Saya baru tau kalau lotek khas Solo pakai mie kuning juga!
Berdiri dari Jogja ke Solo di dalam KRL Jogja-Palur rupanya memang melelahkan dan menguras energi. Beberapa waktu lalu saya pergi ke Solo untuk menemani teman mengurus administrasi di kampusnya, Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Saya cukup beruntung bisa dapat tempat duduk karena berangkat dari Stasiun Yogyakarta. Sementara itu kedua teman saya yang naik dari Stasiun Brambanan terpaksa harus berdiri karena semua tempat duduk di dalam kereta sudah penuh.
Setelah sampai di Solo dan menyelesaikan ini-itu di UNS, kami pun memutuskan untuk pesan makan siang berupa lotek melalui aplikasi ojek online. Kami semua belum pernah mencoba, bahkan nggak punya bayangan apa pun tentang lotek ala Solo sebelumnya. Hanya saja pada saat itu kami memang agak kesulitan menentukan resto dengan cita rasa lotek yang enak. Selain itu, sebagian besar resto nggak ngasih deskripsi pada menu-menunya
Berbekal kepercayaan terhadap foto makanan dan rating-nya, kami pun order di salah satu resto yang berjarak 4 km dari UNS. Di catatan pesanan, kami juga request ke pedagangnya agar ngasih lebih banyak ketupat atau lontong. Maklum, kami kelaparan.
Daftar Isi
Isian lotek Solo yang mengagetkan orang Jogja
Begitu makanan tiba, kami langsung bersiap untuk menyantapnya. Tapi begitu bungkusan makanan terbuka, kami terkejut dengan isinya. Ternyata lotek khas Solo sangat berbeda dengan lotek khas Jogja.
Lotek khas Solo menggunakan kangkung, timun, dan taoge sebagai sayuran utamanya. Lalu ada telur, tahu, tempe, bakwan, dan kerupuk yang menjadi pelengkapnya. Sebenarnya cita rasa lotek khas Solo masih mirip dengan lotek khas Jogja karena manis. Tapi saya agak kecewa karena lotek khas Solo nggak pakai ketupat atau lontong. Sumber karbohidratnya adalah dari mie kuning yang langsung mengingatkan kami pada ketoprak.
Selain itu, kami juga kaget karena lotek khas Solo menggunakan banyak sekali timun. Timun bukan berperan sebagai pelengkap, melainkan sayuran utama. Kira-kira satu porsi itu menggunakan satu buah timun ukuran kecil-sedang. Kami merasa mubazir jika menyisihkannya karena saking banyaknya timun dalam satu porsi lotek yang kami santap. Keesokan harinya saya yang punya tekanan darah rendah ini lemas dan kliyengan karena kebanyakan makan timun tersebut.
Lotek nggak punya aturan pasti
Setelah saya coba cari tahu, ternyata memang lotek nggak punya patokan khusus mengenai isiannya. Mungkin karena inilah tiap daerah punya inovasi dan menciptakan variasi loteknya sendiri. Bahkan bisa saja antara satu penjual lotek dengan penjual yang lain memiliki perbedaan isian, meskipun mereka berada dalam satu daerah yang sama.
Tapi menurut Good News From Indonesia, isian lotek yang lebih pakem antara lain bayam, kol, dan taoge yang direbus lalu dicampur dengan bumbu kacang. Lotek yang seperti ini dipercaya asalnya dari Jawa Barat. Tapi kembali lagi, setiap daerah punya variasinya masing-masing, tak terkecuali lotek khas Solo.
Isian lotek asal Jogja
Secara umum, isian lotek khas Jogja sangat berbeda dengan lotek khas Solo. Saya juga menyimpulkan bahwa isian lotek khas Jogja relatif sama antarkabupaten. Ini karena kami yang berasal dari tiga kabupaten berbeda di Jogja menyimpulkan bahwa lotek yang dijual di kawasan Kota Jogja dengan Kabupaten Bantul dan Sleman memiliki isian serupa.
Lotek khas Jogja biasanya berisi bayam, kenikir, taoge, kobis, tomat, dan timun sebagai sayurannya. Lotek ini pasti dilengkapi dengan bakwan, ketupat, dan kerupuk. Pelengkap tersebutlah yang membuat kenyang. Selain itu, cita rasa lotek khas Jogja lebih dominan manis.
Rasa lotek khas Solo masih bisa diterima di lidah saya yang merupakan orang asli Jogja. Memang sih isian lotek khas Solo cukup membuat terkejut dan kurang mengenyangkan. Meskipun begitu, perbedaan isian lotek di dua daerah ini saja bisa menjadi representasi bahwa makanan Indonesia memang sangat beragam dan bebas untuk divariasikan.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Lotek Jogja, Kuliner yang Terlampau Inovatif.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.