Kalau kalian diminta menyebutkan kampus unggulan di Indonesia, pasti deretan nama yang disebutkan nggak jauh dari UGM, UI, UNS, Unibraw, IPB, ITB. Jika dikerucutkan, setiap kampus tersebut menjadi maskot unggulan daerahnya masing-masing. UGM untuk Jogja, UI untuk Jabodetabek, IPB di Bandung, dan seterusnya. Semarang juga nggak kalah, memiliki kampus unggulannya tersendiri. Sebagai ibu kota Jawa Tengah, Semarang memang masuk akal ketika memiliki banyak kampus ternama. Kalau tidak salah hitung, setidaknya ada 10 kampus di Semarang. Meski kampus-kampus tersebut kampus ternama, tapi bagi saya ada satu yang paling unggul: UIN Walisongo.
Mungkin jawaban ini mengherankan dan tidak bisa diterima. Terutama bagi mahasiswa Undip dan Unnes. Bahkan mungkin, mahasiswa UIN sendiri juga nggak terima. Tapi saya punya argumen.
#1 Keunggulan geografis
Keunggulan pertama adalah perihal lokasi. Lokasi UIN berada paling barat ketimbang kampus-kampus lainnya, membuat UIN berada di posisi strategis. UIN jadi semacam maskot selamat datang yang menyambut perantau dari arah barat, dan menjadi gerbang masuk Kota Semarang.
Berbeda dengan nasib kampus yang berada di pojok timur yang jadi langganan banjir, UIN Walisongo tidak pernah merasakannya karena posisinya di ketinggian. Efek lainnya, kalau sedang di UIN sore-sore, akan tampak senja indah yang dikombinasikan dengan pesona laut Semarang, meskipun laut Semarangnya sendiri butek banget.
#2 Keunggulan kesehatan
Bukan, saya bukan mau memuji kliniknya. Malah klinik di UIN Walisongo saya bilang paling tidak recommended. Kalau disuruh milih klinik kampus atau puskesmas, pasti saya memilih puskesmas. Selain galak, para petugas kliniknya kadang ngasih obat sembarangan.
Keunggulan kesehatan yang saya maksud di sini ialah budaya jalan kakinya. Di kampus-kampus lain ada budaya jalan kaki juga, tapi di UIN Walisongo jadi spesial dan sangat-sangat menyehatkan.
Dengan kontur wilayah kampus yang nanjak, jalan kaki dari gerbang kampus 3 menuju kelas yang berada di gedung paling barat akan jadi aktivitas sangat menyehatkan. Kamu akan menyusuri jalan aspal berkerikil yang curam, sambil mata tetap waspada dengan lalu-lalangnya mobil proyek. Atau berjalan dari kampus 1 menuju kampus 2 ditemani terik matahari, saya jadi sering membayangkan bagaimana betis ukhti-ukhti yang berjalan dari mahad (pondok pesantren) yang berada di luar kampus. Pasti kekar dan kokoh.
#3 Keunggulan sistem pembelajaran
UIN Walisongo adalah kampus yang menjunjung tinggi demokrasi dan menolak otoritarianisme. Ini bisa dilihat dari pembelajaran di kelas yang demokratis. Para dosen tidak segan-segan membuka partisipasi mahasiswanya di kelas. Misalnya, dalam menentukan tanggal Ujian Akhir Semester. Biasanya dosen akan menawarkan, mau ujian tanggal sekian atau sekian? Bahkan tidak jarang mahasiswanya yang menentukan tanggal UAS. Partisipasi perkuliahan yang paling kental, mahasiswa bisa memilih untuk ujian take home aja.
Selain itu UIN Walisongo juga menawarkan jadwal perkuliahan yang fleksibel. Misal pada saat mendekati Lebaran, para dosen akan menyesuaikan sebisa mungkin agar kontrak perkuliahan bisa selesai sebelumnya. Ini bertujuan agar mahasiswa-mahasiswanya bisa Lebaran lebih lama di kampung halaman, so sweet bukan? Meskipun alasan mendasar lainnya adalah karena dosennya juga ingin libur lebih lama. Tentunya hal ini sangat berbeda dengan kampus-kampus lainnya yang ujiannya saklek karena terjadwal dan serentak seperti di sekolah.
#4 Keunggulan nilai
Apabila di kampus lain IPK 3.0 adalah prestasi, bagi anak UIN Walisongo nilai tersebut adalah aib. Bagi mahasiswa UIN, IPK ideal itu ya 3.5. Saya sering tuh menemukan teman-teman mahasiswa yang sampai melobi dosen karena nilainya di bawah 3.0. Nggak heran standar nilai di UIN Walisongo jadi sangat tinggi, sampai-sampai saat wisuda tidak ada selempang cum laude lagi karena semuanya cum laude, hehehe.
#5 Keunggulan pemerataan
Kalau kalian ingin melihat gaya hidup yang antarorang ketimpangannya tidak terlampau jauh, di UIN lah tempatnya. Di UIN semua mahasiswa mayoritas terlihat sama gaya hidupnya. Tidak ada yang terlihat terlampau kaya ataupun terlalu kere. Gaya sarungan, celana jeans sobek, dan kemeja flanel yang dikombinasikan dengan kaos oblong adalah yang paling sering terlihat melekat pada tubuh mahasiswa UIN.
Ya, bagaimanapun tetap ada yang bergaya sosialita, tapi jumlahnya sangat sedikit. Malahan yang bergaya sok kaya di UIN akan dijuluki BPJS, singkatan “budget pas-pasan, jiwa sosialita”. Teman saya yang punya mobil sampai tidak mau membawa mobil karena dianggap simbol kesombongan dan terancam jadi bahan cibirin.
Selain keunggulan-keunggulan yang saya sudah sebutkan, masih banyak keunggulan UIN Walisongo lainnya, seperti mahasiswanya yang friendly karena keseringan mbribik maba dan masih banyak lagi. Kalau disebut semua akan terlalu panjang.
Yang jelas, keunggulan tersebut merupakan keunggulan berdasarkan perspektif saya. Setiap orang kan berhak punya definisi sendiri apa itu unggul, yang mana definisi itu bakal subjektif banget. Apalagi saya sendiri mahasiswa UIN Walisongo, masak saya mau ngunggul-ngunggulin kampus lain.
Sumber foto: wegreen.walisongo.ac.id
BACA JUGA Bukan Indomie, Justru Kerupuk Penyelamat Hari-hari Melarat Kita dan tulisan Muhamad Iqbal Haqiqi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.