Cikarang menjadi salah satu destinasi favorit untuk melakukan urbanisasi dari berbagai daerah di Indonesia. Alasan banyak orang ingin merantau ke sana adalah untuk mencari pekerjaan. Sebab, Cikarang merupakan salah satu kawasan industri terbesar yang ada di Indonesia.
Buat kamu yang berniat merantau ke Cikarang atau ada sanak keluarga yang mengajak untuk bekerja di sana, saya akan memperkenalkan 7 kata yang “Cikarang banget” dan biasa digunakan dalam bahasa sehari-hari. Tentu saja biar kamu nggak kebingungan.
#1 Pagimana [pa-gi-ma-na]
Kata “pagimana” ini bukan berasal dari dua kata bahasa Indonesia “pagi” dan “mana” yang kemudian dijadikan satu, ya. “Pagimana” berarti bagaimana dalam bahasa Indonesia. Kata ini kemudian sering dipakai warga Cikarang untuk kepoin proses terjadinya suatu kejadian. Misalnya, “Pagimana ceritanya sih tuh bocah numpak motor bisa jatoh ampe nyusruk begitu?”
#2 Ilok [i-lok]
Meskipun rangkaian huruf dari kata ini mirip dengan cilok, tapi arti katanya nggak ada hubungannya sama sekali dengan makanan tersebut. Kata “ilok” biasanya diiringi dengan akhiran -ah dan awalan lah- dan menjadi “Lah ilok ah”.
“Ilok” dalam bahasa Indonesia berarti masa, tapi bukan masa yang menunjukkan jangka waktu tertentu atau masa yang menunjukkan satuan ukuran berat, ya. Ilok ini sama artinya dengan kata masa dalam bahasa Indonesia untuk mengungkapkan ketidakpercayaan. Contohnya, “Lah ilok ah? Gara-gara begitu doang ampe nyusruk tuh bocah.”
#3 Resep [re-sep]
Kata “resep” dalam bahasa Cikarang nggak memiliki hubungan dengan kata “resep” yang berasal dari bahasa Indonesia. Pelafalan katanya pun berbeda. Kata “resep” dalam bahasa Cikarang berarti suka.
Kata resep ini bisa menunjukkan kesukaan terhadap orang, suatu keadaan tertentu, atau benda. Contoh penggunaannya misalnya begini, “Resep banget gua mah, kalau abis bebersih begini jadi resik rumah.”
#4 Bader [ba-der]
Kamu yang telah lama tinggal di Jogja dan sekitarnya mungkin tahu kata “bader” juga. Namun, “bader” di Jogja merujuk pada suatu jenis ikan yang ada di sungai, beda dengan kata “bader” yang ada dalam bahasa Cikarang.
Kata “bader” di Cikarang memiliki arti nakal. Tapi, bader nggak bisa digunakan sebagaimana kata nakal dalam perumpamaan “perempuan nakal”. Bader ini hanya bisa digunakan untuk menggambarkan kenakalan anak-anak sampai remaja.
#5 Jember [jem-ber]
Saya nggak membahas Kabupaten Jember yang ada di Jawa Timur, ya. Kata “jember” dalam bahasa Cikarang pun nggak ada hubungannya dengan salah satu kabupaten di Jawa Timur itu. Meski begitu, pelafalannya mirip dengan Jember yang merupakan nama kabupaten di Jawa Timur.
Dalam bahasa Cikarang, “jember” berarti kotor atau jorok untuk kondisi suatu tempat atau area tertentu. Saya tegaskan sekali lagi, kata ini nggak ada hubungannya dengan Kabupaten Jember di Jawa Timur, ya. Contoh penggunaannya begini, “Jember banget gua mah ngeliat kosan lu berantakan banget!”
#6 Danta [dan-ta]
Kalau dalam bahasa Indonesia, “danta” memiliki makna gigi atau gading. Berbeda dengan kata “danta” dalam bahasa Indonesia, “danta” dalam bahasa Cikarang memiliki arti jelas. Biasanya, kata ini diiringi dengan kata depan “kaga” dan akhiran “pisan”, sehingga menjadi “kaga danta pisan” (nggak jelas banget). Contoh penggunaannya dalam percakapan sehari-hari, “Kaga danta pisan lu kalau ngomong!” (Nggak jelas banget kalau bicara).
#7 Bagenin [ba-gen-nin]
Kata “bagenin” memang menurut saya pribadi menjadi ciri khas bahasa Cikarang itu sendiri. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa biasa menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, jika kamu akan merantau ke Cikarang, bisa jadi hampir setiap hari akan mendengar kata tersebut.
“Bagenin” sendiri memiliki arti membiarkan dalam bahasa Indonesia. Contoh penerapan kata ini dalam percakapan sehari-hari misalnya, “Bagenin napa orang mau ngapain ge yang penting kaga ngusik kita” (Biarin saja orang mau melakukan apa, yang penting nggak menganggu kita).
Apakah kamu sudah mendapat sedikit gambaran mengenai kata apa saja yang biasa dipakai oleh warga Cikarang? Tenang, kata-katanya mudah dihafalkan, kok.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Intan Ekapratiwi