Memang banyak kampus yang punya tempat ibadah multiagama. Tapi, kalau bicara yang pertama, UNS adalah jawabannya.
Jika UNS adalah seorang kawan, maka topik yang bakal dijadikan bahan ceng-cengan di tongkrongan adalah perihal namanya. Bagaimana bisa Universitas Sebelas Maret kok disingkat jadi UNS? Kenapa tidak USM atau USEMAR saja?
Ya. UNS memang unik dari segi nama. Berawal dari nama aslinya, yaitu Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret, kampus yang dikenal dengan julukan ‘The Green Campus’ ini memang berganti nama menjadi Universitas Sebelas Maret di tahun 1982. Namun, meskipun telah berganti nama, Universitas Sebelas Maret tetap mempertahankan singkatan awalnya, yaitu UNS.
Selain unik karena singkatan dan nama aslinya yang nggak siku, tahukah kalian bahwa UNS ternyata menjadi kampus pertama di Indonesia yang memiliki 6 tempat ibadah?
UNS punya enam tempat ibadah
Tak banyak yang tahu bahwa kampus yang terletak di Kecamatan Jebres Kota Surakarta ini memiliki nilai sempurna dalam hal toleransi kehidupan beragama. Bagaimana tidak? Di UNS, ada 6 tempat ibadah yang disediakan untuk semua warga kampus. Jumlah rumah ibadah tersebut sama banyaknya dengan jumlah agama yang diakui di negara ini. Artinya, UNS memberikan hak beribadah yang sama, tanpa pandang bulu.
Enam rumah ibadah yang ada di Universitas Sebelas Maret, yaitu Masjid Nurul Huda, Gereja Katholik, Gereja Protestan, Pura Bhuana Agung Saraswati, Vihara Bodhisasana, serta Klenteng Sinar Kebajikan/Ming De Mi.
UNS Sang Pelopor
Memang, UNS bukanlah kampus satu-satunya yang memiliki rumah ibadah multiagama. Ada sejumlah perguruan tinggi lain, seperti Institut Teknologi Sumatera (Itera), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Institut Teknologi Nasional Malang (ITN), Universitas Pancasila Jakarta dan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang juga menyediakan fasilitas rumah ibadah bagi 6 agama tersebut.
Namun, jika kita menengok ke belakang, boleh dikatakan bahwa Universitas Sebelas Maret adalah pionirnya.
Awalnya, rumah ibadah yang berdiri pertama kali di kampus UNS adalah Masjid Nurul Huda. Tepatnya, pada 1982. Tiga tahun kemudian, menyusul peresmian Gereja Katolik dan Gereja Protestan. Tak berselang lama, yaitu di tahun 1986, rumah ibadah bagi umat hindu, yaitu Pura Bhuana Agung Saraswati juga diresmikan.
Pembangunan dua rumah ibadah selanjutnya berjarak cukup lama. Vihara Bodhisasana yang merupakan tempat ibadah bagi umat hindu diresmikan pada tahun 2001, sedangkan Klenteng Sinar Kebajikan baru diresmikan di tahun 2020.
Banyak kegiatan
Berbagai kegiatan keagamaan kerap dilaksanakan di tiap-tiap rumah ibadah tersebut. Di Masjid Nurul Huda, misalnya. Selain digunakan warga kampus untuk melaksanakan sholat 5 waktu, masjid Nurul Huda juga kerap menggelar acara, seperti pengajian maupun majelis taklim. Di bulan puasa, kegiatan di Masjid Nurul Huda akan semakin padat dengan adanya buka puasa bersama, tarawih, tadarusan, dll.
Setali tiga uang, geliat kerohanian juga tampak pada rumah ibadah yang lain. Di Pura Bhuana Agung Saraswati, umat Hindu di UNS melakukan sembahyang bersama, mengadakan upacara hari raya Hindu, dan piodalan yakni perayaan hari jadi tempat suci agama Hindu.
Di Vihara Bodhisasana, ada kegiatan puja bakti, meditasi, dan jumatan. Sementara di Klenteng Sinar Kebajikan, aktivitas kerohanian tersebut nampak pada kegiatan sekolah minggu, Imlek, dan Cheng Beng.
Soal kegiatan kerohanian ini, tak jarang para aktivitis keagamaan akan melibatkan unsur-unsur dari luar kampus. Misalnya, saat hari raya Natal. Dalam kegiatan ini, biasanya dari pihak gereja UNS akan menggandeng Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta untuk mengisi serangkaian acara.
Benteng Radikalisme
Melihat bagaimana UNS memiliki 6 rumah ibadah dalam satu area, saya jadi berpikir. Adakah regulasi yang mewajibkan kampus mendirikan rumah ibadah bagi semua agama? Nggak usah muluk-muluk sampai ke kampus swasta, deh. Cukup kampus negeri saja. Adakah?
Tolong koreksi jika saya salah. Tapi, sepanjang mengubek-ubek di internet, saya belum menemukan regulasi tersebut. Sayang sekali. Padahal, konstitusi mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Silakan cek di Pasal 31 ayat 3.
Itu baru soal amanat Undang-Undang. Belum soal dampak yang dirasakan oleh penghuninya.
Maksud saya gini. Sebagai orang yang beragama, tentu akan senang ketika kebutuhannya untuk beribadah dapat terpenuhi. Bayangkan seandainya lu jadi kaum minoritas yang nyari tempat ibadah udah kayak nyari jarum di tumpukan jerami. Sedih nggak, tuh?
Padahal, perihal toleransi agama ini sering sekali digembar-gemborkan. Tapi tetap saja, berita soal pembangunan rumah ibadah agama minoritas yang terkesan dipersulit masih saja muncul di permukaan. Seolah, toleransi beragama itu hanya sekadar diucapkan, tanpa adanya tindakan nyata.
Nah, pembangunan 6 rumah ibadah di UNS ini seolah membuka mata kita bahwa, ini lohhh, ada 6 rumah ibadah dalam satu areaaa, tapi nyatanya aman-aman saja, tuh. Semua saling menghargai satu sama lain. Kampus pun menjelma menjadi persemaian yang subur bagi tumbuh kembang benih perdamaian. Bonusnya? Kampus jadi filter dari praktik radikalisme dan intoleransi beragama. Adem, kan?
Kampusmu gimana, Lur? Punya berapa rumah ibadah, nih?
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 10 Istilah Unik yang Cuma Diketahui Mahasiswa UNS, Apa Saja?