Sebagai seorang yang senang membaca komik sejak kecil, bekerja di penerbitan komik tentu jadi hal yang saya idam-idamkan. Saya sendiri mulai membaca komik sejak masih duduk di bangku SD kelas 4. Saya masih ingat dengan jelas komik pertama yang saya beli sekaligus saya koleksi hingga kini adalah komik Detektif Conan karya Aoyama Gosho. Tak disangka, nasib baik ternyata benar-benar membawa saya beberapa tahun silam menjadi karyawan di sebuah perusahaan penerbitan komik ternama di Indonesia. Posisinya jelas, editor komik.
Pekerjaan saya memang boleh kedengaran menyenangkan, namun kenyataan tak seindah bayangan, Mylov. Dulu, sebelum memutuskan untuk melamar kerja sebagai editor komik, saya pikir menjadi seorang editor adalah sebuah pekerjaan yang mudah. Apalagi hobi saya kan baca komik, tentu saja rasanya mungkin akan seperti mengerjakan hobi yang dibayar. Ndilalah, saya salah. Menjadi editor komik ternyata memiliki tantangan tersendiri dan nggak bisa dibilang gampang.
Kali ini saya nggak akan membahas lebih jauh perihal editor komik. Saya justru ingin membahas proses panjang di balik bagaimana sebuah komik—khususnya manga/manhwa—diterbitkan di Indonesia. Mungkin para pencinta manga nggak peduli dengan proses tersebut. Tahunya tinggal terima beres saja. Namun, izinkan saya berbagi proses ini agar sedikit membukakan mata kalian tentang betapa panjang dan berlikunya proses penerbitan ini. Jadi, alih-alih membaca komik bajakan, cobalah untuk menghargai karya asli si mangaka dan juga penerbit dengan membeli komik aslinya. Ehehehe~
Proses penerbitan dimulai dari memilih judul manga/manhwa. Pemilihan judul ini dilakukan oleh redaksi. Pihak penerbit asing biasanya juga mengirimkan katalog judul manga/manhwa yang bisa kita beli copyright-nya. Setelah mempertimbangkan beberapa faktor yang sekiranya dapat membuat komik pilihan laku keras di pasar Indonesia, manga/manhwa yang sudah dipilih tersebut akan dibuatkan invoice-nya untuk kemudian dibayarkan oleh pihak penerbit di Indonesia. Setelah proses pembayaran dilakukan, manga/manhwa pun dikirimkan ke Indonesia. Bentuknya bisa berupa digital atau hard copy. Kadang malah keduanya turut dikirimkan.
Setelah manga/manhwa dan digital copy sudah tiba di Indonesia, editor langsung mendistribusikan pada penerjemah. Jika manga ya diberikan pada orang yang bisa menerjemahkan bahasa Jepang, jika manhwa ya diberikan pada orang yang bisa menerjemahkan bahasa Korea. Penerjemah di perusahaan penerbitan tempat saya bekerja dulu sistemnya freelance. Jadi, biasanya akan ada seleksi untuk penerjemah dan yang lolos seleksi akan dihubungi tiap ada proyek atau manga/manhwa yang akan diterjemahkan. Seorang penerjemah biasanya diberi waktu sekitar 2 minggu untuk menerjemahkan satu volume komik.
Penerjemah yang telah selesai menerjemahkan manga/manhwa, mengirimkan hasil terjemahan kepada editor. Editor lalu bertugas mengedit hasil terjemahan. Biasanya editor menyesuaikan juga dengan kalimat asli dalam komik tersebut. Makanya penting bagi editor memiliki kemampuan bahasa sesuai komik yang ia edit. Misalnya, seorang editor manga ya wajib memiliki kemampuan berbahasa Jepang, dan sebaliknya, seorang editor manhwa ya harus mampu berbahasa Korea.
Setelah editor menyelesaikan editan naskah komik, naskah diberikan ke pihak percetakan. Pihak percetakan bertugas me-retouch, me-layout, memasukkan kalimat dalam balon percakapan, dan segala macam, deh. Begitu selesai proses di percetakan, naskah dikembalikan ke editor dalam bentuk proof 1.
Editor kembali mengecek naskah proof 1 tersebut. Apakah semua kalimat dalam balon percakapan sudah sesuai, apakah sound effect sudah sesuai, apakah halaman komik ada yang terbalik, apakah gambar sudah pas nggak ada yang terpotong, dan sebagainya. Intinya, editor menyesuaikan apakah sudah enak untuk dibaca atau belum.
Oh ya, dalam proses editing, seorang editor juga bertugas untuk memastikan bahwa manga/manhwa tersebut layak dibaca sesuai usia. Karena segmen komik biasanya mulai dari usia anak SD, maka harus dipastikan isinya nggak ada gambar atau kalimat yang terlalu vulgar. Jika gambar yang ditampilkan kurang sesuai dengan budaya kita, editor biasanya akan meminta orang yang mendesain cover untuk me-retouch gambar. Gambar yang di-retouch biasanya akan dikirim ke Jepang/Korea untuk meminta persetujuan dari komikus. Ibarat kata minta izin gitu deh gambarnya dimodifikasi boleh atau nggak.
Setelah editor selesai mengedit dan memastikan bahwa manga/manhwa layak untuk dicetak, desainer cover pun membuat cover untuk dikirimkan ke pihak Jepang/Korea. Ribet, ya, Mylov. Ya memang gitu. Kalau sudah mendapat persetujuan dari pihak sana, hal selanjutnya yang harus diurus adalah nomor ISBN. Nomor ISBN ini biasanya diurus bagian sekretariat redaksi. Setelah nomor ISBN sudah dapat, barulah komik bisa naik cetak.
Butuh waktu sekitar dua bulan mulai dari proses penerjemahan, editing, hingga naik cetak. Jadi, misalnya untuk menerbitkan Detektif Conan volume 99 yang dijadwalkan terbit bulan Juli, maka sejak bulan Mei komik tersebut harus sudah diberikan ke penerjemahnya untuk diterjemahkan. Nah, kalau penerjemahnya telat ngasih terjemahan gimana? Ya jelas jadwal terbit bisa mundur. Belum lagi kalau ternyata dari pihak Jepang/Korea lama dalam memberi approval untuk desain cover atau approval untuk modifikasi gambar yang kita lakukan. Ah, sudahlah… Pasrah wae~
Intinya, proses sebuah manga/manhwa bisa sampai ada di toko buku dan kemudian dibeli lalu berada di tangan kalian semua tentu bukanlah proses yang singkat. Ada proses panjang dan berliku di baliknya. Ada banyak orang yang turut mengerjakan satu buah komik tersebut. Memang untuk masalah komik bajakan dan scanlation yang beredar di mana-mana terkesan dibiarkan gitu saja, tapi alangkah bijak jika sebagai pembaca kita menghargai jerih payah orang-orang yang sudah bekerja di balik satu buah komik yang telah terbit. Apalagi menghargai jerih payah mangaka yang sudah susah payah mengerjakan komiknya.
Saya tahu ada juga beberapa kumpulan fans manga/manhwa judul tertentu yang memang membaca scanlation dengan sengaja—lantaran penasaran, katanya—namun tetap memutuskan untuk membeli komik cetak setelah terbit. Hehehe. Yah, setidaknya dengan membeli komik asli kita turut mendukung mangaka untuk terus melanjutkan karyanya, kan? Jangan sampai hiatus atau berhenti terbit di tengah jalan, kan bikin sedih. Huhuhu.
BACA JUGA Ngomongin Scanlation Nggak Hanya Sekadar Legal atau Tidak, Kenyataannya Jauh Lebih Rumit dan tulisan Intan Ekapratiwi lainnya.