Terjadi lagi. Hari ini, untuk kesekian kalinya, saya menemukan berita tentang calon pengantin wanita yang merias wajahnya secara mandiri alias nggak menggunakan jasa rias pengantin. Padahal biasanya pemilihan tukang rias jadi salah satu item krusial yang dipertimbangkan secara masak-masak oleh calon pengantin, terutama pihak perempuan. Ya, kan, katanya moment of a life time. Jadi, pilih MUA-nya juga yang the best, dong. Biar manglingi, kata orang Jawa.
Nah, karena dianggap nggak biasa inilah akhirnya perilaku calon pengantin yang merias dirinya sendiri ini dijadikan bahan pemberitaan. Masalahnya, apakah keputusan untuk makeup tanpa menggunakan jasa perias di hari pernikahan ini benar-benar istimewa sampai harus diberitakan? Nggak cuma satu atau dua kali pemberitaan pula! Lebay banget, kan? Padahal apa coba? Pelakunya itu ya sudah biasa mainan lipstik dan kawan-kawannya! Hmmm.
Soal merias diri sendiri ini, mereka—para pelaku rias mandiri di hari pernikahan—pasti punya segudang alasan kenapa nggak menggunakan jasa rias pengantin sebagaimana calon pengantin pada umumnya. Mulai dari alasan penghematan sampai alasan kenyamanan.
Penghematan
Dilansir dari weddingmarket.com, biaya paket rias pengantin berkisar antara Rp 5-10 juta. Harga tersebut tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis makeup yang digunakan, kelengkapan aksesori, dan tentu saja nama besar perias. Kalau MUA yang kamu pilih sekelas Bennu Sorumba, Anpa Suha, atau Bubah Alfian, ya wassalam. Tarif mereka sekali makeup saja mencapai Rp 8 juta. Itupun makeup biasa ya, Cinta, bukan makeup pengantin.
Mengingat biaya paket rias pengantin yang lumayan menguras kantong itu, maka nggak heran jika ada calon pengantin yang kemudian memutuskan untuk melakukan rias secara mandiri dengan alasan penghematan. Wajar saja, sih. Apalagi kalau yang bersangkutan memang punya keahlian. Kecuali, kalau sebelumnya nggak pernah lihat apa itu lipstik, apa itu concealer, terus tiba-tiba rias mandiri dan hasilnya cetar membahana ulala, barulah layak diberitakan. Lha, orang yang diberitakan itu sudah biasa main-main sama alat makeup, kok, ya dijadikan bahan berita? Istimewanya di mana, Kisanak?
Kan jadi raja dan ratu sehari, Mbyaaak. Masa merepotkan diri sendiri dengan turun tangan langsung? Hmmm. Kamu harus baca poin selanjutnya, nih!
Kenyamanan
Di tangan perias yang tepat, kita bisa membuat bidadari merasa minder. Namun sebaliknya, kalau jatuh di tangan perias yang salah, ditambah intimidasi dari pihak keluarga yang ikut rewel soal riasan, fix, bukan bidadari yang minder, tapi kaleng Khong Guan.
Secara teori, perias yang baik adalah perias yang menyesuaikan riasannya dengan tujuan acara, pakaian yang akan dikenakan, dan yang nggak ketinggalan adalah karakter dari orang yang akan dirias. Masalahnya, nggak semua perias memiliki kemampuan tersebut. Ada yang main hajar, oles ini, timpa itu tanpa memperhatikan karakter si pemilik wajah. Bisa juga langsung serang dengan tren yang saat itu sedang happening. Lagi tren barbie looks, ya semuanya dihajar pakai barbie looks. Wew.
Beda kalau kita makeup sendiri. Terbiasa beradu dengan alat tempur dunia per-makeup-an, membuat kita kenal dengan setiap lekuk wajah kita. Bagian mana yang harus ditonjolkan, disamarkan, atau bahkan ditutupi, sudah khatam. Hasil akhirnya juga bisa dikontrol sesuai keinginan. Jadi terasa lebih nyaman. Percuma juga, kan, pakai jasa MUA kalau ujung-ujungnya kita nggak nyaman?
See?
Nggak ada istimewanya, kan, calon pengantin merias dirinya sendiri? Biasa saja itu. Saya juga kalau dulu pintar rias, penginnya rias sendiri. Tapi apa daya, dari dulu sampai sekarang kenalnya cuma bedak Marcks doang!