Bambang Pacul dan PDIP mungkin kalah di “kandang” sendiri. Tapi, benarkah mereka habis? Oh, tentu saja tidak. Tidak sama sekali.
Meski kepercayaan saya pada tokoh politik tidak bisa dibilang bagus, tapi bukan berarti saya tidak mengamati Pilkada 2024. Menarik untuk melihat bagaimana para tokoh bermain strategi memenangkan hati rakyat. Dari kampanye konvensional, sampai permainan psikologis dan kekuasaan.
Yang paling menarik tentu saja Pilkada di Jawa Tengah. Kekalahan Andika Perkasa dirayakan dengan luar biasa. Akhirnya, dominasi PDIP di kursi Gubernur Jateng sejak 2013 runtuh sudah. Banyak yang menilai bahwa PDIP berhasil hancur di kandang. Bahkan banyak yang menuntut agar Bambang Pacul mundur dari posisinya sebagai Ketua DPD PDIP Jateng.
Sebentar. PDIP hancur di “kandang banteng?” Mungkin ini terlihat lumrah jika menilik kekalahan Andika-Hendar. Tapi apa benar sudah sehancur itu? Atau strategi Luthfi-Yasin yang memang kelewat sempurna? Paling penting: apakah Bambang Pacul gagal sebagai komandan?
Saya kira Banteng Merah belum mati. PDIP masih jadi mesin politik mengerikan, bahkan di Jawa Tengah. Tapi upaya memutilasi banteng masih terus diupayakan. Strategi memecah belah di dalam tubuh PDIP mulai mengarah pada Bambang Pacul. Sosok yang dituding membuat partai hancur lebur di kandang. Apa benar semua ini salah si komandan korea itu?
Jawaban singkatnya, jelas tidak.
Daftar Isi
Kekalahan yang Memalukan untuk Bambang Pacul?
Banyak yang menyebut kekalahan PDIP kali ini memalukan. Sama seperti kekalahan saat Pemilu di awal tahun 2024. Wajar sih, ungkapan ini memang ditunggu momennya. Melihat Bambang Pacul tertunduk kalah dianggap punya nilai puitis tersendiri. Jelas oleh rival politik.
Tapi apakah PDIP benar-benar kalah? Jika melihat angka quickcount, 40% masih terlihat besar. Terutama untuk paslon yang diusung partai tunggal. Belum lagi melihat pilkada tingkat kota dan kabupaten. Tapi saya bahas itu nanti.
Meskipun kalah, Andika-Hendar menang di dua titik: Semarang dan Solo. Salah satunya di TPS tempat Jokowi mencoblos. Kemenangan ini sama puitisnya dengan kekalahan PDIP di kandang sendiri.
Bambang Pacul sebagai komandan mulai dipertanyakan kapabilitasnya. Mulai tercium upaya untuk membenturkan elit banteng merah ini. Tapi sebelum bicara tentang ini, mari kita lihat siapa (dan apa) lawan Andika, Bambang Pacul, dan PDIP
Strategi Luthfi-Yasin dari 2023
Sejak 2023, Ahmad Luthfi sudah memiliki modal politik. Sebagai Kapolda Jateng, Ahmad Luthfi menjabat selama 3 tahun. Ia termasuk dalam daftar kapolda terlama dan tidak mengalami rotasi. Jika ditambah posisi Wakapolda, maka Ahmad Luthfi sudah menduduki posisi puncak Polda Jateng selama 5 tahun.
Kapital Politik Luthfi makin besar setelah menunjukkan kedekatan dengan Jokowi. Suka tidak suka, Jokowi Effect memang kuat dalam tahun politik 2024. Sebuah magnet besar yang menarik simpati kepada paslon ini. Koalisi gendut yang mengusung Luthfi-Yasin jelas menyempurnakan gerilya politik Luthfi. Tapi belum cukup, Luthfi masih mendapat dukungan dari Presiden Prabowo Subianto sendiri. Dari sini saja, Luthfi sudah siap menang di Pilkada Jateng.
Bagaimana dengan Taj Yasin Maimoen? Hanya dengan membaca nama belakangnya, anda bisa membayangkan kapital politik yang dimiliki. Putra Mbah Maimun ini jelas punya tempat di hati masyarakat NU. Para pengamat juga melihat “kelompok hijau” jadi kekuatan utama yang memenangkan Luthfi-Yasin.
Tanpa saya harus membahas konspirasi “parcok,” kapital politik Luthfi-Yasin kelewat besar. Bahkan isu miring Ahmad Luthfi tidak bisa menghancurkan kekuatan raksasa ini. Justru akan aneh kalau Luthfi-Yasin kalah.
Bagaimana dengan Andika Perkasa? Maaf saja, PDIP serba terlambat. Dari terlambat dalam deklarasi, sampai terlambat dalam konsolidasi kekuatan.
Andika Datang Telat, PDIP Tak Punya Pilihan
Sialnya, Andika-Hendar serba terlambat. Dari terlambat dalam pencalonan, sampai terlambat dalam berkampanye. Aksi gerilya Luthfi-Yasin jelas tidak bisa dibendung oleh PDIP. Andika yang populer di tingkat nasional tidak mengakar kuat di tingkat daerah. Terutama Jawa Tengah yang sudah lebih dulu digarap “orang dekat Jokowi” itu.
Tapi apa daya, PDIP tidak punya tokoh kuat untuk dicalonkan di Jateng. Bambang Pacul sendiri memilih posisi sebagai ketua tim pemenangan. Bahkan jika pimpinan korea-korea itu maju sebagai cagub, belum tentu bisa menumbangkan raksasa politik yang jadi motor Luthfi-Yasin. Saya yakin, PDIP memang tidak dalam kondisi siap.
Selain serba terlambat, PDIP memang sedang burnout. Meskipun “Perjuangan,” PDIP sudah kehabisan tenaga. Bambang Pacul jelas terkuras energi dan pikirannya. Terutama pasca Pemilu 2024.
Kelelahan Banteng dan Bambang Pacul
Kelelahan PDIP dan Bambang Pacul bukan alasan untuk menghibur hati pasca kalah saja. Pemilu 2024 sukses menyedot energi banteng merah. Energi besar sudah digunakan untuk memenangkan Ganjar-Mahfud. Dan seperti yang kita tahu, Ganjar-Mahfud babak belur dihajar Prabowo-Gibran.
Jateng terbukti jadi zona perang paling brutal dalam Pemilu 2024. Masih ditambah dengan isu gesekan internal di dalam PDIP pasca kekalahan dalam bursa presiden. Bambang Pacul sendiri mengaku jika “cuaca sedang tidak baik-baik saja” dalam kubu internal.
Saya melihat, dampak Pemilu 2024 memang menghabiskan energi PDIP di Jateng. Ditambah manuver politik Jokowi yang ikut menggoyahkan kader di dalamnya. Situasi memang sulit untuk mereka. Ditambah dengan kekuatan lawan yang kelewat hebat. Ibarat banteng yang kelelahan setelah berlari, diajak balapan melawan Civic Turbo yang sudah tune up.
Masalahnya, Pilkada bukan hanya bicara gubernur. Kali ini, PDIP Jateng di bawah komando Bambang Pacul sukses merangsek kemustahilan. Bahkan kalau dipikir, belum remuk redam dalam tingkat provinsi.
Kalah di Atas, Menang di Bawah
Bagaimana dengan situasi PDIP di tingkat kota dan kabupaten? Menarik, karena mereka berhasil menang di beberapa titik vital. Tercatat paslon bupati/wali kota yang diusung PDIP menang di: Banyumas; Brebes; Demak; Grobogan; Jepara; Karanganyar; Kota Magelang; Klaten, dan; Semarang! Yang terakhir jelas jadi kemenangan besar bagi PDIP
Selain itu, total perolehan suara Andika-Hendar jauh lebih baik daripada suara Ganjar-Mahfud. Situasi ini diakui oleh PDIP sebagai bukti bahwa Jateng masih jadi kandang banteng. Dari tingkat kabupaten/kota sampai perolehan suara provinsi, PDIP akan menjadi kekuatan oposisi besar bagi Luthfi-Yasin. Mirip dengan situasi parlemen saat ini.
Saya melihat situasi ini sangat menarik. PDIP masih punya intangible value yang kuat. Para pemilih, baik tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota, masih menilai positif partai ini. Value yang ditanamkan sejak Orba ini terbukti bisa menjaga suara sampai 40%. Apalagi PDIP berperang sendiri tanpa koalisi. Mungkin Bambang Pacul akan pakai kaos, “PDIP VS Everybody.”
Ini bukti proses kaderisasi Bambang Pacul sukses membangun basis militan di Jawa Tengah. Meskipun dihajar koalisi super gendut dengan dukungan dua presiden, PDIP masih lulus KKM. Setidaknya suaranya bisa lebih hancur jika Bambang Pacul tidak rutin membangun dan menjaga kekuatan.
Bukan bermaksud menghibur Komandan Pacul, namun kekalahan kali ini tidak buruk-buruk amat. Semangat marhaenis masih jadi nilai tak lekang. Misal saja PDIP sedikit lebih cepat dan taktis pasca Pemilu 2024, mungkin ada potensi kemenangan dalam Pilkada Jateng. Atau misal Bambang Pacul lebih muda 10 tahun dan dicalonkan, kemungkinan pasti menang telak.
Percayalah, Banteng Merah tidak kalah sepenuhnya. Against all odds, Bambang Pacul tetap sukses menakhodai PDIP. Menerjang badai dan monster yang siap melahap banteng merah bulat-bulat. Memang, kapal rusak parah. Tapi semua selamat dan bendera banteng berkibar di pulau terakhir. Mengikat kuat mereka yang setia, untuk tetap membusungkan dada setelah badai menghajar.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Komandan Bambang Pacul Membuat Ribuan Orang Biasa Berani Bermimpi Jadi Orang Besar