Menurut salah seorang kawan, tinggal di Malang adalah hal yang menyenangkan. Mengingat udara di Malang (dianggap) sejuk, fasilitas kesehatan dan pendidikan cukup memadai, dijangkau dengan kereta dan bus pun sangat mudah. Satu lagi yang nggak kalah asik menurutnya adalah tinggal cabut ke Batu buat healing kalau lagi suntuk.
Batu yang masih bertetangga dengan Malang memang menawarkan wisata yang lengkap dalam satu tempat. Mau menikmati wisata alam, wahana yang seru, belanja buah murah langsung dari kebunnya juga ada. Panorama Batu yang indah dan udaranya yang sejuk menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Walaupun plesir ke Batu sangat menyenangkan, sebenarnya nggak semua orang Malang semangat untuk pergi ke sana. Berikut beberapa alasannya.
Daftar Isi
#1 Lalu lintasnya padat, apalagi kalau barengan wisuda
Mengunjungi Batu saat akhir pekan atau musim liburan adalah pilihan yang cocok untuk menyiksa diri sendiri. Sebagai kota wisata, jelas saja Batu akan banyak dikunjungi di hari libur. Kemacetan mulai bisa dirasakan ketika memasuki wilayah Dinoyo. Jalan tersebut memang menjadi ruas utama penghubung Malang ke Batu.
Sebenarnya, kemacetan dari Malang menuju Batu belum ada apa-apanya dibandingkan kemacetan Jakarta atau Puncak saat musim liburan. Masih dalam kategori padat merayap saja. Namun, sebagai warga yang kota tempat tinggalnya tidak terlalu besar, kepadatan lalu lintas seperti ini tetap saja mengganggu kenyamanan. Ruas jalan utama yang menghubungkan Malang dan Batu masih tergolong sempit, kurang memadai untuk mengakomodasi lonjakan kendaraan di musim liburan.
Kondisi macet akan semakin parah ketika musim wisuda yang sering diselenggarakan pada akhir pekan, kira-kira akhir Februari, Mei, Agustus, Oktober, dan November. Perlu diketahui bahwa banyak kampus yang tersebar di sekitar Dinoyo. Ada UB, UM, Polinema, UIN, Unisma, dan UMM. Bisa dibilang pusatnya kampus-kampus unggulan berkumpul di daerah situ. Jangankan musim wisuda, hari biasa pun lalu lintas terasa padat ketika perkuliahan aktif.
Saya sendiri pernah ketiban apes terjebak kemacetan itu. Perjalanan pulang dari Batu yang biasanya ditempuh kurang dari satu jam jadi molor hingga lebih dari dua jam. Saya nggak tau kalau hari yang saya pilih untuk main ke Batu bertepatan dengan wisuda UB. Buat pengendara yang nggak hafal jalan tikus di Malang pasti bakal kesulitan keluar dari kemacetan.
Selain musim wisuda, bulan Agustus juga perlu diwaspadai. Mengingat banyak karnaval yang yang diselenggarakan di bulan itu untuk memperingati kemerdekaan RI. Kota Malang cukup rajin mengadakan karnaval di bulan Agustus. Sedangkan di Batu sendiri ada karnaval “1000 Banteng” yang menjadi agenda tahunan. Acara karnaval semacam ini akan mengundang banyak penonton dan membuat jalanan semakin macet.
#2 Jalan ke Batu berbahaya saat musim hujan
Kota Batu yang berada di dataran tinggi membuat jalanannya berbahaya untuk ditempuh saat musim hujan. Jalan menjadi licin dan rawan longsor, terutama di daerah Pujon. Apalagi, lebar jalan di Kawasan itu cukup sempit dan sering berpapasan dengan bus jurusan Kediri. Hindari berwisata ke daerah Payung dan Coban Talun saat musim hujan.
#3 Terlalu banyak wisatawan malah membuat suasana kurang nyaman
Banyak wisatawan memang berdampak baik untuk perekonomian lokal. Namun, dari sisi warga lokal yang mau liburan, hal ini malah membuat kurang nyaman. Pertama, jalanan akan semakin macet. Saat musim liburan, kita bisa melihat berbagai plat motor luar kota memenuhi jalanan Batu. Macetnya lalu lintas membuat semangat liburan merosot duluan sebelum sampai ke destinasi wisata. Selain itu, pengendara luar kota yang nggak fasih mengemudi di jalur menanjak, tidak terlalu lebar, dan berkelok seperti Batu akan membahayakan pengguna jalan lainnya.
Kedua, tempat wisata yang terlalu penuh dengan pengunjung membuat kita tidak bisa menikmati tempat wisata dengan leluasa. Mau menikmati pemandangan malah ketutupan lautan manusia. Mau antre wahana malah terjebak antrean yang mengular. Daripada bete, mending tidur-tiduran aja di rumah.
Ketiga, banyaknya wisatawan membuat standar harga menjadi naik. Misal, tiket wisata akan mahal dan harga makanan lebih tinggi, tapi kurang menjaga mutu. Sebenarnya harga-harga di Batu masih terjangkau kok. Namun, bagi warga lokal yang uangnya pas-pasan, bawa banyak pasukan, dan mengerti pasaran harga setempat, rasanya seperti dipalak saja.
#4 Sudah terlalu sering pergi ke Batu
Mengingat dekatnya jarak antara Malang dan Batu, orang Malang bisa jalan-jalan ke Batu lebih sering dari warga kota lainnya. Wajar saja jika hal ini memicu kebosanan. Meskipun sangat indah, sebenarnya wisata Batu ya begitu-begitu saja, tidak banyak kebaruan yang bisa ditemukan. Misalnya, Jatim Park dan Selecta yang sejak saya SD konsepnya masih sama tanpa ada perubahan yang signifikan.
Bagi warga Malang yang bisa main sewaktu-waktu karena jaraknya yang dekat, Batu memang terkesan membosankan. Namun, bagi warga luar kota yang jauh dan jarang berkunjung, Batu tetaplah spektakuler. Alamnya indah, udaranya segar, dan banyak kegiatan yang bisa dicoba untuk mengobati penatnya hidup di kota besar.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Selain Lembang, Orang Bandung Juga Ogah Berwisata ke Ciwidey
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.