Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Jatuh Cinta Berkali-kali pada Lasem Rembang, Kecamatan dengan Sejarah Jaringan Perdagangan Candu

Maryza Surya Andari oleh Maryza Surya Andari
13 Januari 2024
A A
Jatuh Cinta Berkali-kali pada Lasem Rembang, Kecamatan dengan Sejarah Jaringan Perdagangan Candu

Jatuh Cinta Berkali-kali pada Lasem Rembang, Kecamatan dengan Sejarah Jaringan Perdagangan Candu (Mahmur Marganti via Unsplash)

Share on FacebookShare on Twitter

Bukan di La Rambla Spanyol atau Kota Tua Jakarta, tempat favorit saya di muka bumi untuk berjalan kaki dan menikmati bangunan bersejarah adalah Lasem. Kota kecamatan di Kabupaten Rembang ini telah dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai Tiongkok Kecil. Julukan ini merujuk pada pemukiman warga Tionghoa yang masih lestari hingga kini walau sudah berusia ratusan tahun. 

Apa sih istimewanya Lasem Rembang sehingga mengalahkan destinasi bersejarah terkenal lainnya? Untuk memahami opini saya, ada baiknya menengok kembali sejarah awal mula masyarakat peranakan tiba di Indonesia.

Pada abad ke-14, Lasem menjadi salah satu wilayah yang dihuni imigran China, selain Sampotoalang (Semarang) dan Ujung Galuh (Surabaya). Kata Lasem konon berasal dari Bahasa Tiongkok Selatan yaitu Lao Sam yang artinya 63, dipercaya dahulu ada 63 armada kapal Jung yang terdampar karena badai. Para penghuni kapal yang terdampar kemudian menetap di wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Lasem.

Pendapat lain mengenai sejarah Lasem Rembang berkaitan dengan usaha diplomasi Laksamana Cheng Ho ke Kerajaan Majapahit. Pasca kedatangan Cheng Ho dan atas persetujuan Raden Wijaya, arus migrasi dari China daratan diperbolehkan untuk meningkatkan aktivitas perniagaan. Pendatang dari Tiongkok kemudian banyak bermukim dan mendirikan koloni di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Peninggalan bersejarah yang menjadi penanda betapa tuanya pengaruh budaya China di Lasem Rembang adalah Klenteng Cu An Kiong. Klenteng dengan Dewi Samudra sebagai dewa utamanya ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15. Pemukiman di sekitar klenteng menjadi cikal bakal pemukiman pertama masyarakat Tionghoa di Lasem.

Makin ramai dan luas

Wilayah Lasem Rembang kemudian semakin ramai dan meluas dengan kedatangan warga Tionghoa dari Batavia di tahun 1740 yang melarikan diri dari tragedi pembantaian oleh Belanda. Pada abad ke-18, Lasem berkembang menjadi daerah Pecinan terkaya di tanah Jawa karena perdagangan candu. Pelabuhan Lasem dan Juwana, yang berada di sebelah barat Lasem, menjadi sentra jaringan penyelundupan opium se-Asia kala itu.

Sisa-sisa kejayaan perdagangan candu hingga kini masih tersisa di kawasan Pecinan Lasem, tepatnya ada di Desa Karangturi, Desa Babagan, Desa Soditan dan Desa Sumber Girang. Bertahun-tahun yang lalu ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di Lasem, rumah tua yang dijadikan destinasi wisata belum sebanyak sekarang. Saya dapat dengan mudah masuk ke salah satu rumah tua yang tidak berpenghuni dengan meminta izin terlebih dulu kepada penjaganya.

Saya tercekat beberapa detik ketika memasuki area rumah kuno bergaya Fujian yang cantik. Semua bangunan di kawasan Tiongkok Kecil berupa rumah satu lantai seluas paling tidak 1500 meter persegi, tidak ada yang bertingkat. Kebanyakan rumah tersebut tidak berpagar. Sebagai ganti pembatas rumah dengan jalan adalah tembok kokoh dan pintu jadul yang berusia lebih dari dua abad. Pinggiran atap setiap rumah kuno itu kebanyakan berbentuk burung walet, betapa eksotis. Di salah satu rumah yang bisa saya kunjungi, masih terdapat altar sembahyang besar dan megah di tengah ruangan, lengkap dengan foto para leluhur yang berwarna hitam putih pudar karena waktu.

Baca Juga:

3 Hal yang Jarang Orang Bicarakan Soal Rembang

Jalan Pantura Rembang Adalah Jalan Nasional Terburuk, Tidak Pernah Benar-benar Layak Dilewati

Indera penglihatan saya masih mengingat cantiknya gang-gang pemukiman desa Karangturi yang kanan kirinya berupa tembok tebal putih nan usang berusia ratusan tahun. Tembok-tembok putih yang mengelupas dan berlumut itu membentuk sebuah lorong. Dari kejauhan, terlihat warna warni pudar pintu-pintu tua yang terletak di bagian depan rumah, baik rumah yang kosong maupun berpenghuni. Melewati jalanan itu, rasanya waktu seakan berhenti berputar di abad ke-18.

Arsitektur bangunan Lasem yang memikat mata

Rumah dan bangunan di wilayah Pecinan Lasem memiliki desain yang berbeda-beda, dengan budaya China sebagai pengaruh yang terkuat. Beberapa bangunan seperti Lawang Ombo dan Polsek Lasem mengadaptasi gaya arsitektur Eropa,. Hal tersebut bisa dilihat dari pilar-pilar beton besar di area depan bangunan. Sebagian rumah terpengaruh budaya Jawa dengan penggunaan gladhak sebagai konstruksi utama, bukan batu seperti umumnya rumah bergaya Fujian, keunikan rumah gladhak ini bisa dilihat di Museum Nyah Lasem.

Akulturasi budaya di Lasem tidak berupa bangunan saja, tetapi juga tertuang pada seni batik tulis. Batik tiga negeri asal Lasem adalah batik dengan corak paling rumit yang pernah saya ketahui. Kompleksitas batik tiga negeri ini merepresentasikan tiga budaya yang berpengaruh di Lasem, sekaligus memadukan motif batik pedalaman (Solo dan Jogja) dengan motif pesisiran (Cirebon dan Pekalongan). Warna-warni Batik Lasem yang menggunakan warna merah mengkudu (terinspirasi budaya Tionghoa), biru indigo (budaya Belanda), dan coklat sogan (budaya Jawa) sangat cantik dan unik!

Jika mampir berbelanja batik Lasem sempatkan juga melihat para pengrajin batik, biasanya para perajin batik bekerja di bagian atas atau belakang toko. Mereka adalah wanita-wanita yang mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk melukis motif kupu-kupu, burung hong, naga, banji dan bunga seruni. Saya sempat berbincang dengan para pembatik yang kebanyakan sudah bekerja lebih dari usia saya. Dengan tekun, tangan-tangan yang berkerut mewarnai batik tiga negeri dengan warna abang getih pithik khas Lasem.

Guyub yang bikin eyub

Saya semakin jatuh cinta dengan Lasem ketika melihat dengan mata kepala sendiri guyubnya kehidupan masyarakat yang berbeda etnis dan agama. Rembang sejak dahulu sudah dikenal sebagai kota santri, kyai kharismatik pun banyak yang berasal dari daerah ini. Bukan pemandangan yang aneh bertemu Gus Mus yang sedang menyantap sea food paling enak se-pantura di Resto Hien, kemudian mengobrol dan berfoto dengan pemilik restoran. Juga adalah pemandangan biasa melihat opa-oma di Desa Karangturi yang menyapa ramah ustaz dan para santri yang sedang bersepeda ke masjid.

Keindahan akulturasi budaya Lasem yang tertuang dalam seni bangunan dan wastra sepertinya bukan faktor utama yang menjadikan saya kesengsem Lasem. Ada rasa ayem dan damai setiap kali menyaksikan vibrasi penuh cinta kasih antarmanusia yang beda etnis dan agama di sini. Mungkin hati kecil saya berharap, seharusnya interaksi setiap insan yang beragam tidak perlu jadi FYP atau viral. Seakan-akan berkawan dengan yang berbeda itu istimewa. Mungkin saya masih terus berharap bahwasanya kebaikan dan kedamaian antarmanusia yang berbeda menjadi hal yang biasa, berdenyut bagai nadi kehidupan di Lasem.

Penulis: Maryza Surya Andari
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Mengupas Sebab Lenyapnya Situs-situs Majapahit di Bumi Lasem

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 13 Januari 2024 oleh

Tags: batiklasemrembangsejarah
Maryza Surya Andari

Maryza Surya Andari

Ibu bekerja yang bercita-cita menjadi penulis.

ArtikelTerkait

4 Salah Kaprah Jurusan Sejarah yang Terlanjur Melekat dan Dipercaya Banyak Orang Mojok.co

4 Salah Kaprah Jurusan Sejarah yang Terlanjur Melekat dan Dipercaya Banyak Orang

18 November 2025
Sejarah Gunung Sindoro dan Misteri Suara Sinden di Jalur Pendakian

Sejarah Gunung Sindoro dan Misteri Suara Sinden di Jalur Pendakian

27 Mei 2022
Kisah Lokomotif Tua yang Teronggok di Depan SMK 2 Jogja yang Ternyata Lokomotif Paling Bersejarah Di Indonesia

Kisah Lokomotif Tua yang Teronggok di Depan SMK 2 Jogja yang Ternyata Lokomotif Paling Bersejarah Di Indonesia

25 Februari 2024
Batik Terkenal, Lingkungan Tercemar: Kisah Warga Pekalongan yang Mulai Berdamai dengan Pencemaran Lingkungan hari batik

Batik Terkenal, Lingkungan Tercemar: Kisah Warga Pekalongan yang Mulai Berdamai dengan Pencemaran Lingkungan

31 Juli 2023
Sejarah dan Misteri Jeritan Minta Tolong di Jembatan Merah Surabaya

Sejarah dan Misteri Jeritan Minta Tolong di Jembatan Merah Surabaya

10 Oktober 2022
Pengalaman Saya Saat Hendak Wawancara Polisi di Tengah Aksi terminal mojok.co

Mengenang Hoegeng, Polisi Jujur yang Pernah Disebut Gus Dur

14 Oktober 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

14 Desember 2025
Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

15 Desember 2025
3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
AeroStreet Black Classic, Sepatu Lokal Harga 100 Ribuan yang Awet Mojok.co

AeroStreet Black Classic, Sepatu Lokal Harga 100 Ribuan yang Awet

11 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna
  • Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus
  • Raibnya Miliaran Dana Kalurahan di Bantul, Ada Penyelewengan
  • Hanya Punya 1 Kaki, Jadi Kurir JNE untuk Hidup Mandiri hingga Bisa Kuliah dan Jadi Atlet Berprestasi
  • UNY Mengajarkan Kebebasan yang Gagal Saya Terjemahkan, sementara UAD Menyeret Saya Kembali ke Akal Sehat Menuju Kelulusan
  • Cerita Robet: Teknisi Yamaha Indonesia Ukir Prestasi di Ajang Dunia usai Adu Skill vs Teknisi Berbagai Negara

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.