Sinetron Indonesia tampaknya butuh masukan untuk alur yang ada kaitannya dengan hukum biar nggak serampangan.
Masih dengan begitu membekasnya drama Korea Law School. Saya masih geregetan dengan beberapa kasus hukum yang ada di drama itu. Masih terbayang betapa tersentuhnya hati saya ketika berhasil memahami kerumitan berpikir korban kekerasan seksual seperti yang dialami Ye-seul. Atau merasa beruntungnya saya bisa teredukasi masalah hukum sehingga bisa lebih memahami istilah pembelaan diri, atau kenapa bukti rekaman sembunyi-sembunyi dianggap bukti tidak sah. Saya sampai ngarep bisa diedukasi soal masalah hukum di Indonesia yang jelas bakal lebih berguna buat saya karena bisa diaplikasikan.
Eh ternyata, akhir-akhir ini sinetron Ikatan Cinta pun sempat ramai dibahas perkara adegan prosedur hukum di dalamnya. Mulai dari para penulis Terminal Mojok sampai Pak Mahfud MD pun sampai ikut-ikutan meramaikan topik ini. Memang, sih, ekspektasinya kejauhan kalau ngarep kualitas setara Law School. Hal yang ramai dibahas justru soal betapa tidak akurat dan kurangnya riset soal elemen hukum di sinetron Indonesia kesayangan emak-emak terkini ini.
Yah, setidaknya persoalan Ikatan Cinta punya impact pada munculnya diskusi-diskusi menarik yang mengedukasi. Harapannya, masih ada banyak lagi adegan di sinetron Indonesia yang memperlihatkan prosedur hukum. Yah, kalaupun salah, toh bakal muncul ruang diskusi seperti ini lagi.
Kalau memang ada yang tertarik memasukkan unsur edukasi hukum, saya mungkin bisa usul beberapa tema atau isu bahasan yang bisa dipakai buat menulis plot sinetron Indonesia. Tidak usah yang muluk-muluk, yang akrab dijumpai tapi tidak disadari kalau ini bermasalah saja. Misalnya, sebagai berikut.
#1 Pelecehan Seksual
Masih teringat jelas kasus pelecehan seksual yang dialami Dinar Candy saat syuting salah satu program stasiun TV. Kalau kalian perhatikan, banyak orang cengengesan, bahkan pelaku dan polisi setempat cengengesan bareng. Suatu situasi yang wadaw saya bingung: apa ini?
Entah mungkin mereka lagi salting bingung mau ngapain takut memperparah situasi, termasuk Dinar Candy sendiri. Atau, orang-orang di sekitar Dinar ini emang pada tidak tahu seberapa gentingnya situasi itu. Mereka beneran tidak paham kalau itu adalah bentuk pelanggaran hukum? Kayaknya, sih, besar kemungkinan keduanya.
Kasus pelecehan seksual di Indonesia yang beredar di internet ini ada banyak sekali. Saya pikir ini kesempatan buat sinetron agar lebih berfaedah dan bermanfaat sedikit. Toh, kasus ini terasa dekat dan mewakili keresahan.
Jangan takut diserbu barisan kelompok penganut “menyalahkan pakaian wanita”. Joko Anwar di YouTubenya VINDES pernah bilang, kalau film itu memberikan pengalaman buat penonton untuk mengalami karakternya tumbuh. Sehingga penonton akan merasakan apa yang dialami karakter dan nantinya bisa digunakan untuk bercermin, merefleksikannya ke kehidupannya.
Kalau begitu, berikan tragedi pada karakter yang disukai penonton, yang tentu dengan pakaian tertutup (toh faktanya memang ada kasusnya). Lalu, berikan penonton pengalaman yang membuatnya paham betapa gentingnya isu ini. Sama seperti saya yang jadi paham dan turut merasakan kepedihan yang dialami Ye-seul di Law School. Lagipula, isu ini bisa ngetrigger emak-emak emosional kok, harusnya masalah rating aman, lah.
#2 UU ITE
Kayaknya sudah banyak yang paham kalau UU ITE adalah suatu permasalahan pelik di ruang lingkup hukum. Banyak yang resah dari berbagai kalangan. Hal ini bisa dijadikan bahan cerita karena akan terasa dekat.
Misal, buat ibu-ibu yang bermasalah karena petualangannya berinternet, seperti kena masalah karena bikin komen nyelekit. Atau coba dari sisi lainnya dengan membuat orang paham betapa seseorang ditangkap karena masalah ketersinggungan tuh nggak mashok. Atau ya bisa saja buat contoh kasus di mana penegak hukum punya kesempatan untuk menjelaskan hukum ini ke masyarakat lebih luas, biar masyarakat paham batas-batas dari hukum ini, tuh, gimana.
Pasal, kok, karet? Lagian, UU ITE bukan cuma masalah komen negatif, bisa juga soal belanja online yang memang problematik agar tidak meminimalisir kejadian “blok goblok” lagi.
#3 Posisi nurani dalam hukum
Masih ingat beberapa kasus nenek-nenek yang dipenjara karena mencuri barang sepele seperti mencuri batang pohon, piring, atau bahkan karena mencuri permen? Saya sebagai awam hukum tentu penasaran, sebenarnya di mana posisi hati nurani dalam kasus-kasus hukum seperti ini? Saya paham, kalau memandang hukum tidak boleh terpengaruh rasa emosional. Justru karena itu saya penasaran, barangkali bisa membuat orang yang awam dan merasa terganggu nuraninya seperti saya ini jadi bisa memahami keputusan-keputusan itu.
Mungkin sinetron bisa, nih, pakai plot beginian. Pasalnya, plot ini bisa membuat tipe cerita yang memancing rasa sentimental penonton sampai bisa menangis tersedu-sedu. Rating, tuh. Plus bermanfaat kalau mau menyoroti ketimpangan sosial kita. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
#4 Warisan
Konflik hukum tidak cuma pidana, konflik hukum perdata juga bisa dijadikan plot sinetron Indonesia karena banyak kasus yang dekat dengan masyarakat. Salah satunya warisan, masalah yang sering bikin keluarga pecah berantakan. Cukup sering rasanya mendengar kasus-kasus soal masalah warisan, seperti tipu menipu antar keluarga. Jadi, edukasi soal masalah ini rasanya cukup membantu bagaimana mengurusnya secara hukum.
Dalam dunia sinetron, masalah warisan memang tampak tak begitu asing yang biasa jadi pemantik panasnya episode-episodenya. Sebenarnya, sah-sah saja kalau mau memakai cara khas sinetron yang dramatis, tapi kalau bisa ya lebih menyoroti aspek hukumnya, biar episodenya berkah ada ilmunya.
#5 Kode etik pelaporan/pemeriksaan
Oke, ini sebenarnya keresahan pribadi. Bahkan saya pun bingung menamakan istilahnya apa. Sebagai orang yang awam hukum, level keawaman saya bahkan sampai tidak pernah tahu bagaimana bersikap di kantor polisi atau di sekitar ruang lingkup hukum lainnya. Entah itu sekadar melaporkan sesuatu, menjadi saksi, atau (amit-amit) jadi tersangka. Jadi tersangka pun tentu ingin diperlakukan semestinya. Nah, kata semestinya ini yang seperti apa?
Satu-satunya referensi lokal saya adalah program komedi Lapor Pak!. Tapi, tentu acara komedi bukanlah referensi yang afdol mengingat isinya sengaja memelintir realita demi lucu. Namun, secara garis besarnya sama, soal prosedural macam BAP, interogasi, atau investigasi. Ruang lingkup kecil seperti ini bisa saja dikemas menarik sekaligus mengedukasi penonton.
Bagaimana saran saya? Perihal “edukasi”, tentu saja percuma kalau tidak beriringan dengan aspek “menghibur”. Karena ekspektasi saya, ya, ada yang bisa mengajak penonton terhibur sambil memahami sesuatu yang bermanfaat.
BACA JUGA Bagi Saya yang Belajar Hukum, Penangkapan Mama Sarah di ‘Ikatan Cinta’ Memang Janggal dan tulisan Muhammad Sabilurrosyad lainnya.