Pagi banget iseng-iseng buka Twitter, cuma buat ngecek apa sih yang jadi trending hari ini? Fokus saya langsung tertuju pada satu tagar yang nangkring di deretan atas. Bukan, tentu bukan #bokepterbaru. Sebab untuk urusan yang satu ini, saya merasa lebih mandiri dan cukup mampu buat nyari link-nya yang tersebar secara cuma-cuma di jagad dunia maya. Eh. Perhatian saya lebih tercuri oleh nama “Coki” yang sepagi ini udah nongol dengan predikat lima besar trending Twitter. Bikin ulah apalagi to Coki Pardede iki?
Bukan Coki Pardede namanya kalau joke-nya nggak bikin kesel dan sangat potensial jadi bumerang bagi dirinya sendiri. Anda tentu sudah hafal. Pasalnya ini bukan kali pertama tuh anak sukses bikin dirinya menyandang gelar sebagai “musuh masyarakat”. Edyan tenan, og.
Kali ini seputar Imlek dan bencana Corona yang sedang menimpa China. “Gong Xi Fa Caii!! Apakah di tiongkok pas angpao di buka isinya Virus Corona?“ Twittnya di akun @pardedereza. Pantes saja kalau se-Indonesia langsung melaknat komedian yang emang nggak ada kapok-kapoknya berurusan sama netizen +62 yang terkenal sadis dan berdarah dingin.
Oke, mungkin menurut Coki Pardede, apa yang dilontarkan itu masuk dalam kategori dark joke, jadi ya menurutnya biasa-biasa saja. Tapi bagi sebagian orang, joke yang ini dinilai nggak tahu tempat dan sangat tendensius buat nyakitin sisi kemanusiaan orang lain.
Kenapa nggak tahu tempat? Awal tahun ini bisa jadi tahun duka bagi warga negera China khususnya bagi yang berdomisili di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Momen tahun baru Imlek yang seharusnya sakral dan penuh kebahagiaan nyatanya harus mereka lewati dengan korban berjatuhan akibat terjangkit virus Corona. Korban yang setiap hari terus meningkat, sampai dengan hari ini (26/01) bahkan tercatat 56 orang tewas dan sekitar 2.000 orang mulai terinfeksi.
Jadi joke Coki Pardede kali ini emang nggak banget, deh, saya akui itu. Sampai-sampai komedian sekaligus sutradara yang baru saja sukses dengan film Imperfect-nya—Koh Ernest—angkat bicara di kolom komentar akun Twitter milik Coki. Sebab kalau ngomongin joke nih ya, mana yang lucu coba dari cuitan Coki Pardede ini? Pasalnya bagaimanapun, yang namanya bencana, musibah, nggak ada pentes-pantesnya buat dijadiin lelucon. Nggak ada lucu-lucunya juga buat diketawain. Emang dah urusan nge-joke, belum ada yang dilevel Gus Dur.
Sebenarnya nggak cuma Coki Pardede sih yang bikin joke serupa soal Virus Corona. Beberapa yang saya comot dari Twitter—tanpa harus nyebut nama akunnya—misalnya, ada yang ngetwitt, “Virus Corona nyebar lewat hp Xiao Mi.” Atau dari akun yang berbeda, “Virus Corona nggak akan bertahan lama, karena made in China.” Kenapa hanya Coki yang dihujat? Wah kalau ini saya nggak ikut-ikutan. Tapi saya tetap berpegang pada prinsip, nggak etis aja kalau kita ketawa-ketawa di atas musibah yang diderita orang lain. Di mana jiwa kemanusiaan kita, Men?
Tapi saya malah jauh lebih respect sama Coki Pardede ketimbang dengan sekelompok orang yang nganggep kalau suatu bencana adalah ganjaran lantaran merajalelanya kezaliman dan kemaksiatan. Pendek kata, Virus Corona bagi kelompok ini tidak lain adalah azab yang turun langsung dari langit. Malah ramashok blas.
Seperti yang saya comot dari akun Instagram @indonesiabertauhid. Si admin dengan seenaknya memposting foto yang caption-nya berbunyi, “Mereka memenjarakan muslim Uighur. Corona balas ‘memenjarakan 41 juta mereka’”. Pliiis deh, bisa nggak sih dikit-dikit nggak usah bawa-bawa persoalan ideologis?
Meski sama-sama nggak tepat sasaran, tapi cuitan Coki Pardede agaknya jauh lebih bisa diterima ketimbang dengan postingan akun Instagram tersebut. Coki, meski nggak bisa dibenerin, tapi joke-nya nggak ada tuh konotasi yang mengarah pada apa yang saya sebut “nyukurin” korban terjangkit Virus Corona.
Jelas berbeda dengan kelompok yang katanya bertauhid itu. Caption dalam postingan tersebut kalau saya transliterasi pakai bahasa sehari-hari bisa jadi begini nih; “Sukurin lo, udah komunis, kafir, zalim lagi. Rasain, makan tuh Corona!.” Bisa jadi gitu loh, Men, terjemah bebasnya. Malah kelihatan nggak ada simpati-simpatinya sama sekali. Kalau sudah begitu, yang patut kita pertanyakan bukan perikemanusiannya, tapi situ sebenernya manusia apa bukan, sih? Kalau manusia kok nggak ada hati. Hadaaahhh. Dark mind kayak gini bener-bener berbahaya.
Saya jadi teringat dengan kejadian tahun lalu, saat gempa dan tsunami menerpa Lampung dan sekitarnya. Saya yang biasanya tidur pas khotbah Jumat, siang itu tiba-tiba jadi spaneng buat dengerin isi khotbah. Saya heran saja, si khatib yang bergelar professor itu kok ya bisa-bisanya bilang gini, “Bencana yang menimpa mereka adalah peringatan, karena salama ini mereka telah abai dengan perintah Allah, mereka telah banyak berbuat maksiat, homo, prostitusi,” dst.
Pliiiss deh, kalau emang nggak simpati sama korban bencana, baik korban Corona atau apa pun itu, mending diem aja. Nggak usah ditunjuk-tunjukkin di muka umum. Bantu mengatasi masalah juga nggak, meringankan beban korban apalagi.
Nah dari sini saya jadi menyimpulkan, kayaknya dark mind emang lebih gelap dari dark joke. Satu lagi, kalau kita nggak bisa jadi influencer yang manfaat bagi orang lain, paling tidak kita nggak jadi biang masalah, bawa-bawa Tuhan, lagi. Udah gitu aja.
BACA JUGA Tolonglah, Jangan Jadikan “Open Minded” Sebagai Dalih Kebodohan Kalian! atau tulisan Aly Reza lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.