Sejujurnya saya baru tahu tentang gangguan tidur yang dinamakan narkolepsi ini beberapa waktu lalu setelah membaca materi tentang kesadaran manusia. Mungkin bagi orang lain nggak terlalu penting ya, tapi bagi saya yang dari kecil selalu dilabeli tukang molor oleh semua orang, pengetahuan ini sangat berarti sekali untuk saya. Jadi ceritanya saya itu suka ketiduran di sembarang tempat dan suka nggak kenal waktu. Asal kerasa ngantuk, dalam hitungan detik saya bisa tertidur pulas tanpa perlu pemanasan terlebih dahulu.
Beberapa pengalaman ketiduran saya mungkin bisa dimasukan di CV. Pernah ketiduran di sawah, di kuburan, di toilet, di masjid jangan ditanya, di kelas sudah langganan, bahkan naik Dapur 12 yang kata orang Batam bikin orang mendadak ingat kematian saya pun bisa tertidur pulas tanpa dosa. Meski begitu kalau disebut tukang molor, saya merasa keberatan. Saya bukan jenis orang yang kalau tidur kayak orang pingsan dan susah dibangunin. Saya itu kalau ketiduran gitu cuma dalam hitungan menit saja biasanya langsung bangun dan bisa segar kembali. Tapi, kalau sudah dapat serangan ngantuk, itu tak bisa dinego lagi. Ngantuknya bukan sembarangan ngantuk pada umumnya.
Gara-gara suka dapat serangan tidur mendadak ini, saya sering sekali dilabeli tukang molor oleh orang-orang di sekitar saya. Padahal tidur saya itu cuma sebentar sekali, tapi mengolok-oloknya sepanjang umur mereka semua.
Saat sekolah dulu saya itu duduknya paling depan, semua teman sekelas itu juga heran, bisa-bisanya saya ketiduran di kelas pas ada guru paling killer di sekolah. Alhasil saya disuruh lari dua putaran lapangan pas panas-panasnya dengan diiringi riuh ketawa bahagia siswa kelas lain yang melihat saya mandi keringat. Dimarahi oleh guru kayak gini sudah biasa bagi saya, mereka semua mengira saya ini anak yang ngantukan. Mungkin kalau jadi guru kesel juga ya, nemu murid kayak saya. Lagi serius nerangin pelajaran eh malah ditinggal tidur sama muridnya. Tapi, tak pernah ada satu pun guru yang bertanya kenapa saya bisa sering sekali begitu.
Dulu saya mikirnya mungkin karena saya itu tinggal di daerah pegunungan yang hawanya dingin, sehingga saya gampang sekali mengantuk. Namun, teori itu terpatahkan setelah saya bekerja di kota yang panasnya kayak ketemu mantan bersama gebetan barunya di saat kita belum move on. Di tempat yang panasnya kayak gitu tetap saja saya masih sering ketiduran saat bekerja. Untung saja kerjaan saya itu cuma di depan komputer bukan pekerjaan yang berbahaya, jadi kalau ketiduran paling hanya nubruk layar. Pernah dulu pas lagi ngecek barang bisa-bisanya saya tidur sambil berdiri dan apesnya divideoin sama teman kerja. Viral-lah video saya di satu divisi. Habis citra saya di mata rekan kerja dan atasan. Wkwkwk.
Biar saya jelaskan sedikit ya tentang tidurnya orang normal. Jadi proses tidur orang normal itu melewati empat tahap. Ada NREM-1 di mana ini proses dari mengantuk menuju tidur dengan ditandai dengan melambatnya pernapasan. Selanjutnya NREM-2, tahap di mana kita sudah tidur namun masih mudah dibangunkan. Lalu ada NREM-3, di mana kita sudah tidur nyenyak dan sulit dibangunkan. Dan yang terakhir adalah tahap REM, pada tahap ini kita tidak mudah terbangun meski korteks motorik aktif selama tidur REM, namun batang otak memblokir pesan-pesan itu.
Pada penderita narkolepsi ini, proses tidurnya itu tidak melewati NREM-1, NREM-2, dan NREM 3, tapi langsung masuk REM. Mau dicoba ditahan kayak apa, sumpah itu susah banget. Mau namparin pipi sekeras apa pun, minum air putih bergalon-galon, ataupun cuci muka sampai glowing, nggak mempan kalau pas kena serangan ngantuk ini. Langsung mak blesekkkk nggak lihat waktu, tempat, dan kondisi.
Hal paling parah yang pernah saya alami ketika mendapat serangan ngantuk ini saat saya mengendarai sepeda motor. Memang serangan ngantuk ini hanya beberapa detik saja, tapi begitu fatal ketika kita melakukan pekerjaan yang berbahaya. Bayangin orang naik motor sendiri lalu ketiduran di atas motor. Untung saat itu kondisi jalanan sepi, sehingga saya hanya berakhir dengan kening benjol, slebor depan pecah, dan kaki lecet setelah menabrak tiang di pinggir jalan.
Kadang saya itu sampai frustasi sama diri sendiri. Kok jadi orang banget-banget sih ngantuknya. Nggak normal banget gitu. Tapi, nggak ada seorang pun yang mau mendengarkan keluhan saya dan memberi pencerahan dari kebingungan saya pada diri sendiri. Mereka menganggap bahwa saya itu yah emang orangnya kayak gitu, tukang tidur alias molor. Saya itu sampai trauma kalau bekerja, makanya habis menikah saya nggak mau kerja lagi. Takut ketiduran pas kerja dan dianggap karyawan pemalas.
Tapi, setelah tahu tentang narkolepsi ini, saya menjadi lega. Semua ngantuk saya itu memang ada di luar kendali saya dan ini penyakit. Kalau menurut teorinya, narkolepsi ini bukan penyakit psikologis tapi lebih ke penyakit otak. Ada penemuan yang mengatakan narkolepsi ini terjadi karena pusat neural hipotalamik yang memproduksi hipokretin (sebuah neurotransmitter yang berhubungan dengan kewaspadaan). Narkolepsi saya ini sudah sampai tahap di mana ketika saya tidur saya sering mengalami sleep paralysis atau yang populer disebut dengan ketindihan. Namun, lagi-lagi orang-orang hanya menasihati saya untuk berdoa ketika akan tidur agar tidak diganggu oleh jin. Hmmm.
Setelah konsultasi ke dokter saraf, beruntung narkolepsi saya ini bukan dikarenakan oleh penyakit yang berbahaya. Belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini, hanya saja dengan obat dan pola hidup sehat bisa meminimalisir serangan ngantuk yang suka datang tiba-tiba di siang hari.
Dari sekian banyak orang di muka Bumi ini saya mau berterima kasih kepada guru agama saya pas SMA kelas 1, beliaulah satu-satunya orang yang memaklumi ketika saya ketiduran secara mendadak. Beliau bahkan melarang teman saya untuk membangunkan saya. Bagi beliau tidur adalah rahmat dari Tuhan yang harus disyukuri. Dari situ juga saya bersyukur, gara-gara narkolepsi ini saya takut kerja ikut orang dan akhirnya saya berani membuka usaha sendiri. Biar kalau ketiduran nggak ada yang marahi saya. Hehehe.
BACA JUGA Udah Kerja Keras Bagai Kuda, kok Tabungan Nggak Nambah-nambah? dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.