Diskursus (atau keributan) di X tentang cewek nebeng pacar orang jadi bukti kalau transportasi umum wajib merata, tidak mengandalkan ojol semata
Platform X memang tidak henti menayangkan aneka diskursus (atau keributan, terserah yang mana) tiap harinya. Baru-baru ini terjadi lagi dengan topik nebeng pacar orang hingga membuat perdebatan sampai beberapa hari. Berawal dari cuitan seorang user yang marah karena terus disindir oleh pacar dari laki-laki yang ia tumpangi semalam. Dengan posisi ia takut pulang sendiri, jam sudah malam dan ponselnya yang mati.
Terdapat dua kubu dalam kasus ini. Kubu yang menyalahkan si user karena masih banyak opsi tapi malah merecoki hubungan orang. Lalu, ada kubu yang membela karena merasa ketakutan tersebut hal yang relate.
Perdebatan makin sengit saat curhatan wanita yang hampir diculik ojol, diunggah di X. Orang yang berada di kubu user ingin nebeng ini makin memvalidasi bahaya dunia luar. Ditambah user juga memberi info jika ia tidak berada di kota yang banyak transportasi umum seperti KRL, MRT dan satu-satunya pilihan adalah ojol. Sedangkan kubu kontra tetap pada pendiriannya, karena alasan nebeng itu bentuk genit si user jika orang-orang mau membaca utuh isi threadnya di X.
Saya sendiri tidak ingin berlarut menanggapi perdebatan tersebut. Malah jadi terpikir jika transportasi umum yang merata di berbagai daerah itu perlu. Saya sendiri merasakan, bagaimana hidup di kota yang transportasi umumnya hanya mengandalkan ojol. Adapun angkot itu hanya berputar di area tertentu, dan sekarang juga makin jarang. Yang saya bisa validasi dari curhatan fenomenal di X tersebut adalah, betapa bingungnya hidup di kota yang minim transportasi umum dan hanya mengandalkan ojol.
Daftar Isi
Tidak semua wilayah dijangkau oleh angkot
Salah satu yang agak bikin malas naik angkot adalah wilayah berputarnya yang hanya lewat area tertentu. Misalnya di Kediri. Jika kamu dari Pare ke Mojoroto, kamu tidak bisa langsung sampai di Mojoroto. Atau sekadar ke Kediri Mall juga tidak bisa, karena angkot tidak melewati area tersebut. Ujung-ujungnya ya order ojol lagi untuk sampai ke lokasi tujuan.
Daripada ribet harus begini, orang-orang jelas memilih opsi memesan ojol saja dari awal. Padahal Kediri Mall, Jl. Dhoho dan sekitarnya adalah area jantung Kota Kediri yang harusnya penting disediakan aneka transportasi umum untuk bisa sampai di area pusat kota tersebut. Setidaknya jika tidak harus sampai pas di tempat tujuan, bisa ditempuh dengan jalan kali tanpa harus naik transportasi umum dua kali.
Kondisi angkot yang kurang nyaman
Kondisi angkot yang ala kadarnya, sopir yang kadang ugal-ugalan, suka ngetem lama mungkin sudah jadi topik lawas yang sering dibahas. Meski saya suka bingung kalau ke Jakarta karena rute KRL dan MRT yang membingungkan, tapi setidaknya masih lebih baik dibanding naik angkot, dengan harga yang juga sama terjangkau.
Ya, walaupun keluhan masyarakat pengguna KRL, maupun MRT itu sering berdesakan seperti zombie. Tapi, setidaknya saat tak berdesakan masih nyaman. Daripada naik angkot di sini yang lengang masih tidak nyaman, ramai pun lebih tidak nyaman lagi. Dari tidak semua lokasi bisa dijangkau, dan kondisi angkot yang seperti ini makin bikin orang juga malas tapi kadang pun tidak ada opsi lain. Karena kalau sekali naik ojol langsung kena harga yang lumayan mahal.
Nah kan, makin penting kan keberadaan transportasi umum yang memadai?
Tarif ojol yang makin mahal, transportasi umum yang murah makin dibutuhkan
Salah satu yang bikin resah ketika tinggal di kota yang hanya mengandalkan ojol adalah mau tidak mau harus siap mengeluarkan uang lebih besar. Ini sedikit bikin pusing, jika di tanggal tua uang sudah pas-pasan tapi mau tidak mau harus naik ojol. Andai saja ada transportasi umum yang mencakup wilayah luas dengan ongkos murah rasanya pasti tidak sepusing ini.
Kalau dari pagi hingga sore masih bisa diakali, jika lokasi awal kita menunggu dilewati angkot, bisa naik angkot dan lanjut naik ojol. Tapi kalau sudah jam malam atau areanya dari awal tidak dijangkau angkot, ya mau tidak mau harus pesan ojol dan merelakan sejumlah uang yang sudah pas-pasan di dompet itu. Lebih parahnya, sampai mau tidak mau harus menggunakan fitur paylater, padahal rasanya tidak mau terlilit kreditan seperti itu.
Saya sendiri kurang paham tentang tata kota atau mengapa banyak wilayah yang masih bisa kurang maksimal menikmati transportasi umum. Karena jelas bukan tugas saya memikirkan hal tersebut. Tugas kita sebagai rakyat adalah membayar pajak yang nantinya kembali pada kita sendiri untuk menikmati fasilitas dari negara.
Semoga saja seiring berjalannya waktu, seluruh bagian wilayah Indonesia punya terobosan baru untuk menangani transportasi umum dan tidak melulu tergantung pada ojol.
Penulis: Arsyanisa Zelina
Editor: Rizky Prasetya