NFT (Non-fungible token) menjadi perbincangan hangat beberapa bulan ke belakang. Dimulai dari kolase gambar dengan nama “Everydays: The first 5000 days” yang terjual seharga $69,3 juta, setelah itu ada kumpulan gambar dari Crypto Punk, hingga Jack Dorsey mantan CEO Twitter yang pernah menjual tweet-nya seharga $2,9 juta. Setelah kehebohan ini, membuat banyak content creator, juga public figure yang berlomba-lomba untuk menjual karya atau merchandise-nya dalam bentuk NFT.
Lantas apa itu NFT? NFT bisa dikatakan sebuah token unik yang terdapat pada jaringan blockchain, yang tidak tergantikan oleh token lainnya. Gini, misal saya punya 1 Bitcoin, tentu 1 Bitcoin tersebut sama saja dengan 1 Bitcoin lainnya. Berbeda dengan NFT, misal saya punya satu karya seni berjudul “Halah”, tentu karya “Halah” tersebut akan dinilai berbeda dengan karya lainnya, semisal karya “Hadah”.
Oleh karena ada pada jaringan blockchain, maka dari itu semua barang yang berbentuk digital bisa saja “dijual”. Semisal gambar, puisi, video, musik, atau bahkan item gim.
Dengan sifatnya yang unik dan tak tergantikan, NFT bisa saja dijadikan barang koleksi. Tapi, sebelum itu ada baiknya untuk mempertimbangkan empat hal berikut sebelum memutuskan untuk membeli.
Perhatikan gas fee
Dalam membeli, para pembeli hanya bisa menggunakan mata uang digital. Sedangkan mata uang digital yang sering digunakan dalam marketplace NFT, biasanya adalah Ethereum. Bukan rahasia umum lagi, jika bertransaksi menggunakan Ethereum membutuhkan gas fee yang lumayan tinggi.
Gas fee sendiri bisa dikatakan sebagai biaya tambahan yang harus dikeluarkan jika bertransaksi menggunakan mata uang digital. Fee tersebut akan diberikan kepada penambang, karena telah membantu transaksi mata uang digital tersebut berjalan. Harga dari gas fee sendiri berbeda-beda, tergantung dari ramenya traffic transaksi.
Jadi kalau ingin membeli dengan gas fee rendah, usahakan membelinya saat transaksi Ethereum sedang sedikit. Beberapa bulan sebelumnya, saat orang-orang membicarakan NFT, gas fee dari Ethereum cukup tinggi. Pada bulan ini, ketika hype NFT, dan kripto lagi melandai, maka gas fee dari Ethereum masih tergolong rendah, dibandingkan sebelumnya.
Tentukan niat
Perlu diketahui, walau harganya tiba-tiba bisa dibeli setinggi langit, tapi NFT bukanlah produk investasi. Berbeda dengan produk investasi lainnya, menjual NFT bukanlah perkara mudah. Bahkan mungkin yang Anda miliki, tidak akan bisa terjual kembali.
Semisal Anda memiliki 0,1 Bitcoin, dan tiba-tiba Anda membutuhkan uang Rupiah, Anda masih bisa menjual Bitcoin Anda kapan saja. Walaupun mungkin harga jual Bitcoin Anda lebih rendah daripada harga beli. Begitu pula dengan produk investasi lainnya seperti reksadana, atau saham, para investor bisa menjualnya kapan saja—sesuai jam kerja bursa.
Sementara NFT tidak bisa dijual kapan saja, Anda harus mendapatkan pembeli lainnya, yang tertarik dengan milik Anda. Kurang lebih miriplah sama jual ikan lohan, yang di mana harus cari pembelinya. Kalau tidak ada pembeli yang tertarik maka ikan lohan tersebut tidak akan pernah terjual.
Maka dari itu, jika ingin membeli, mending niatkan saja untuk koleksi pribadi, atau niatkan untuk mendukung content creator kesukaan Anda. Nggak usah mikirin investasi. Beda cerita kalau Anda punya kerabat yang ingin cuci uang, tawarkan saja untuk membeli NFT milik Anda.
Beli dari content creator yang jelas
Menjual NFT itu gampang, asalkan memiliki dompet elektronik, dan modal Ethereum untuk minting maka siapa saja sudah bisa menjual NFT-nya. Di NFT penjual juga bisa menjadi anonymous, yang tidak dikenal.
Oleh karena gampangnya menjual, maka mungkin saja terjadi pencurian karya. Semisal saya melihat gambar unik milik orang di Instagram, dan lantas saya bisa saja men-screen shoot gambar tersebut dan menjualnya. Harus diakui kelemahan dari NFT saat ini adalah copyright yang tidak jelas.
Maka dari itu membeli NFT dari content creator yang dikenal bisa mengurangi praktik pencurian karya. Jangan sampai yang niat awalnya ingin membantu content creator, tapi malah merugikan content creator yang lain.
Mereduksi nilai spesial dari sebuah karya
Apa yang membuat lukisan “The Scream” dari Edvard Munch, atau “The Weeping Woman” dari Pablo Picasso menjadi spesial? Salah satu yang membuat lukisan tersebut spesial adalah karena lukisannya cuma ada satu di dunia. Coba bayangkan, jika lukisan “The Scream” atau “The Weeping Woman” tersebut memiliki jumlah yang banyak, maka nilai spesialnya pasti berukurang.
Berbeda dengan NFT, dengan bentuknya yang digital maka para content creator bisa saja menduplikasi karya yang sama berulang kali. Misal saya membuat satu gambar digital berjudul “Halah”, dan gambar tersebut ternyata dibeli seharga Rp100 juta. Alih-alih saya menghasilkan karya gambar digital yang baru, tapi karena saya malas jadi saya kembali menjual karya “Halah” tersebut sebanyak 100 kali.
Karya “Halah” yang seharusnya spesial, jadi hilang nilai spesialnya. Sebab, dalam NFT praktik seperti ini bisa terjadi, dan tidak ada yang melarang saya untuk kembali mejual karya yang sama berkali-kali.
Ide dasar dari teknologi ini itu sebenarnya keren, dan layak untuk ditunggu perkembangannya. Hanya saja untuk saat ini NFT masih belum digunakan secara jelas. Masih sebatas membeli barang digital dengan harga yang terkadang tidak masuk akal, ya seperti orang yang lagi cuci uang.
Sumber Gambar: Pixabay