Kegiatan KKN—atau di kampus saya disebut kuliah pengabdian masyarakat (KPM)—baru saja saya laksanakan. Kegiatan ini menyisakan banyak kenangan dan juga kejutan. Kebetulan saya yang berkuliah di salah satu kampus di Ponorogo ini mendapatkan penempatan di daerah yang tak jauh dari kampus, yakni Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Bulukerto. Walaupun hanya perlu waktu tempuh kisaran satu jam dari Ponorogo, Kecamatan Bulukerto sudah beda provinsi dengan kampus saya.
Lingkup kehidupan sosial maupun budaya di Bulukerto saya kira memiliki banyak kesamaan dengan daerah di sekitarnya seperti Magetan atau Ponorogo yang sebenarnya beda provinsi. Ternyata asumsi saya salah besar.
Jika kalian adalah orang Jawa Timur, pasti kalian akan merasakan culture shock seperti saya. Ada beberapa hal yang perlu kalian ingat apabila menapak di Jawa Tengah, khususnya Bulukerto Wonogiri.
Daftar Isi
#1 “Gerakan” di Bulukerto Wonogiri punya arti beda dengan di tempat lain
Sebagaimana yang sering saya dengar dulu dari guru maupun buku-buku yang saya baca, bahwa salah satu budaya bangsa Indonesia adalah suka gotong royong. Di era yang semakin modern ini saya masih bisa menemui gotong royong yang masih lestari.
Di Bulukerto Wonogiri sendiri bentuk gotong royong yang masih terjaga tercerminkan dari kegiatan kerja bakti. Warga menyebut kegiatan kerja bakti dengan sebutan “gerakan”. Jadi, bila kalian berkunjung ke Bulukerto dan diajak warga untuk gerakan, itu artinya kalian diajak ikut kerja bakti, bukan gerak badan goyang kaki, ya.
#2 Tenda nikah
Saya yang terbiasa dengan pemandangan tenda atau terop resepsi berbahan besi sedikit terkejut ketika datang ke Bulukerto. Sebab, saya menemukan tenda resepsi di sini ada yang masih menggunakan bambu sebagai penyangga utama dan penutup bagian sampingnya, jadi nggak menggunakan kain seperti di Jawa Timur.
#3 Kondangan
Mungkin kebanyakan orang Jawa Timur akan terbayang resepsi pernikahan apabila mendengar kata “kondangan”, tak terkecuali saya. Tapi ternyata nggak demikian dengan yang terjadi di Bulukerto Wonogiri.
Di sini, kondangan nggak diartikan sebagai menghadiri acara resepsi, melainkan syukuran atau acara doa bersama. Mungkin kondangan di sini adalah padanan kata dari ruwatan, slametan, atau genduren kalau di Jawa Timuran.
Jadi, apabila kalian datang ke Bulukerto Wonogiri dan tiba-tiba diundang untuk ikut kondangan nggak perlu panik, ya. Nggak usah sibuk memikirkan harus pakai baju bagus yang mana, atau berapa uang sumbangan yang akan dikeluarkan. Cukup hadir mengenakan pakaian yang sopan.
#4 Perbaikan gizi
Masih kentalnya budaya “kumpul mesti mangan” bukan “mangan ra mangan sing penting kumpul” membuat kalian harus menyiapkan ruang yang cukup di lambung jika main ke Bulukerto Wonogiri. Bagaimana tidak, tiap ada acara kondangan, pasti kalian bakal disuguhi hidangan yang nggak gemen-gemen porsinya. Kalau saya kira-kira, sekali makan di acara kondangan di sini bisa untuk makan tiga kali saat hidup di kos.
Tak hanya porsi makannya yang banyak, kalian bakal disuguhi ayam panggang di setiap acara kondangan. Selain itu, apabila kalian datang ke daerah ini saat bulan Suro atau Muharram, siap-siap saja datang ke acara kondangan tiga kali sehari. Bakda asar, magrib, dan isya. Intinya, siap-siap berat badan bakal naik selama berada di Bulukerto Wonogiri, deh.
#5 Budaya minim sampah di Bulukerto Wonogiri
Berdasarkan pengalaman saya ikut acara syukuran atau slametan, biasanya akan ada suguhan yang diberikan tuan rumah, entah itu berkat atau sekadar minuman berupa teh hangat atau kopi. Umumnya pula di daerah Jawa Timur, dari Magetan hingga Malang, berkat yang diterima berupa bingkisan berisi kudapan dan seceting nasi lengkap dengan lauk pauknya. Semua itu diperuntukkan dibawa pulang ke rumah tamu undangan masing-masing selepas slametan.
Nah, di sini masalahnya muncul. Lantaran dibawa pulang, maka perlu wadah yang praktis dan ringan. Plastik pun jadi andalan.
Akan tetapi di Bulukerto Wonogiri, nggak ada yang namanya berkat. Suguhan kondangan akan diberikan seusai pembacaan zikir dan doa, teh hangat lalu kudapan ringan, barulah ditutup dengan makanan berat. Konsep yang digunakan di daerah ini meminimalisir produksi sampah sekali pakai.
Itulah lima hal menurut saya yang bikin culture shock orang Jawa Timur ketika berkunjung ke Bulukerto Wonogiri. Apakah kalian juga mengalami hal serupa?
Penulis: Muhammad Nasihathullah Haq Babis
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Hal-hal yang Lumrah di Nganjuk, tapi Sulit Ditemui di Jogja.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.