Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Takut Mati, Alasan Utama Orang Denial tentang Isu Perubahan Iklim

Anissa Kinaya Maharani oleh Anissa Kinaya Maharani
31 Mei 2022
A A
Takut Mati, Alasan Utama Orang Denial tentang Isu Perubahan Iklim

Takut Mati, Alasan Utama Orang Denial tentang Isu Perubahan Iklim (Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Barangkali bukan cuma saya di sini yang sering memperhatikan betapa banyaknya orang yang sering mengeluh akan cuaca yang kadang sangat panas, tapi sejam kemudian hujan deras. Biasanya banyak yang berkoar-koar mengaitkan keadaan cuaca ini dengan isu climate change dan global warming. Bahkan tidak segan-segan menunjuk suatu pihak dan menuduh tidak peduli dengan isu climate change atau perubahan iklim ini, seakan paling paham dan telah berkontribusi banyak.

Anehnya, perhatian orang-orang terhadap isu perubahan iklim ini hanya bertahan 15 hingga 30 menit. Setelah merasa puas dengan ceramahnya, mereka semua berhenti memperhatikan isu ini dan kembali mengerjakan aktivitas masing-masing.

Tapi hal ini bikin saya jadi penasaran, kenapa sih orang-orang denial banget terhadap isu perubahan iklim? Mereka seperti sadar akan dampak dari perubahan iklim ini, tapi tetap memilih untuk tidak peduli.

Rasa penasaran saya ini terjawab ketika saya lagi sibuk ngulik-ngulik buku bacaan di toko buku. Ada satu buku yang langsung menarik perhatian saya, karya George Marshall dengan judul Why Our Brains Are Wired to Ignore Climate Change. Sebenarnya, saya jarang baca buku nonfiksi, tapi entah kenapa kali ini saya nggak pake mikir buat beli buku itu. Saya sependapat banget dengan judul buku itu. Saya merasa orang-orang tuh seperti terikat untuk nggak peduli dengan permasalahan perubahan iklim. 

Padahal sebenarnya saya udah nabung lama buat beli buku idaman lain yang pengen banget saya baca, tapi gapapa, siapa tau saya bisa jadi the next Greta Thunberg. Uhuk.

Secara garis besar, buku ini menjelaskan alasan mengapa banyak manusia memilih untuk tidak peduli terhadap isu perubahan iklim. Buku ini juga menjelaskan bahwa tantangan utama dari isu perubahan iklim bukanlah dari segi ilmiah maupun teknis, melainkan dari segi psikologis manusia sendiri.

Salah satu teori psikologis yang bersangkutan dengan sikap denial dan ketidakpedulian manusia dengan isu ini adalah Terror Management Theory (TMT; Greenberg, Pyszczynski, & Solomon, 1986). Sederhananya, manusia memiliki model pertahanan untuk melindungi diri mereka sendiri dari kekhawatiran tentang kematian (mortality salience).

Ini menjelaskan kenapa masih banyak manusia yang memilih untuk membalikkan badan terhadap isu ini. Mereka memilih untuk tidak peduli dibandingkan harus memikirkan kematian yang akan meneror mereka yang diakibatkan oleh perubahan iklim. 

Baca Juga:

Gunung Arjuno Panas, Pertanda bahwa Perubahan Iklim Itu Nyata, Bukan Konspirasi!

Marilah Kita (Memaksa Diri) Menikmati Kemacetan Jogja dengan Elegan

Hal ini juga berkaitan dengan Neglect of Probability, yaitu salah satu bias kognitif yang menyebabkan seseorang untuk mengabaikan probabilitas tertentu, di mana seseorang tersebut akan menimbang positif dan negatif saat akan mengambil keputusan, kemudian memilih solusi yang paling positif dan mengabaikan kemungkinan-kemungkinan negatifnya. 

“Hidup saya udah cukup bermasalah, ngapain lagi saya memikirkan sesuatu yang jelas-jelas cuma akan menambah masalah?” begitu kurang lebih alasannya. Padahal, probabilitas negatif yang diabaikan punya dampak jauh lebih parah.

Dan nggak cuma orang-orang yang denial aja, saya juga sering menemukan opini orang-orang di media sosial yang berpendapat bahwa mereka skeptis isu perubahan iklim ini dapat ditangani. Emang sih, isu ini bisa dikatakan sangat abstrak dan berat, apalagi pengaruh atau dampaknya tidak langsung dan terasa seperti jauh dan masih lama, tapi bukan berarti nggak akan sampai pada kehidupan kita.

Di sini, cara sosialisasi dan pendekatan akan isu perubahan iklim kepada masyarakat berperan penting. Menurut saya pribadi, pendekatan isu perubahan iklim ke masyarakat akan jauh lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan secara pribadi dan emosional dari pada menjajarkan data-data saintifik. Menurut saya, masyarakat akan lebih mudah mengerti dan berempati jika isu ini disosialisasikan secara pendekatan emosional.

Bukannya saya nggak setuju dengan informasi-informasi isu perubahan iklim berbasis data saintifik hasil penemuan para saintis. Justru pendekatan ini sangat esensial, terutama untuk memaparkan hal-hal rasional terkait isu. Hanya saja, menurut saya, pendekatan secara emosional juga sama pentingnya. Apalagi jika disampaikan oleh seseorang yang memiliki pengaruh besar.

Sederhana saja, selain memberitakan isu perubahan iklim menggunakan kata dan data yang hanya Tuhan dan para saintis yang ngerti, kita juga dapat mengoptimalkan media sosial dengan sejuta influencer-nya untuk membuat konten menarik tentang isu ini dengan cara yang dapat menyentuh emosi dan empati masyarakat luas. Misal, memaparkan contoh nyata akibat dari perubahan iklim, seperti dokumentasi para penguin yang kehilangan habitatnya karena lapisan es yang semakin menipis.

Selain itu, konsistensi juga penting. Saya optimis dengan kita semua bekerja sama untuk konsisten mensosialisasikan isu perubahan iklim ini, psikologi masyarakat perlahan-lahan akan tergerak untuk peka dan mau berkontribusi hal-hal kecil untuk paling nggak, nggak memperparah kondisi bumi kita. Sebab, hal ini bukan sesuatu yang akan terjadi di masa depan, semuanya sudah terjadi sekarang.

Penulis: Anissa Kinaya Maharani
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Tertawa dari Awal Sampai Akhir Bersama Film Srimulat: Hil yang Mustahal

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 31 Mei 2022 oleh

Tags: denialperubahan iklim
Anissa Kinaya Maharani

Anissa Kinaya Maharani

Mahasiswa jurnalistik yang sedang belajar menulis.

ArtikelTerkait

3 Mitos Gunung Arjuno Malang yang Saya Patahkan Saat Pendakian

Gunung Arjuno Panas, Pertanda bahwa Perubahan Iklim Itu Nyata, Bukan Konspirasi!

12 September 2024
Perubahan Iklim- Ancamannya Nyata, tapi Kita Masih Tutup Mata (Unsplash.com)

Perubahan Iklim: Ancamannya Nyata, tapi Kita Masih Tutup Mata

31 Juli 2022
Jalan Kusumanegara Wujud Ruwetnya Jalanan Jogja (Unsplash)

Marilah Kita (Memaksa Diri) Menikmati Kemacetan Jogja dengan Elegan

6 November 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.