Sebagai seorang lelaki yang memasuki usia dewasa, ada satu hal yang bagi saya betul-betul mengganjal. Di usia yang hampir mendekati kepala tiga ini, suara saya masih terdengar cempreng seperti anak ABG yang belum akil balig. Soal ngebassnya suara saya, betul-betul kalah jauh dengan kebanyakan ABG sekarang yang suaranya sudah banyak yang “bulat”, ngebass, besar. pokoknya yang laki banget. Manly banget lah kalau kata anak Jaksel.
Serius, nggak enak rasanya jadi lelaki yang punya suara cempreng, tuh. Ada aja ledekannya. Mulai dari dibilang belum akil balig, suaranya mirip kayak chip munk, sampai dibilang nggak cocok jadi seorang Bapak. Pertanyaan saya: Memang sejak kapan syarat jadi orang tua itu suaranya harus ngebass, oy! Suka ngadi-ngadi emang orang zaman sekarang, tuh.
Punya suara cempreng dari kecil sampe sekarang tuh nggak enak tauk. Awal mula saya sadar bahwa sebagai lelaki suara saya terbilang cempreng adalah ketika SMP. Kala itu, saya pikir ini adalah hal yang wajar bagi saya, ditambah ada pemikiran “mungkin belum saatnya” atau ya belum akil balig aja gitu. Eh, nggak taunya malah keterusan sampai dengan saat ini.
Pengalaman pertama yang kurang menyenangkan bagi saya terjadi pada masa SMP, sewaktu menelpon perempuan yang saya taksir. Kala itu, hanya bermodalkan 500 perak, suatu kesenangan tersendiri bisa mendengarkan suara perempuan yang saya suka, selain di kelas. Namun, kesenangan itu langsung berubah ketika dia berkata, “Aku pikir cuma pas ngomong langsung aja suara kamu cempreng, ternyata pas ditelepon makin cempreng.” Sakit. Bukan hanya nancep di hati tapi juga memori, jadi perkataan tersebut masih saya ingat betul hingga sekarang.
Setelah lulus kuliah, saya sempat menjadi Customer Service yang juga melayani nasabah melalui telepon di salah satu bank ternama. Udah nggak terhitung berapa kali saya dipanggil Mbak atau Bu pada saat berbicara melalui telepon. Permohonan maaf pun rasanya sudah template bagi saya setelah para nasabah mengetahui nama lengkap saya. Seperti ucapan, “Eh, maaf Mas, suaranya mirip perempuan.” Akhirnya saya hanya bisa ngebatin, “Nggak apa-apa, sudah biasa, kok.”
Bukan hanya saat menelpon aja, saat berbicara menggunakan mic pun sama. Suara saya sama cemprengnya dan sulit diubah. Rasa-rasanya cempreng sudah menjadi bagian dari diri saya. Sudah kodrat dari sananya gitu. Makanya, selain memang suara saya fals, ditambah jenis suara yang terbilang cempreng, saya jadi nggak pede kalau nyanyi dan ikut karaokean bareng teman-teman yang lain. Paling cuma ikut ngeramein aja, diem di pojokan, atau nyemil.
Beberapa orang teman sudah menyarankan untuk merokok. Sebab, konon katanya, merokok bisa membuat suara seseorang menjadi ngebass. Sayangnya, saya nggak mau melakukan hal tersebut. Saya bukan perokok dan nggak akan pernah merokok. Hal tersebut sudah menjadi prinsip dan salah satu pakem dalam hidup saya. Akhirnya, saran tersebut urung saya laksanakan demi mempertahankan sikap.
Mau nggak mau, label cempreng akhirnya melekat pada diri saya hingga saat ini. Entah kenapa, ketika menerima telepon di kantor dari rekan beda divisi pun, meski dengan suara yang saya coba untuk sok-sok ngebass, tetap saja suara saya masih dikenali. Katanya, “Udah lah Mas, kalau suaranya cempreng ya cempreng aja. Mau dibuat ngebass juga masih aja kedengeran cempreng.”
(((Mau dibuat ngebass juga masih aja kedengeran cempreng))). Nasib, nasib. Sebagai lelaki kok ya punya suara cempreng.
Dilansir dari Alodokter, salah satu ciri pubertas pada lelaki adalah suara terdengar menjadi lebih berat, yang dikenal sebagai pecahnya suara laki-laki. Dan akan terjadi selama beberapa bulan antara 11-15 tahun. Kemudian suara akan terus berkembang dan sempurna, hingga menetap pada usia awal 20-an. Berdasar pada hal tersebut, rasanya memang suara saya nggak akan mengalami perubahan lagi. Cempreng ya cempreng aja gitu. Hmmm.
Pengin gitu saya ngerasain, gimana jadi lelaki yang punya suara ngebas, berat, biar terkesan gentle, manly, gagah, you named it, lah. Ya, minimal bisa setara suaranya Vin Diesel gitu. Biar kesan cool-nya dapet juga. Ngarep sekaligus curhat sedikit boleh, dong?
BACA JUGA Pernah Merasa Jijik sama Suara Sendiri? Ini Penyebabnya dan tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.