Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Hal yang Saya Rasakan Tinggal di Kota Surabaya: Wilayah Terpanas di Indonesia

Rina Purwaningsih oleh Rina Purwaningsih
21 September 2021
A A
Hal yang Saya Rasakan Tinggal di Kota Surabaya: Wilayah Terpanas di Indonesia terminal mojok.co

Hal yang Saya Rasakan Tinggal di Kota Surabaya: Wilayah Terpanas di Indonesia terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Siang itu, saya, suami, dan kedua anak saya, berboncengan menuju Kebun Bibit atau yang sekarang dikenal dengan Taman Flora. Satu motor berempat tentu sempit dan tidak nyaman. Belum lagi tangan kiri saya memegang erat gulungan tikar lipat. Jok depan sudah penuh dengan satu kantong plastik bekal makanan dan minuman, dan kedua kaki si bungsu yang duduk di depan ayahnya. Tangan kanan saya berpegangan pada sulung yang duduk di antara saya dan ayahnya. Kami berempat mengungsi mencari tempat yang sejuk, berlindung dari panasnya Kota Surabaya yang sangat menyengat.

Hawa panas memang sedang melanda Surabaya dan sekitarnya. Lima tahun menjadi warga kota pahlawan, seharusnya tidak membuat saya kelimpungan karena sudah terbiasa dengan cuaca panas Kota Surabaya. Namun, saat itu saya merasa tidak kuat dengan panasnya cuaca Surabaya.

Cuaca panas di Surabaya biasanya agak bisa ditolerir karena dibarengi dengan angin yang cukup kencang. Jiangkrik! Entahlah, hari itu tak ada hembusan angin sedikit pun. Rumah saya yang sederhana dan hanya beratapkan asbes bagaikan oven yang siap memanggang kami hidup-hidup. Lantas, dipilihlah taman kota yang terletak di jalan Manyar Surabaya sebagai tempat untuk mencari kesejukan yang tak jauh dari rumah saya.

Tikar digelar tepat di bawah rindangnya pohon bambu yang melengkung seperti sebuah payung. Sambil mengunyah coklat, si bungsu mengeluarkan buku cerita bergambar, si sulung membuka HP untuk bermain gim kesukaan sembari meminum cola kaleng yang dingin. Suami saya membaca koran yang dia beli di perempatan jalan dan saya membaringkan diri di atas tikar untuk tidur. Di sini saya ingin “membayar” utang tidur malam sebelumnya karena mati lampu. Mati lampu di saat musim kemarau dengan cuaca panas gila adalah hal yang membagongkan sekali. Walaupun minus angin, pepohonan bambu yang rindang itu cukup memberi kami kesejukan yang sangat kami butuhkan. Tanpa terasa, mata saya berat, saya terlelap.

Ilustrasi di atas terjadi jauh sebelum pandemi. Surabaya, tak jauh berbeda dari Jakarta, adalah kota pelabuhan yang panas. Dilansir dari situs Mongabay Indonesia, Surabaya menduduki peringkat satu sebagai kota terpanas. Bahkan mencapai angka 36.1 derajat celcius pada tanggal 25 Agustus lalu. Berita itu tidak begitu mengejutkan bagi saya. Sepuluh tahun menjadi warga kota pahlawan, membuat saya cukup mengenal tanda-tanda alam di kota saya ini. Hawa panas sampai di derajat lebih tinggi daripada cuaca pada umumnya, biasanya menandakan adanya pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan, atau sebaliknya.

Warga yang memiliki pendingin ruangan, tidak terlalu masalah. Sesampai di rumah tinggal pencet remote dan memilih di suhu mana yang dibutuhkan. Namun, bagi saya dan warga lain yang tidak memiliki, kipas angin adalah “senjata” pamungkas melawan kegerahan yang hakiki. Bahkan di rumah saya, kipas angin hampir tidak pernah berhenti berputar, kecuali saya kami meninggalkan rumah.

Nggak satu dua kali saya sambat ke suami tentang terik matahari yang setia mengurung Surabaya ini. Saya selalu membandingkan Kota Surabaya dengan kampung saya di kaki gunung Slamet yang sejuk. Suami tidak pernah menanggapi. Ya bingung juga kali. Antara urusan panas dan pindah kota kelihatannya, kok, ngadi ngadi.

Sampai suatu ketika, saya sekeluarga kesamber covid. Selain memenuhi asupan nutrisi dari makanan, minuman, dan berbagai vitamin immune booster, ada kegiatan yang saya nggak suka sama sekali dan nggak pernah saya lakukan tapi harus dilakukan yaitu berjemur! Sesuai saran dokter, waktu berjemur yang terbaik dimulai pukul 10 pagi. Nggak ada opsi lain bagi saya selain menurut. Jadilah kami sekeluarga bercengkrama dengan matahari selama berhari-hari tanpa jeda selama 14 hari berturut-turut. Dan, Alhamdulillah, kami semua lulus ujian isoman dengan selamat dan bisa kembali sehat.

Baca Juga:

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Sejak peristiwa itu, hobi sambat saya tentang panasnya Kota Surabaya berkurang drastis. Bahkan nyaris tidak sama sekali. Bukan karena takut kuwalat sering saya pisuhi, tapi makin lama saya semakin mengenal baik matahari sebagai sesuatu yang gratis, berlimpah, ada di sekitar saya, dan baik untuk saya tanpa saya sadari. Ia tak ubahnya seseorang yang selalu membersamai kita, berjasa kepada kita, tanpa adanya penghargaan dari kita sampai sesuatu yang buruk mengambil dia atau kita sendiri.

Panas memang tidak nyaman, tapi lebih tidak nyaman ketika tergeletak sakit, bahkan sampai kehilangan orang-orang tersayang atau diri kita sendiri. Nggak apa-apa panas, asalkan kita sehat, kan?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 21 September 2021 oleh

Tags: Kota TerpanasSurabaya
Rina Purwaningsih

Rina Purwaningsih

Perempuan beneran yang B aja.

ArtikelTerkait

Culture Shock Orang Wakatobi yang Pertama Kali Menginjak Pulau Jawa terminal mojok.co

Culture Shock Orang Wakatobi yang Pertama Kali Menginjak Pulau Jawa

18 September 2020
KA SuPas, Juru Selamat bagi Pelaju Pasuruan-Surabaya seperti Saya

KA SuPas, Juru Selamat bagi Pelaju Pasuruan-Surabaya seperti Saya

4 Maret 2025
Nggak Perlu Buka Google Maps, Berikut Tips biar Nggak Tersesat di Tunjungan Plaza Surabaya

Nggak Perlu Buka Google Maps, Berikut 5 Tips biar Nggak Tersesat di Tunjungan Plaza Surabaya

5 Mei 2024
Pengalaman Ikut Swab Test Antigen Drive Thru, Nggak Ribet walau Agak Deg-degan terminal mojok.co

Mencoba Memahami Warga Madura yang Menolak Swab Gratis

24 Juni 2021
Rindangnya Pepohonan Kawasan SIER Surabaya Memang Memanjakan Mata, tapi Bikin Hidung Tersiksa

Rindangnya Pepohonan Kawasan SIER Surabaya Memang Memanjakan Mata, tapi Bikin Hidung Tersiksa

7 Desember 2025
5 Tipe Orang yang Nggak Cocok Masuk Mal Tunjungan Plaza Surabaya Mojok.co

4 Hal yang Wajib Diketahui Maba Perantauan Sebelum Jalan-jalan ke Tunjungan Plaza Surabaya

10 Desember 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025
4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

18 Desember 2025
4 Varian Rasa Nutrisari yang Gagal dan Bikin Pembeli Kapok Mojok.co

4 Varian Rasa Nutrisari yang Gagal dan Bikin Pembeli Kapok

12 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban
  • Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan
  • Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega
  • Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba
  • Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya
  • Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.