Megawati Soekarnoputri, mantan presiden kelima Republik Indonesia, menangis melihat Presiden Jokowi yang badannya tampak kurus karena terlampau keras memikirkan rakyat. Wait, memangnya selama ini Pak Presiden pernah gemuk, ya? Sepanjang yang saya tahu, sejak menjabat sebagai Wali Kota Surakarta sampai hari ini, badan beliau ya memang kurus tinggi begitu, kan?
Entah saya yang tidak perhatian terhadap kondisi presiden atau memang Bu Mega yang berlebihan. Yang pasti, kita harus tetap mengapresiasi kelembutan hati Bu Mega. Ini prestasi besar, lho. Di tengah maraknya politisi yang kehilangan rasa empati dan raja tega, Bu Mega tampil percaya diri menunjukkan air matanya. Wow, keren sekali. Bismillah Sekjen PDI-P. Hehehe.
Menurut psikolog, menangis juga memiliki banyak manfaat. Mulai dari membersihkan kotoran di mata, mengurangi stres, melepaskan ketegangan, meningkatkan mood, hingga membunuh bakteri. Air mata yang mengandung cairan lysozyme dapat membunuh 90-95 bakteri hanya dalam 5-10 menit. Bayangkan, berapa banyak bakteri yang mati akibat tangisan Bu Mega? Mungkinkah sebanyak uang hasil korupsi Juliari? Hehehe.
Sebagai netizen yang memiliki banyak waktu luang merangkap pengamat Megawati garis tidak keras, izinkan saya merekomendasikan hal-hal lain yang bisa ditangisi Bu Mega selain badan kurus Presiden Jokowi. Semakin banyak air mata keluar, semakin banyak bakteri yang mati. Semangat untuk menangis, Buk. Yuk, gaskeun menuju masalah yang bisa Bu Mega tangisi:
#1 Baliho Kepak Sayap Kebhinekaan Puan Maharani
Jika Bu Mega menangis melihat Presiden Jokowi kurus dan sering dihina kodok, saya tidak bisa membayangkan betapa derasnya air mata Bu Mega ketika mengetahui putri kesayangannya—yang juga ketua DPR RI—Puan Maharani dinyinyirin netizen di jejaring sosial karena baliho merah menyala dengan tulisan Kepak Sayap Kebhinekaan.
Yang terbaru, anak Presien Jokowi justru memasang iklan dengan parodi baliho Kepak Sayap Kebhinekaan. Ditampilkan Mas Kaesang memakai baju putih dan background baliho berwarna merah sedang membawa roti dan di pundaknya ada sayap putih. Kepakkan Sayapmu, Kaesang Pangarep Ketua Roti No. 1 Indonesia. Asem tenan, anak dan bapak memang pintar cari peluang. Hehehe.
Meskipun saya belum menjadi ibu, saya yakin tidak ada satupun orang tua di dunia ini yang tega anaknya jadi bulan-bulanan netizen. Sabar ya, Bu Mega. Kalau boleh saran, sih, sebaiknya memang baliho Mbak Puan yang memenuhi hampir semua jalan dicopot saja, atau setidaknya desainnya diganti.
Jadi begini, lho, jika memang baliho Mbak Puan ditujukan untuk menaikkan elektabilitas, minimal ada isinya atau sejelek-jeleknya slogan kerja. Sementara yang saya lihat di baliho Mbak Puan hanya ada foto beliau, gambar banteng, dan tulisan Kepak Sayap Kebhinekaan. Sudah itu saja. Saking simpelnya, sampai saya bingung motivasi membuat baliho itu apa?
Umumnya, dalam baliho ada tulisan, gambar produk, dan paling penting kelebihan produk. Misalnya, nih, baliho iklan rumah di Surabaya. Kita akan melihat foto rumah, harga, manfaat membeli rumah tersebut, dan kontak yang bisa dihubungi. Sehingga balihonya informatif dan berguna. Kalau cuma ada foto Mbak Puan di Baliho, mau memberi info apa? Bingung saya.
Apa memang hanya ingin memberi tahu rakyat bahwa itu, lho, wajah Puan Maharani. Tolong diingat sampai Pemilu 2024. Jika hanya untuk memberi tahu hal semacam itu, tidak perlu membuang uang ratusan juta untuk membayar baliho. Sikap Mbak Puan mematikan mic saat sidang Omnibus Law sudah membuat blio terkenal se-Indonesia.
#2 Kader PDIP yang melakukan korupsi
Daripada badan kurus Presiden, attitude beberapa politisi PDI-P yang melakukan korupsi menurut saya lebih layak untuk ditangisi. Baru-baru ini ada Juliari Batubara yang melakukan korupsi bansos sebesar 32,48 miliar rupiah. Bayangkan, bantuan sosial yang ditujukan untuk rakyat miskin yang sedang berjuang untuk bertahan hidup tega-teganya dikorupsi!
Sedihnya lagi, ketika terbukti bersalah, Juliari hanya dituntut sebelas tahun penjara. Bukankah sebelumnya pemerintah gembar-gembor jika ada yang korupsi saat pendemi akan dihukum mati? Ucapan ini seperti janji fakboy, tidak bisa dipercaya. Lebih menyedihkan lagi saat membaca pledoi Juliari yang playing victim, dia yang salah, namun berlagak seperti korban.
Nama lain yang tak kalah menghebohkan jagat perkorupsian adalah Harun Masiku yang menyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sebenarnya, masih banyak politisi PDIP lain yang terjerat KPK dalam kurun waktu lima tahun ke belakang seperti Samanhudi Anwar di tahun 2018, Sri Hartini Bupati Klaten 2016, dan Damayani Wisnu.
Gus Dur pernah berkata, “Maafkan orang yang bersalah padamu, tapi jangan lupakan kesalahannya,” itulah mengapa rakyat jelata seperti saya harus mempertebal ingatan politisi yang korupsi. Agar kelak saat pemilu tidak kecolongan untuk memilih koruptor sebagai pemimpin. Ketika UU Pemilu tidak melindungi rakyat dari mantan koruptor untuk berkuasa dan KPU sebagai penyelanggara pemilu tak berdaya dihadapan MK, rakyat harus melindungi dirinya sendiri agar tak salah coblos saat pesta demokrasi di gelar.
Apalagi negara kita bukan Jepang yang memiliki cancel culture, sebuah budaya ostrakisme modern di mana seseorang (public figure) dikeluarkan dari lingkungan sosial atau profesional baik secara daring di media sosial, di dunia nyata, atau keduanya. Istilah sederhananya, memboikot figur publik karena mereka sudah melakukan kesalahan.
Presiden Olimpiade Tokyo 2020 yang mundur dari jabatannya karena ucapannya yang dianggap merendahkan perempuan adalah salah satu contoh cancel culture. Di Jepang, banyak kita dengar politisi yang mundur dari jabatan karena mereka melakukan kesalahan. Harus diakui, cancel culture bukan budaya kita. Budaya kita adalah korupsi dahulu, nyalon bupati kemudian. Hmmm…
#3 Keteledoran Bu Mega terkait kebijakan sistem kerja alih daya (outsourcing)
Bila merujuk pada UU Ketenagakerjaan, outsourcing adalah penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain (subkon). Penyerahan sebagian pekerjaan dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja (baca: buruh).
Dalam praktiknya, adanya outsourcing membuat banyak perusahaan menggunakan tenaga kerja dari pihak luar (penyedia jasa outsourcing) yang menerapkan sistem kerja kontrak pada setiap tenaga kerja yang digunakan. Ini sangat merugikan buruh karena kerja kontrak tidak memiliki jenjang karier dan bisa dipecat oleh perusahaan kapan pun tanpa pesangon.
Banyak buruh yang menderita karena kebijakan Bu Mega memasukkan outsourcing dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Para buruh rata-rata dikontrak selama tiga bulan, lalu diberhentikan begitu saja. Jika perusahaan membutuhkan, mereka akan dipanggil lagi, diberi kontrak tiga bulan lalu diberhentikan lagi. Begitu terus tanpa ada kepastian. Duh, sedih sekali.
Outsourcing adalah salah satu keputusan blunder di era pemerintahan Bu Mega yang akan membuat saya, teman saya, dan semua orang yang menjadi buruh menderita. Rasanya sistem kerja alih daya adalah hal yang patut ditangisi, jika bukan oleh Bu Mega, tentu saja oleh para buruh di seluruh Indonesia.
Sebenarnya masih banyak sekali hal yang bisa Bu Mega tangisi seandainya Ibu bersedia melihat Indonesia dari sisi rakyat jelata. Saking banyaknya, saya khawatir mata Ibu yang cantik itu menjadi bengkak. Sebagai rakyat, kami juga sering terpaksa tertawa sampai meneteskan air mata melihat tingkah polah para pejabat negara.
Hanya di negara kita, ada Menkopolhukam yang bersikukuh bahwa tidak ada pelanggaran HAM dan tidak banyak mengomentari kasus rasisme warga Papua oleh oknum TNI AU, akan tetapi mengomentari logika hukum yang keliru dalam sinetron Ikatan Cinta. Kan lucu itu. Saking lucunya, kami yang rakyat jelata ini tertawa sambil berurai air mata.
Terakhir, izinkan saya bertanya. Jika Presiden Jokowi kurus karena terlampau berat memikirkan rakyat Indonesia, dulu saat menjabat Presiden, Bu Mega gemuk apa karena tidak memikirkan rakyat? Upsss. Bercanda. Tolong jangan dijerat UU ITE.
Sumber Gambar: YouTube Sekretariat Presiden.
BACA JUGA Dokter Tirta Benar, Presiden Jokowi Memang Nggak Mungkin Salah, apalagi Kena Sanksi dan artikel Tiara Uci lainnya.