Tahu nggak hal konyol yang bikin geleng-geleng kepala di tempat kerja? Ini bukan soal bos yang suka kasih kerjaan pas karyawannya cuti, ya. Kalau itu sih sudah biasa. Hal biasa yang sebenarnya jadi luar biasa itu adalah ketika harus berhadapan dengan rekan kerja yang moodyan. Moodyan itu biasa, tapi jadi luar biasa kalau kasus yang dihadapi adalah rekan kerja yang memang tektokan langsung dengan kerjaan kita. Asli deh, kejadian kayak gini bikin geleng-geleng kepala karena nyebelinnya luar biasa.
Rekan kerja toksik yang ambis sampai jatuhin orang lain di tempat kerja? Itu sih sudah banyak. Gimana kalau ditambah formula playing victim + bikin gosip di belakang + moodyan? Pecah, kan? Nah, setiap kali pindah kantor atau mendengar keluh kesah teman, saya pasti sering banget mendengar kisah ada satu rekan yang bikin tempat kerja makin berwarna. Berwarna suram maksudnya.
Berdasarkan beberapa artikel yang pernah saya baca, mood atau suasana hati ini memang keadaan emosional sementara yang sifatnya bisa berubah. Ada beberapa hal yang memengaruhi mood seseorang, misalnya kurang tidur, ketidakseimbangan hormon serotonin dan dopamin, atau bahkan cuaca pun bisa memengaruhi mood seseorang, lho. Tapi masih jadi misteri mengenai penyebab rekan kerja yang pagi hari pukul 08.00 masih tertawa, lalu berubah jadi marah dan jutek pada pukul 10.00.
Sialnya, rekan kerja yang moodyan begini bisa sangat dominan memengaruhi mood orang-orang di sekitarnya. Secara alami, memang ada saraf cermin (mirror neurons) yang ada di setiap otak manusia yang menyebabkan manusia juga bisa ikut merasakan suasana mood dan perilaku orang lain. Maka nggak heran kalau suasana kantor yang tadinya hangat, tiba-tiba bisa jadi dingin hanya karena satu orang mood-nya berubah.
Alih-alih belajar untuk self-awareness atau komunikasi yang baik, rekan kerja moodyan yang sering saya temui—dan mungkin juga kalian temui—justru lebih sering bilang, “Ya aku memang orangnya moodyan. Kalau lagi nggak mood pasti ngaruh ke mana-mana. Kenapa sih nggak ada yang ngertiin aku?”
Waduh, kalau dari dalam diri sendiri saja sudah enggan berubah sampai menuntut orang lain untuk mengerti dirinya yang complicated begitu, nggak usah heran kalau banyak orang yang akhirnya enggan dekat dan bahkan menghindari orang seperti itu ada dalam sirkel mereka.
Hidup nggak selembek itu sampai meminta orang lain untuk mengerti semua keadaan dan mood kita. Kalau sadar ada yang salah dengan cara diri sendiri mengatur mood atau perubahan mood yang drastis dan fluktuatif, solusinya ya cari pertolongan pada ahlinya, dalam hal ini bisa psikolog atau psikiater. Bukannya meminta orang lain mengerti dan menyeimbangkan sifat moodyan itu.
Saya nggak melarang orang untuk nggak memiliki mood/emosi atau bahkan nggak jujur dengan mood yang dirasakan, ya. Bagaimanapun mood ini kan memang alamiah dan ada dalam diri kita semua. Tapi coba bayangkan gimana frustrasinya orang-orang yang pengin mengerjakan semua secara profesional di tempat kerja, tapi jadi terhambat karena harus mengikuti mood satu orang rekan kerjanya. Demi apa? Cuma demi kerjaan bisa kelar.
Maka ketika sudah menangkap tanda bahwa mood kita sedang nggak baik-baik saja, perlu dikomunikasikan dengan baik. Jangan tiba-tiba marah, membanting barang di sekitar, atau bahkan memberi silent treatment sampai orang-orang di sekitar bertanya-tanya, “Salah gue apa woy? Kenapa lu tiba-tiba jadi tantrum?”
Saya jadi paham kenapa nggak semua orang yang sudah berusia lanjut itu layak dikatakan dewasa. Dewasa nggak dimulai dari saat kita punya KTP atau saat kita memutuskan untuk menikah. Menurut saya, dewasa dimulai dari seseorang saat mendapat kerjaan pertamanya. Di luar dari bagaimana cara kita menyikapi dan menghadapi masalah hidup, cara kita bersosialisasi dan menyelesaikan pekerjaan yang ada di depan mata juga berpengaruh pada kedewasaan kita.
Nggak lucu kan kalau kelihatan seperti bocah ingusan yang baru beranjak dewasa dan mengenali mood sendiri padahal sudah lahir ke dunia beberapa puluh tahun lalu? Malu, ah.
Penulis: Atik Soraya
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Atasan Menyebalkan di Tempat Kerja, Mulai dari si Superindo sampai si Sugih.