Di Indonesia, berita soal penerbitan Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan cukup menghebohkan. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa nama orang Indonesia sekarang tidak boleh bermakna negatif dan multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 karakter dan paling sedikit dua kata. Itu kan peraturan soal pemberian nama di Indonesia. Gimana kalau peraturan soal pemberian nama di Jepang? Apakah orang Jepang juga memiliki aturan dalam hal pemberian nama ini?
Seperti yang kita ketahui selama ini, nama orang Jepang terlihat lebih simpel. Sebut saja Uzumaki Naruto, Nohara Shinosuke, atau Nobi Nobita. Semua cukup dua kata. Sangat sederhana. Selain itu, pencantuman gelar di dokumen kependudukan seperti kartu asuransi, dll. di Jepang tidak berlaku. Jadi, tidak ada tuh Profesor di Jepang yang mencantumkan gelarnya di kartu identitas mereka. Akan tetapi, bagi perempuan Jepang, perihal nama ini memang agak ribet. Lantaran terkadang perempuan Jepang harus berganti nama mengikuti nama suaminya. Lantas, bagaimana nama orang Jepang dan perubahannya ketika sudah menikah?
Nama keluarga (myouji)
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, nama orang Jepang umumnya terdiri dari dua kata saja, yakni nama keluarga dan nama diri. Sebenarnya, ada aturan dalam pemberian nama orang di Jepang ini seperti yang tercatat dalam Undang-undang Daftar Keluarga. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa nama anak di Jepang harus menggunakan karakter biasa. Karakter yang dimaksud adalah huruf kanji. Seperti yang kita ketahui, nama orang Jepang bisa ditulis dalam huruf kanji (atau huruf hiragana).
Sementara untuk nama keluarga, umumnya terdiri dari dua kanji sederhana, misalnya nama keluarga Tanaka (田中) yang terdiri dari kanji Ta (田) dan Naka (中). Namun, ada juga nama keluarga yang hanya memakai 1 huruf kanji, misalnya 一 (dibaca Ninomae), 九 (dibaca Ichijiku), dan 皇 (dibaca Sumeragi). Selain itu, ada juga yang memakai 3 huruf kanji (misalnya 神来社 dibaca Karaito, 御手洗 dibaca Mitarai), 4 huruf kanji (misalnya 勅使河原 dibaca Teshigawara, 大豆生田 dibaca Oomameuda), dan yang paling banyak 5 huruf kanji (misalnya 左衛門三郎 dibaca Saemonzaburou, 勘解由小路 dibaca Kadenokouji). FYI, orang Jepang yang memakai nama keluarga seperti Saemonzaburou dengan 5 karakter huruf Kanji hanya sedikit jumlahnya, totalnya 10 orang saja di seluruh Jepang.
Meski jumlah huruf kanji ada sekitar 2.000 buah, tidak semua bisa dipakai menjadi nama keluarga. Biasanya huruf yang dipakai berhubungan dengan alam, tapi tak menutup kemungkinan kanji jenis lain juga digunakan. Di beberapa daerah tertentu, ada nama keluarga tertentu yang sangat populer. Hal ini biasanya berkaitan dengan sejarah. Beberapa nama keluarga yang sangat populer dan masuk ranking 10 besar di seluruh Jepang antara lain Satou, Suzuki, Takahashi, Tanaka, Watanabe, Itou, Yamamoto, Nakamoto, dan Katou. Setidaknya ada sekitar 300 nama keluarga yang sering dipakai oleh orang Jepang dari setidaknya 300.000 nama keluarga sejak zaman dulu sampai sekarang. Mereka juga memiliki data nama keluarga yang terbanyak di masing-masing prefektur, lho.
Tak hanya orang Indonesia yang punya nama nyeleneh, di Jepang juga ada nama keluarga yang unik. Nama unik ini misalnya saja berhubungan dengan nama sayuran dan makanan seperti Yaoya (toko sayur), Su (acar), Shouyu (kecap asin), Izakaya (tempat minum sake), Shoumen (sejenis mi tipis), dll. Ada juga orang Jepang yang menggunakan nama kota seperti Tokyo dan Pekin sebagai nama keluarga mereka. Unik, ya?
Nama diri (namae)
Setelah nama keluarga, ada nama diri sendiri. Nama keluarga merupakan nama turunan dari pihak laki-laki (ayah), sementara nama diri sendiri biasa merupakan nama yang diberikan oleh orang tua.
Beberapa nama diri sendiri yang cukup populer di Jepang sekarang ini antara lain Ren, Haruto, Aoi (untuk anak laki-laki), Himari, Tsumugi, Rin (untuk anak perempuan), dsb. Nama-nama ini sebenarnya telah mengalami perubahan dari nama orang Jepang pada tahun 1950-an. Dulu, nama anak laki-laki di Jepang biasanya berakhiran ~rou (misalnya Ichirou, Jirou, Saburou, dll.) dan nama anak perempuan biasanya berakhiran ~ko (misalnya Tomoko, Akiko, Masako, dll.)
Sementara di era modern, orang Jepang sepertinya tidak ingin menunjukkan perbedaan gender dari namanya. Bahkan nama Aoi juga cukup populer untuk anak perempuan. Jadi, ketika ada nama Watanabe Aoi, kita belum bisa menebak apakah si empunya nama laki-laki atau perempuan. Beda dengan zaman dulu di mana seseorang bernama Watanabe Tomoko ya sudah pasti seorang perempuan, sedangkan Watanabe Ichirou ya sudah pasti seorang laki-laki.
Nama setelah menikah
Agak berbeda dengan Korea Selatan, nama keluarga suami atau istri di Jepang harus diubah mengikuti nama keluarga pasangannya. Kalau di Korea Selatan, nama istri tetap dan nama anak akan mengikuti nama ayahnya. Di Jepang, anak harus mengikuti nama keluarga yang sudah ditentukan. Hampir 96% istri mengikuti nama keluarga suaminya setelah menikah, dan sisanya 4% suami mengikuti nama keluarga istrinya.
Kebayang kan kalau dalam suatu keluarga Jepang anaknya perempuan semua, berarti berakhir dong nama keturunannya? Nah, oleh karena itulah ada juga suami yang ikut nama istrinya dengan alasan ini. Alasan lainnya biasanya ada bisnis keluarga yang harus diteruskan. Dilematis sekali ya perihal sistem nama orang Jepang ini. Dari sini terlihat sekali sistem patriarki yang masih sangat kental di Jepang.
Setelah menikah, seseorang harus segera mendaftarkan diri ke kantor urusan kependudukan (mungkin sama seperti disdukcapil kalau di Indonesia) untuk mengurus penggantian nama, alamat, kartu asuransi, kartu keluarga, pindah rumah, paspor, dll. Agak ribet sih, tapi memang harus segera dilakukan agar urusan ke depannya lebih mudah.
FYI, yang paling unik dan mengesalkan dari kisah perubahan nama orang di Jepang ini adalah ketika sepasang suami istri bercerai. Si perempuan yang sudah mengganti namanya ke nama suami “terpaksa” harus kembali ke nama keluarganya. Saya pernah punya teman di Jepang yang nama keluarganya berbeda dengan nama keluarga anak-anaknya. Ternyata, dia sudah berpisah dengan suaminya dan kembali menggunakan nama keluarga awalnya.
Di Jepang sendiri tidak ada perubahan akte kelahiran dan dokumen lainnya karena perubahan nama setelah menikah ini, ya. Orang Jepang punya semacam sertifikat yang dinamakan Certificate of All Records (Certificate of Family Register) yang mencantumkan semua perubahan kependudukan mereka, termasuk saat menikah dan bercerai.
Begitulah kira-kira perihal nama orang Jepang. Memang terlihat simpel, tapi ternyata ada ribetnya juga. Tapi, masih lebih ribet nama orang Indonesia nggak, sih?
Penulis: Primasari N Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Panduan Memberi Nama Anak yang Baik dan Benar.