Seperti Romeo dan Juliet, milenial dengan kemiskinan, lidah saya ditakdirkan untuk hanya cocok dengan kecap Bango. Yang lain mah KW.
Indonesia adalah surganya bumbu. Bisa dibilang gara-gara hal ini, negara kita dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Ironis memang. Yang nggak punya bumbu mereka, yang sengsara kita. Kan bukan salah bangsa kita juga. Mereka yang nggak punya palawija, kita yang disuruh nelangsa. Kan sedih akutu.
Dari segala bumbu yang ada di Indonesia, kecap adalah barang yang hampir tidak pernah absen dari dapur orang-orang Indonesia. Saya bilang hampir, ya kalau pas kecapnya abis, barang tersebut otomatis absen.
Lucu nggak? Lucu lah.
Dari banyaknya brand kecap yang bermunculan, lidah saya memilih Bango. Saya sudah (berusaha) mencoba banyak merek kecap lain. Tapi, seperti Romeo dan Juliet, milenial dengan kemiskinan, lidah saya ditakdirkan untuk hanya cocok dengan kecap ini. Saya punya alasan kuat kenapa kecap ini adalah kecap terbaik. Setidaknya bagi saya. Kalau kalian nggak cocok, bodo amat.
Pertama, kecap Bango ini memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan kecap-kecap lainnya. Yang menjadi karakteristik dari kecap Bango ini adalah aroma sedap-sedap wangi yang khas. Aroma kecap yang wangi dibarengi dengan rasa yang tak ada tandingannya, pastinya menjadi andalan yang dapat memanjakan lidah konsumen saat menikmatinya.
Kedua, kecap ini memiliki cocok dengan lidah-lidah orang Indonesia, yaitu manis. Rasa manis tersebut nggak hanya terkecap di lidah, tapi bisa kita cium dari aromanya. Meski tak semua orang suka manis, tapi saya yakin manisnya kecap Bango nggak berlebihan.
Kecuali kecapnya kalian minum. Nah itu baru… baru gila.
Ketiga, mungkin banyak dari pembaca yang bertanya, kenapa harus Bango? Ya, karena yang paling sering muncul iklannya kecap Bango, wkwkwk. Konsep iklan kecap ini unik, yakni dibuat agak-agak kuno, tapi estetik. Kalau menurut sumber website, kecap Bango adalah merek kecap turun-temurun sejak dari 1928 yang mengutamakan tradisi, kepenuhan hati, serta kualitas yang tinggi.
Kecap lain hanya manis, Bango tidak. Kecap ini memberikan contoh bagaimana seharusnya kecap itu dibuat. Tak hanya manis, namun berilah rasa-rasa dan aspek lain yang sekiranya memberi orang alasan agar selalu kembali pada produknya.
Lagipula kalau hanya manis doang, kasian sama orang-orang di akhir bulan. Sudah bukan rahasia bahwa banyak orang di akhir bulan mengaktifkan mode survive mereka dengan makan nasi kecap. Kalau rasa kecapnya cuma manis, ya kasian. Kek makan nasi pake gula doang. Enak kagak, mual iya.
Dari beberapa alasan tersebut, tidak berlebihan rasanya kalau saya memuja-muja kecap Bango sebagai sebenar-benarnya kecap. Campuran dari karakteristik, rasa, aroma serta tambahan iklan yang membuat saya tertarik. Bahkan, saya berpikiran kalau kecap Bango dijejerkan dengan kecap lain malah nggak pantas. Sebab, kecap ini ada di tingkat lain. Atasnya nomor satu, kalau ada.
Bagi yang punya pendapat lain, monggo bikin artikel balasan atau tulis di komentar. Tapi, tak akan menggoyahkan keyakinan saya. Lagian, ngapain debat perkara kecap dah.