Belakangan, viral seorang kepala desa (kades) yang tak sengaja membuka pintu darurat pesawat. Diketahui, Kades tersebut adalah pak Sudarto, kepada desa Nglebak, Kecamatan Kradenan, Blora.
Ia bersama rombongan kepala desa yang lain hendak melakukan penerbangan dengan rute bandara Halim Perdana Kusuma-Bandara Ngloram, Blora. Nahas, karena kejadian itu penerbangan pun dibatalkan.
Setelah kejadian tersebut, foto Sudarto berseliweran di media sosial, khususnya akun portal berita dan meme. Peristiwa yang dianggap konyol itu menjadi santapan lezat netizen yang haus akan bullyan.
Saya iseng membaca laman komentar di akun yang memberitakan kejadian tersebut, alhasil, saya naik pitam dan heran. Kenapa sih orang-orang jahat banget kalau berkomentar?
“Ih, norak banget”
“Ko orang bodoh kaya gitu bisa jadi kepala desa?”
“Tolol, bikin celaka orang aja”
Kira-kira seperti itu komentar-komentarnya. Namun, saya menemukan komentar yang paling parah, bunyinya kira-kira begini ,“Dasar kampungan”. Saya menggerutu dalam hati seraya ingin membalas, “Siap si paling kota!!!”
Sebenarnya, aktivitas komentar yang bersifat bullying, judge, hingga pelecehan sudah sangat banyak sekali. Sadar nggak sadar, hal itu bisa mempengaruhi mental seseorang.
Jika kita ingat, pada 2019 seorang Idol cantik asal Korea Selatan, Choi Jin-ri, mengakhiri hidupnya karena komentar jahat dari orang-orang selama 10 tahun karirnya. Mengerikan sekali, bukan?
Menurut unicef.org, fenomena cyberbully atau perundungan di dunia maya memiliki dampak jangka panjang yang bisa mempengaruhi mental, emosional, hingga fisik. Perasaan dihina, dilecehkan, atau ditertawakan oleh seseorang dapat mempengaruhi seseorang tidak ingin menyelesaikan masalah tersebut.
Bahkan, pada kasus yang lebih ekstrem, cyberbully bisa menyebabkan seseorang mengakhiri hidupnya, seperti kasus Choi Jin-ri. Di Indonesia sendiri, saya kira pemerintah harus lebih ekstra untuk memberantas akun-akun yang sering menebar kebencian dengan sesama.
Oleh karena hal itu, netizen-netizen yang memiliki DNA gemar cocot kencono dan komentar jahat ini harus diberikan pelajaran. Atau lebih tepatnya, azab yang sangat pedih karena tidak menjaga fitrah sebuah jempol yang diciptakan tuhan untuk memberikan kebaikan.
Azab yang saya maksud bukan berupa siksaan fisik yang mengerikan, tapi lebih kepada sanksi sosial dan digital. Mungkin beberapa hukuman ini cocok buat orang-orang yang suka cyberbully.
Suspend akun
Bukan sekedar ditangguhkan/diblokir, tapi lebih dari itu. Misalnya, tidak bisa mengakses lagi platform tersebut. Apakah bisa? Ya harusnya bisa dong. Caranya gimana? Ya gimana aja yang penting mereka nggak bisa akses lagi. Akses mereka ke medsos dibatasi lah, biar nggak bikin komentar jahat.
Sebelum itu, harus diberikan edukasi terlebih dahulu tentang tata cara mengelola sosial media dengan bijak. Jangan sampai ketinggalan! Di saat orang lain sudah investasi tanah digital, kita malah asik komentar pedas di akun-akun orang yang nggak dikenal.
Dengerin lagu Kufaku 24 jam selama sebulan
Kadang, ancaman hukum itu tak membuat orang bergidik. UU ITE, yang niatnya untuk menertibkan hoax dan komentar jahat di medsos, tak lagi efektif. Ya maklum, seringnya dipake orang-orang berkuasa buat membungkam kritik sih.
Nah, kalau sudah begitu, bikin hukuman baru, yaitu dengerin lagu Kufaku yang berjudul “Cuma Kamu” 24 jam selama sebulan. Saya yakin, orang paling jahat pun bergidik dengan ancaman itu.
Baca opini jelek di medsos
Opini jelek yang bertebaran, sering kali bikin kita merasa gagal menjadi manusia. Dibaca aja kadang bikin minus mata kita tambah. Nah, bagi orang yang sering komentar jahat dan kena hukum, ketimbang dipenjara, disuruh aja baca opini jelek selama seminggu. Niscaya, dia akan tobat, minta ampun, dan tak lagi punya nyali bikin komentar bodoh.
Sebab, setiap kali kita baca satu opini jelek, seribu sel otak kita melakukan seppuku. Ketimbang jadi bodoh, mending berusaha jadi orang baik. Ya nggak?
Sumber Gambar: Pixabay
Editor: Rizky Prasetya