Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Budaya di FBSB UNY: Sekadar Tambahan Nama atau Beneran Punya Makna?

Janu Wisnanto oleh Janu Wisnanto
9 April 2025
A A
Budaya di FBSB UNY: Sekadar Tambahan Nama atau Beneran Punya Makna?

Budaya di FBSB UNY: Sekadar Tambahan Nama atau Beneran Punya Makna?

Share on FacebookShare on Twitter

Dulu, Fakultas Bahasa dan Seni UNY dikenal dengan singkatan yang manis: FBS. Ringan di lidah, gampang diingat, dan rasanya seperti teman akrab yang siap berdiskusi soal puisi, drama, dan seni lukis. Tapi entah sejak tahun berapa (dan siapa pula notulennya), fakultas ini mengganti nama menjadi Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya alias FBSB. Sebuah penambahan yang terlihat progresif, filosofis, dan… terdengar keren.

Tapi, seperti kata anak-anak stand up comedy, “Lucu sih, tapi kok hampa ya?”

Mari kita kupas perlahan. Kita bahas pakai gaya yang ringan saja, biar nggak bikin pusing seperti skripsi yang revisinya lebih banyak dari kata “santuy” di caption Instagram mahasiswa sastra.

FBSB UNY: tambahan kata, tambahan beban?

Penambahan kata “budaya” ini tentu tidak main-main. Ini bukan seperti nambah es batu ke dalam kopi, tapi seharusnya seperti menambah makna dalam semangkuk pemahaman. Kata “budaya” itu berat, Bung! Ia bukan sekadar simbol atau pemanis birokrasi. Budaya itu nilai, akar, cara hidup, napas kehidupan. Kalau mau ditambahkan ke nama fakultas, ya semestinya juga ditambahkan ke arah gerak, kurikulum, kegiatan, dan cara berpikir civitas akademika.

Tapi ya itu, sejauh ini—maaf ya kalau agak blak-blakan—”budaya” yang ditambahkan di nama fakultas terasa seperti embel-embel. Kayak keterangan tambahan di belakang nama artis yang udah lama nggak rilis album. Ada, tapi… ya cuma ada.

Pertanyaannya, apakah FBSB UNY (jadinya) benar-benar mencetak mahasiswa dan akademisi yang melek budaya? Atau jangan-jangan kita masih terjebak dalam budaya sibuk, budaya rapat, dan budaya-budayaan lainnya yang justru menjauh dari esensi budaya itu sendiri?

Jujur saja, kegiatan seni dan budaya di lingkungan fakultas masih belum semeriah semangat ngopi di selasar kampus. Yang nongol banyak justru event-event template: pentas seni tahunan, lomba baca puisi dengan juri yang sama tiap tahun, atau bazar yang lebih mirip pameran produk mahasiswa habis kuliah Kewirausahaan.

Padahal kalau mau jujur, kita ini sedang hidup di tengah darurat budaya. Budaya lokal banyak yang tergerus, sastra makin sepi peminat, bahkan anak-anak yang kuliah di jurusan sastra pun kadang lebih hafal lirik lagu K-pop daripada syair Serat Kalatidha. Dan di sinilah seharusnya peran strategis FBSB: jadi rumah kebudayaan, bukan sekadar fakultas yang ngurusin proposal acara pensi.

Baca Juga:

Alasan Saya Masuk dan Betah Kuliah di UNY hingga S2 dari Awalnya Asal Pilih Saja

Sisi Gelap Kos Karangmalang yang Jadi Andalan Mahasiswa UNY

BEM: Badan Eksekutif atau Badan Event Mahasiswa?

Sekarang kita masuk ke urusan organisasi mahasiswa. BEM FBSB UNY, yang seharusnya menjadi lokomotif pelestarian budaya, tampaknya masih bingung menentukan arah. Alih-alih menjadi ruang diskusi budaya, ruang kritik seni, atau pusat pergerakan literasi kampus, BEM lebih sering jadi EO dadakan. Sibuk urus lomba TikTok, fashion show, atau seminar motivasi yang isinya mirip caption akun quote gratisan.

Bukan berarti kegiatan begitu salah, ya. Tapi kalau semuanya cuma jadi kemasan, tanpa isi yang menggigit, kita sedang mencetak lulusan yang lebih jago buat portofolio LinkedIn daripada memahami kenapa Pak W.S. Rendra dulu sampai turun ke jalan.

Saatnya bertanya: kita mau ke mana?

Mari kita sedikit serius (sedikit saja). Pertanyaannya bukan kenapa kata “budaya” ditambahkan. Pertanyaannya adalah: Apa konsekuensi dari penambahan itu? Dan apakah seluruh elemen fakultas, dari dosen, staf, sampai mahasiswa, sudah menghayati makna budaya sebagai nilai hidup, bukan sekadar bahan skripsi?

Apa kita sudah punya ruang diskusi bulanan tentang perkembangan budaya lokal? Sudahkah ada laboratorium kebudayaan yang aktif mengkaji dampak digitalisasi terhadap nilai tradisi? Apakah ada kebijakan FBSB UNY yang mendukung riset budaya berbasis masyarakat, bukan hanya demi jurnal internasional semata?

Dan yang paling sederhana: apakah para mahasiswa diajak mencintai budaya, atau sekadar diminta menghafal teori-teori kebudayaan ala Kuntowijoyo dan Koentjaraningrat untuk ujian?

FBSB UNY: budaya bukan (sekadar) tambahan, tapi fondasi

Jika “budaya” hanya jadi tambahan nama, artinya, kita sedang menipu diri sendiri. Sebab, budaya bukan ornamen, ia fondasi. Ia semestinya membentuk sikap, cara berpikir, dan arah gerak kampus. Ia harus hidup dalam tubuh kurikulum, berdetak dalam kegiatan harian, dan menyala dalam setiap napas mahasiswa serta dosennya.

Maka, wahai mahasiswa FBSB, dosen FBSB, dan siapapun yang membaca ini—mari kita renungkan: apakah kita sedang membangun fakultas yang hidup dalam kebudayaan? Ataukah hanya sedang menghias nama agar terlihat mentereng?

Kalau hanya soal nama, aku pun bisa ganti nama jadi Janu Budayawan Wisnanto. Tapi apakah itu otomatis membuatku lebih bijak, peka, dan peduli pada budaya? Belum tentu.

Penutup yang menampar

Mungkin sudah waktunya kita berhenti bersolek dengan nama, dan mulai bekerja dalam makna. Budaya bukan label. Ia kerja panjang, sunyi, penuh riset, penuh cinta. Ia hadir dalam cara kita memandang yang kecil sebagai penting, yang lokal sebagai bermakna, dan yang tradisional sebagai bagian dari masa depan.

Dan untuk FBSB UNY: semoga kata “budaya” yang sudah ditambahkan itu tidak jadi beban sejarah. Tapi jadi panggilan untuk terus tumbuh, berpijak, dan melesat dalam semangat kebudayaan yang sesungguhnya.

Kalau tidak, ya sudah. Biarlah mahasiswa budaya tumbuh di luar fakultas. Di kampung-kampung, di tepi sungai, di panggung-panggung kecil yang tidak pernah masuk liputan kampus, tapi menyimpan denyut kehidupan Indonesia yang sesungguhnya.

Kalau kamu sendiri, terakhir kali “merasakan” budaya itu kapan? Atau jangan-jangan, kamu pikir budaya itu ya… sekadar dresscode batik pas acara kampus?

Penulis: Janu Wisnanto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kantin FBSB UNY, Saksi Perubahan Gaya Hidup Mahasiswa: Dulu Mirip Suzuran, Kini Isinya Mahasiswa Sopan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 9 April 2025 oleh

Tags: BudayaFBSB UNYUNY
Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

Mahasiswa semester akhir Universitas Ahmad Dahlan, jurusan Sastra Indonesia. Pemuda asli Sleman. Penulis masalah sosial di Daerah Istimewa Yogyakarta.

ArtikelTerkait

Dear UNY, Tambah Fakultas Baru Sah-sah Aja, tapi Jangan Lupa Pikirkan Lahan Parkirnya  MOjok.co

Dear UNY, Tambah Fakultas Baru Sah-sah Aja, tapi Jangan Lupa Pikirkan Lahan Parkirnya 

27 Juni 2025
Selama Gaji Guru Tidak Naik, Universitas Pendidikan macam UNY Hanya Akan Jadi Pencetak Orang Miskin Baru

Selama Gaji Guru Tidak Naik, Universitas Pendidikan macam UNY Hanya Akan Jadi Pencetak Orang Miskin Baru

1 Januari 2024
Plaza UNY Tempat Belanja yang Paling Memahami Mahasiswa Jogja, Melebihi Mirota dan Pamela Mojok.co

Plaza UNY Tempat Belanja yang Paling Memahami Mahasiswa Jogja, Melebihi Mirota dan Pamela

7 Juli 2024
Hoesik, Budaya Kumpul-kumpul Selepas Kerja ala Korea Selatan Terminal Mojok

Hoesik, Budaya Kumpul-kumpul Selepas Kerja ala Korea Selatan

15 Maret 2022
Selama Gaji Guru Tidak Naik, Universitas Pendidikan macam UNY Hanya Akan Jadi Pencetak Orang Miskin Baru

Kenapa (Bisa) Orang-orang Menolak Kenaikan Gaji Guru?

3 Oktober 2024
3 Rekomendasi Lesehan Sedap di Sekitar UGM dan UNY Terminal Mojok

3 Rekomendasi Lesehan Sedap di Sekitar UGM dan UNY

25 Oktober 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.