Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Pemujaan (dan Ketakutan) Berlebihan kepada Influencer dan Polisi Itu Tidak Sehat

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
21 Oktober 2021
A A
influencer

influencer

Share on FacebookShare on Twitter

Sudah saatnya kita menempatkan polisi dan influencer di tempat seharusnya: sejajar dengan rakyat biasa.

Saya harap, kali ini saya bisa merangkum seluruh geger gedhen media sosial dalam artikel ini. Ngimpi juga sih, lha wong geger gedhen adalah komoditi paling laris di media sosial. Dan saya sendiri termasuk konsumen dari komoditi berbasis tubir ini. Yah, ironi di balik ironi.

Geger gedhen yang saya maksud adalah perkara kepekokan para influencer serta mega blunder para “oknum” polisi. Keduanya silih berganti meramaikan opini warganet, sampai banyak isu terlupakan. Dari potensi ledakan angka positif COVID-19 sampai jeratan utang kereta cepat tersisihkan karena fenomena ra mashok ini.

Tapi, yang seharusnya menggelitik adalah: kenapa sih geger gedhen ini tak kunjung usai? Setiap hari ada saja kasus yang muncul dari kelompok masyarakat influencer dan polisi ini. Apakah negeri kita yang ngeri ini memang sedang tidak baik-baik saja? Andai Almarhum Harmoko masih hidup, pasti negeri ini baik-baik saja seturut petunjuk bapak presiden. Ah, joke lawas sekali ini.

Okelah, kembali ke urusan geger gedhen ini. Sebenarnya bukan salah media sosial dan warganet juga yang membuat geger gedhen ini selalu riuh. Baru satu isu selesai digunjingkan, esoknya ada isu baru lagi. Baru selesai nyinyirin Rachel Vennya, ada polisi merangkap aktor merebut hak privasi warga. Eh perkara polisi ini kelar, tiba-tiba muncul isu Anya Geraldine mandi. Padahal itu juga cuma metode advertising lho.

Tapi, mengapa perilaku mereka menjadi geger gedhen? Dan mengapa mereka berperilaku yang memicu geger gedhen ini? Jawaban dari pertanyaan ini lebih sederhana daripada pertanyaan “kok kamu belum nikah?” Jawabannya ada di bagaimana kita sebagai komunal masyarakat menilai mereka para influencer dan aparat.

Kuncinya adalah pemujaan (dan ketakutan) yang berlebihan. Kita menempatkan kedua kelompok masyarakat itu dalam posisi yang terlampau tinggi. Baik dalam urusan kekaguman, atau dalam urusan ketakutan.

Mari masuk dalam lingkup influencer. Kita menempatkan mereka sebagai agen pemberi pengaruh, kita terjebak dalam sudut pandang berlebihan ini. Kita mengagumi keunggulan mereka yang sebenarnya embuh dari mana. Padahal kerjaan mereka hanyalah jalan-jalan, bersolek, dan pamer kenikmatan. Dan mereka dibayar untuk itu lho!

Baca Juga:

Drama Cina: Ending Gitu-gitu Aja, tapi Saya Nggak Pernah Skip Menontonnya

Konten “5 Ribu di Tangan Istri yang Tepat” Adalah Bentuk Pembodohan

Tapi, kita menempatkan mereka begitu tinggi. Sehingga segala perilaku mereka menjadi sorotan kita. Dan karena mereka butuh sorotan, mereka memuaskan obsesi kita pada kekaguman berlebihan ini. Akhirnya semua berputar tanpa henti, dan menjadi efek sebab-akibat yang tanpa henti. Kita menyediakan panggung berkarpet merah untuk para influencer. Dan para influencer membutuhkan panggung untuk mengeruk uang dari kantong kita.

Bagaimana dengan polisi? Nah ini juga sama saja sih. Tapi, yang lebih banyak bermain bukan kekaguman. Kecuali Anda bermimpi punya pasangan hidup seorang aparat yang katanya serbamakmur itu sih. Tapi, yang lebih banyak berkuasa dalam benak masyarakat adalah ketakutan pada eksistensi mereka.

Padahal secara fungsional, polisi mendapat mandat dari kita untuk menjaga keamanan. Lha kok malah kita takut berlebih pada mereka. Takut ditilang, takut dikriminalisasi, takut diinterogasi, dan sebagainya. Tapi, mengapa kita bisa setakut ini, sampai ada yang trauma dengan suara sirine mereka?

Ya karena ada pusaran setan yang terjadi. Di satu sisi kita takut, di sisi lain banyak oknum yang memanfaatkan ketakutan ini. Teror yang lahir bahkan dari seragam mereka sudah cukup menjadi bahan bakar pusaran takut-menakuti ini.

Misal dalam kasus paling bajingan: Kapolsek memperkosa (bukan meniduri!) anak seorang  tahanan. Di satu sisi, si anak tadi terjebak ketakutan ketika sang ayah menjadi tahanan. Sedangkan terduga pemerkosa ini merasa memiliki “hak” untuk memuaskan nafsu bejat berlandaskan ketakutan ini. Ruwet? Memang ruwet, seperti gaduh di media sosial itu!

Lalu bagaimana ini bisa selesai? Ya hempaskan perasaan berlebihan itu dari benak kita dan komunal. Harus ada yang memotong rantai kekaguman dan ketakutan ini. Dan karena kita yang lebih dulu jadi objek dua kelompok masyarakat ini, ya kita harus mentas duluan. Sebab, yang dua tadi merasakan profit lebih dari fenomena ruwet ini!

Mulailah memandang influencer seperti baliho pinggir jalan. Alias sebagai alat iklan. Pandanglah polisi sebagai fungsi mereka menjaga keamanan dan bukan merenggut hak asasi kita. Gesekan pasti terjadi, tapi mau sampai kapan kita terjebak pusaran ndlogok ini? Sampai Indonesia jadi superpower Asia Tenggara? Bangun, Lur! 

Memang benar kata Tuan Patrick Star, “Pemujaan yang berlebihan itu tidak sehat.”

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 20 Oktober 2021 oleh

Tags: influencerMedia Sosialpolisi
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Dari Friendster Sampai Instagram: Mixtape Nostalgia Media Sosial dari10 Tahun Lalu terminal mojok.co

Dari Friendster Sampai Instagram: Mixtape Nostalgia Media Sosial dari 10 Tahun Lalu

2 Desember 2020
Bukan TikTok Atau X, Platform Media Sosial Paling Toxic Adalah LinkedIn

Bukan TikTok Atau X, Platform Media Sosial Paling Toxic Adalah LinkedIn

7 Agustus 2024
3 Alasan Seragam Satpam Lebih Baik Dikembalikan kayak Semula terminal mojok.co

3 Alasan Seragam Satpam Lebih Baik Dikembalikan kayak Semula

18 Januari 2022
rich brian

Kerja Sama Antara Gojek dengan Rich Brian dan Reaksi Para Warga Twitter

12 Agustus 2019
aborsi dan negara yang ikut campur urusan privat

Polisi Larang Aborsi dan Negara yang Hobi Ikut Campur Hal Privat

29 November 2021
Ujian SIM Perlu Direvisi, Harusnya Lebih Fokus pada Etika dan Pengambilan Keputusan di Jalan

Ujian SIM Perlu Direvisi, Harusnya Lebih Fokus pada Etika dan Pengambilan Keputusan di Jalan

27 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.