Saya sangat mengapresiasi kehadiran Abang Saleh di antara sekian banyak karakter pendukung dalam serial TV Upin Ipin. Menurut saya, tim produksi Upin dan Ipin sangat berani. Mereka tidak gentar menghadirkan sosok laki-laki yang dekat pada hal-hal feminin melalui karakter Abang Saleh.
Seperti yang kita tahu, di serial Upin Ipin, Abang Saleh digambarkan sebagai sosok yang nyentrik. Abang Saleh berbeda dengan Abang Iz dan Badrol yang sangat maskulin atau bahasa mudahnya “laki banget”. Mereka punya karakter laki-laki dewasa yang lebih mudah diterima masyarakat luas karena sesuai dengan ekspektasi sosial: laki-laki itu ya maskulin. Itu sebabnya, bagi sebagian orang dewasa, kehadiran Abang Saleh mungkin terasa mengganggu. Bahkan, kontroversial. Kenapa sih harus ada sosok laki-laki feminin di serial TV yang pasar penonton utamanya anak-anak?
Untuk menjawab pertanyaan itu, bagaimana kalau kita berusaha memahami apa yang ingin disampaikan Les’ Copaque selaku tim produksi Upin Ipin melalui karakter Abang Saleh? Saya rasa, tim produksi serial TV anak-anak asal Malaysia itu justru memotret dengan baik realitas yang ada di masyarakat. Kenyataannya, sosok seperti Abang Saleh memang ada di sekeliling kita. Melalui karakter Abang Saleh, tim produksi Upin Ipin justru membantu mengenalkan konsep gender pada anak-anak dengan cara yang lebih mudah dimengerti.
Gender berbeda dengan jenis kelamin
Sebelum kalian bertanya-tanya bagaimana bisa Abang Saleh dijadikan sebagai alat mengenalkan konsep gender, pastikan dulu kalian paham bahwa gender dan jenis kelamin itu beda ya. Kali aja ada yang masih mengira bahwa gender dan jenis kelamin adalah 2 hal yang sama. Itu beda ya, My Lov.
Singkatnya, gender adalah konstruksi sosial dan budaya yang berkaitan dengan peran, perilaku, ekspresi, dan identitas. Kata kunci disini adalah konstruksi sosial. Namanya juga konstruksi sosial, berarti hal tersebut diciptakan oleh masyarakat.
Contohnya gini deh, dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendapati bahwa perempuan selalu yang berperan membersihkan rumah, memasak, hingga mengurus anak. Sedangkan laki-laki, urusannya dianggap cuma cari duit duit dan duit saja.
Nah, dalam perspektif gender, peran itu bisa dipertukarkan. Yang perempuan bisa jadi pencari nafkahnya, sementara yang laki-laki bisa mengurus rumah tangga. Beda lagi kalau jenis kelamin. Kalau jenis kelamin sih sifatnya sudah kodrat. Bukan diciptakan oleh masyarakat, tapi langsung oleh Tuhan. Jadi, tidak seperti gender yang bisa dipertukarkan, jenis kelamin ini tidak bisa ditukar-tukar, begitu.
Baca halaman selanjutnya: Konsep gender lewat karakter Abang Saleh…




















