Sejak Myanmar melakoni kudeta yang bikin public jadi geger geden, kasus yang hampir mirip terjadi di negara kita sendiri. Memang tidak persis seperti Myanmar dengan kudeta kepala pemerintah atau kepala negara. Melainkan kudeta terhadap kepartaian duniawi. Ya, melakukan kudeta ketua umum partai. Benar sekali kita sedang membahas Partai Demokrat dan ribut-ributnya yang seru itu.
Jika Myanmar melakoni kudeta dengan serius dan kaku bahkan sampai menghilangkan nyawa demonstran yang menolak kudeta, yang terjadi pada tubuh Partai Demokrat malah terkesan lucu. Lha gimana nggak lucu to, wong jabatan ketua umumnya diserahkan oleh seseorang yang jelas-jelas bukan kader partai yaitu Moeldoko. Apalagi Pak Moeldoko adalah pejabat pemerintah. Sudah gitu KLB hanya berjalan 40 Menit lagi, duh.
Sebagai rakyat kecil yang nggak paham tentang dualisme kepemimpinan di Demokrat, saya, tetap meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di semesta raya ini pasti memiliki hikmah. Meskipun kadang kala hikmahnya harus dicari-cari sampai mojok terlebih dahulu. Ya, seperti kudeta Partai Demokrat ini, pasti ada manfaatnya.
Pemerintah nggak bisa dipercaya
Seperti yang terjadi sebelum keputusan tentang KLB yang memberi mandat kepada Pak Moeldoko, sebelumnya Pak Moeldoko memang menolak dan ogah-ogahan. Lalu tiba-tiba KLB digelar dan memutuskan Pak Moeldoko sebagai Ketua Umum. Yang dilakukan Pak Moel kok ya mau-mau aja, padahal blio nggak hadir dalam KLB.
Sekilas seperti gambaran pemerintah yang nggak bisa menepati janji dan berakhir dilabeli nggak bisa dipercaya. Yang suka memberi janji dan “sedikit ngasih bukti.” Eh….
Manusia memang ditakdirkan hitam dan putih
Percaya atau tidak, hanya nabi yang selalu berlaku putih alias selalu berada pada jalan kebenaran. Lha, kalau manusia-manusia di abad 21 ini lebih banyak ke yang hitam tiba-tiba putih. Atau putih tiba-tiba hitam. Nggak selalu baik kadang juga buruk. Begitu juga sebaliknya.
Seperti kader-kader Partai Demokrat. Wong namanya juga kader kan pasti sudah disumpah janji. Eh tiba-tiba kok melakukan kudeta. Ya, tidak bisa disalahkan. Sifat hitam putih memang menjadi hal yang naluriah.
Jika sudah terjadi, nggak perlu disesali
Akibat kudeta yang bikin dualisme kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat yang saat ini berada di tangan Mas AHY dan Pak Moel, Pak SBY sebagai Dewan Kehormatan pun harus turun gunung untuk menyelesaikan pergulatan anaknya. Blio mengatakan kurang lebih menyesal memilih Moeldoko dulu terlibat dalam pemerintahannya.
Lah, Pak, sudah nggak ada gunanya lagi mengatakan dan menyesali hal-hal yang sudah terjadi. Lebih baik memandang dan berjibaku untuk masa depan. Seperti apa ending dari pengkudetaan ini. Sebab saya kok melihat KLB bakal disahkan, secara Pak Moeldoko sendiri adalah sanak kadang pemerintah—astaghfirullah, kok tiba-tiba suuzan gini, duh.
Percayalah, musuh dalam selimut benar adanya
Belajar dari perkudetaan duniawi ini ya, Dear, musuh dalam selimut benar-benar ada dan bukan sekadar omong kosong. Terlebih kudeta memang dilakukan pada pihak internal alias orang-orang dalam. Seperti yang terjadi pada Partai Demokrat, kader sendiri yang mengkudeta pemimpinnya. Begitu juga dengan Myanmar, militer Myanmar sendiri yang mengkudeta pemerintahannya.
Jadi, sudah sepatutnya kita nggak hanya waspada terhadap orang-orang baru, melainkan juga orang-orang lama yang sudah kita kenal. Sebab, seperti yang saya katakan pada poin kedua bahwa manusia memang secara naluriah mempunyai sisi hitam dan putih. Seperti hal nya, kisah cintamu ditikung sahabat sendiri, eh.
Demikian sahabat, semoga hal yang saya paparkan di atas membawa khazanah bagi kalian. Dan, pesan saya nggak perlu pusing-pusing memikirkan kudeta. Sebab, kudeta ataupun nggak yang tetap yang dirugikan adalah rakyat. Jangan sampai kita sudah rugi, menjadi lebih rugi hanya karena mikir teori konspirasi perkudetaan duniawi ini.
Sumber gambar: YouTube Viva
BACA JUGA Saran Nama jika Dualisme Partai Demokrat Sungguh-sungguh Terjadi dan tulisan M. Isnaini Wijaya lainnya.