukan hanya karena rasanya gurih dan bumbunya kental, tapi juga karena suasana hangat yang selalu menyelimuti ketika berdiri di depan gerobak itu.

Bau asap arang, suara tusukan sate yang beradu, dan sapa ramah dari Pak Madun (sang penjual sate) selalu menjadi penutup hari yang melelahkan. Biasanya, transaksi kami sederhana. Saya pesan, beliau membakar, bayar, lalu saya pulang. 

Suasana sore hari itu terasa berbeda. Di tengah obrolan ringan, Pak Madun tiba-tiba bertanya hal yang saya rasa cukup personal. 

Menurut saya, membahas skripsi kepada mahasiswa akhir seperti saya ini, yang hanya dikenal sebatas hubungan transaksional antara pelanggan dan penjual, agaknya cukup personal. 

Namun, siapa sangka, obrolan yang baru saja terjadi itu hanya sekadar pembuka saja. Siapa sangka lagi, penjual sate ayam yang dikenal sederhana itu ternyata sarjana, lulusan Universitas Islam Negeri Malang. Siapa sangka pula, beliau ini nyatanya sempat bekerja di Arab selama 2 tahunan. 

Saya sempat terdiam. Dalam bayangan saya, seorang pedagang sate ayam pinggir jalan umumnya memiliki latar belakang yang sederhana, tapi dia sarjana. Ternyata, kisah hidup orang di balik gerobak jauh lebih kaya daripada dugaan awal. Ada lapisan-lapisan cerita yang sering kali tersembunyi di balik aroma bumbu kacang dan bara arang.

Sarjana, sate ayam, dan ekspektasi sosial

Ketika mendengar bahwa Pak Madun adalah sarjana, benak saya langsung dipenuhi pertanyaan. Mengapa seseorang dengan gelar akademis dan pengalaman kerja di luar negeri akhirnya memilih berjualan sate ayam? Bukankah secara logika, gelar sarjana seharusnya membuka pintu menuju pekerjaan yang lebih “mapan” dan “bergengsi”?

Baca Juga:

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

Di sinilah kita berhadapan dengan realitas sosial Indonesia. Gelar sarjana bukan lagi jaminan. Jumlah lulusan universitas yang membanjiri pasar kerja jauh melampaui daya serap industri.

Banyak sarjana yang akhirnya harus mencari pekerjaan alternatif. Bahkan yang sama sekali tak berkaitan dengan latar belakang akademis. Pak Madun adalah contoh nyata. Dia sarjana, pernah merantau ke luar negeri, namun akhirnya justru menemukan jalannya di balik gerobak sate.

Apakah ini kegagalan? Tidak. Sebagian mungkin melihat hal itu sebagai “kemunduran”. Tetapi, bukankah itu juga cerminan kreativitas bertahan hidup? 

Pendidikan tinggi dan gelar sarjana memang penting, tapi bukan satu-satunya faktor yang menentukan hidup seseorang. Ada hal-hal lain seperti kesempatan, jaringan sosial, keberanian mengambil keputusan, dan tentu saja, takdir. Seperti penutup obrolan sore itu yang terucap dari Pak Madun, “Qadarullah, sekarang jualan sate Neng. Alhamdulillah, dijalanin saja.”

Pak Madun, dengan gerobak satenya, sedang melawan stigma itu. Dia tidak terjebak pada gengsi, tidak malu dengan pekerjaannya. Yang dia tahu, keluarga harus tetap hidup, dan asap sate harus terus mengepul. 

Dari Arab ke gerobak sate ayam pinggir jalan

Ada sisi menarik lain dari cerita hidup sang sarjana ini, yaitu pengalaman kerja di Arab Saudi. Dia pernah bercerita tentang kerasnya disiplin di negeri rantau, bagaimana dia harus menyesuaikan diri dengan budaya kerja yang berbeda, serta perjuangan menahan rindu pada tanah air. Dua tahun bukan waktu singkat.

Namun, kepulangan itu ternyata bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari babak baru yang tak kalah menantang. Jika di Arab dia mungkin mendapat upah tetap, di Indonesia, sang sarjana ini harus berjibaku dengan ketidakpastian. 

Berjualan sate berarti berjudi dengan cuaca, dengan sepi atau ramainya pembeli. Bahkan dengan kesehatan tubuh yang harus kuat berdiri hingga larut malam.

Lucunya, banyak dari pembeli sate Pak Madun, yang rata-rata mahasiswa, mendambakan jalan hidup si bapak. Para sarjana ini berjuang keras demi bisa kelak mendapat kesempatan bekerja di luar negeri, berpenghasilan lebih baik, dan “dianggap berhasil” oleh masyarakat.

Tetapi, hidup memang penuh paradoks. Seseorang bisa menempuh jalan panjang hanya untuk kembali ke titik awal yang sama sekali tidak dia bayangkan.

Sarjana dan paradoks zaman modern

Fenomena seperti yang dialami Pak Madun sebenarnya bukan hal aneh di zaman sekarang. Banyak sarjana akhirnya memilih jalan hidup yang sama sekali berbeda. 

Ada yang jadi petani organik atau membuka warung kopi. Ada pula yang merintis usaha kecil. Modernitas menjanjikan linearitas: kuliah → kerja mapan → bahagia. Tapi realitas justru berliku, penuh kejutan, dan sering kali tak terduga.

Paradoks ini bisa membuat kecewa bagi mereka yang masih berpegang pada pola lama. Namun di sisi lain, paradoks ini juga membuka peluang untuk menafsirkan ulang arti kesuksesan. 

Bahwa sukses bukan sekadar soal status sarjana, gaji besar, atau jabatan tinggi, melainkan juga tentang menemukan ruang hidup yang sesuai dengan nilai dan kebahagiaan pribadi. Tidak ada yang hina dari berjualan sate. Sebagaimana halnya, tidak otomatis mulia bekerja di gedung megah. 

Yang membuat pekerjaan itu berarti adalah cara kita menjalaninya. Dan yang tak kalah penting adalah menghargai setiap pekerjaan.

Martabat dalam setiap pekerjaan

Dalam masyarakat kita, pekerjaan sering dijadikan tolok ukur martabat. Bekerja di kantor ber-AC dengan gaji besar dianggap lebih terhormat daripada berdagang di pinggir jalan. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu.

Ketika bercerita, Pak Madun tidak menunjukkan penyesalan atau rasa rendah diri. Sang sarjana ini justru terlihat bangga. Menurutnya, berjualan sate membuatnya lebih dekat dengan keluarga, lebih bebas mengatur waktu, dan tetap bisa menghidupi orang-orang terdekat dengan layak. 

“Yang penting halal dan cukup buat hidup,” katanya sambil tersenyum, sembari tetap membolak-balik sate yang nyaris gosong. 

Seketika ada rasa kagum pada diri Pak Madun, betapa tenangnya beliau menjalani jalan hidup yang mungkin dipandang “tidak prestisius” oleh orang lain. Betapa sering pula kita, para mahasiswa dan sarjana, memandang pekerjaan yang hanya dari gengsi dan gaji. 

Sore itu, sate ayam Madura yang biasanya hanya jadi teman makan selepas bekerja paruh waktu, tiba-tiba berubah menjadi renungan oleh mahasiswa akhir seperti saya. 

Kesuksesan tidak selalu berbentuk gaji besar atau jabatan tinggi. Terkadang, kesuksesan hadir dalam bentuk sederhana: bisa hidup layak, dekat dengan keluarga, dan menjalani pekerjaan dengan hati yang tenang.

Penulis: Nabila Anggraeni

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Punya Ijazah Sarjana dan Segudang Pengalaman Nggak Jadi Jaminan Dapat Kerja, Saya Tetap Miskin dan Krisis Keuangan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 16 September 2025 oleh

Tags: gelar sarjanakampus negerimaduraMalangS1sarjanasate ayamUniversitas Islam Negeri MalangUNM
Nabila Anggraeni

Nabila Anggraeni

Peramu kata klan bumi.

ArtikelTerkait

Saya Tidak Menyesal Masuk UIN Jakarta meski Dianggap Kampus Buangan UIN Syarif Hidayatullah

Saya Tidak Menyesal Masuk UIN Jakarta meski Dianggap Kampus Buangan

2 Oktober 2025
Senjakala Kapal Penyeberangan Surabaya-Madura: Ditinggalkan para Penumpang Sejak Ada Jembatan Suramadu

Senjakala Kapal Penyeberangan Surabaya-Madura: Ditinggalkan para Penumpang Sejak Ada Jembatan Suramadu

1 Maret 2024
3 Hal yang Perlu Diketahui sebelum Berlibur ke Kayutangan Malang yang Katanya Indah Mojok.co

3 Hal yang Perlu Diketahui Sebelum Berlibur ke Kayutangan Malang yang Katanya Indah

13 Desember 2024
Kabupaten Lamongan Bikin Warganya Cuma Bisa Gibah (Unsplash)

Susahnya Menjadi Anak Kabupaten Lamongan: Bikin Iri sama Anak Surabaya, Malang, dan Jogja

9 September 2023
4 Hal yang Bikin Saya Kaget Saat Berkunjung ke Madura untuk Pertama Kali Terminal Mojok

4 Hal yang Bikin Saya Kaget Saat Berkunjung ke Madura untuk Pertama Kali

17 Juli 2022
Jangan Naik Bus AKAS NR kalau Mabuk Perjalanan Terminal Mojok

Jangan Naik Bus AKAS NR kalau Gampang Mabuk Perjalanan

5 Januari 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.