Tulisan ini bermula dari cuitan dr Asai Ibrahim, seorang dokter spesialis bedah tulang yang mengeluhkan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang akhirnya berobat ke dokter spesialis bedah tulang setelah berobat ke pengobatan alternatif yang berakhir dengan tidak menyenangkan.
Ini yang membuat saya bertanya, “Ini kenapa, sih, masyarakat kita demen banget berobat ke pengobatan alternatif yang nggak menjamin sembuh dibanding pengobatan medis yang jelas-jelas berdasarkan ilmu sains?”
Setelah berdiskusi dengan netizen di dunia maya dan pengalaman saya bekerja sebagai staf Instalasi Promosi Kesehatan dan Pemasaran Rumah Sakit beberapa waktu yang lalu, saya akhirnya membuat beberapa poin-poin berikut ini.
#1 Tingkat ekonomi yang masih rendah
Sebagai negara berkembang, tidak semua masyarakat Indonesia memiliki asuransi. Bahkan sejak adanya BPJS Kesehatan pun, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tidak memiliki BPJS Kesehatan secara mandiri. Mulai dari orang yang bekerja di kantoran, tapi terlalu konsumtif sehingga lalai dalam membayar iuran mandiri, hingga memang orang yang secara ekonomi tidak mampu untuk membayar BPJS Kesehatan secara mandiri.
Hal ini menjadikan sebagian masyarakat kita, terutama yang berekonomi menengah ke bawah memilih pengobatan alternatif ketika sakit meskipun tidak jelas metodologinya seperti apa. Tidak heran pengobatan alternatif seperti Ponari dan Ningsih Tinampi begitu populer di masyarakat menengah ke bawah.
#2 Tingkat pendidikan yang masih rendah
Selain faktor ekonomi, faktor pendidikan yang masih rendah juga menjadikan masyarakat Indonesia salah kaprah akan segala sesuatunya. Saya pernah melihat pasien di IGD yang teriak-teriak karena kesakitan pada bagian kepalanya. Keluarga pasien yakin bahwa dia dirasuki oleh jin kafir karena ini selalu terjadi selepas tengah malam. Keluarga pasien telah membawa mereka pada sejumlah pemuka agama yang selalu membacakan pasien dengan sejumlah doa, tapi tidak kunjung sembuh. Setelah dilakukan pemeriksaan CT Scan di rumah sakit, ternyata pasien ini menderita tumor otak, bukan dirasuki jin.
Hal inilah yang menjadikan sebagian masyarakat kita lebih memilih pengobatan alternatif ketimbang pengobatan secara medis karena mereka meyakini bahwa segala sesuatunya dapat dilakukan dengan kekuatan doa. Padahal, doa saja tidak cukup. Tentu kita harus membawa orang yang patah tulang ke dokter, bukannya pada pemuka agama, kan?
#3 Stigma rumah sakit yang jelek
Sebagai orang yang bekerja di rumah sakit, saya menerima banyak sekali stigma buruk bahwa rumah sakit hanya mencari keuntungan belaka dari orang yang terkena musibah. Bahkan stigma ini melekat jauh sebelum banyak hoaks yang beredar bahwa rumah sakit meng-covid-kan pasien atau rumah sakit cari untung dari pandemi Covid-19 yang terjadi.
Satu tahun yang lalu, sebelum bekerja di rumah sakit, saya pun mengeluhkan hal yang sama ketika menemani ayah saya berobat di rumah sakit. Mulai dari proses pengobatan yang panjang, yang dimulai dari Faskes Tk 1 (Puskesmas), kemudian dirujuk ke rumah sakit tipe B, hingga kemudian dirujuk ke rumah sakit tipe A yang sangat melelahkan. Antre sejak subuh hingga melewati tengah hari saya lakukan selama berbulan-bulan meskipun sudah melakukan registrasi via daring rumah sakit.
Namun, setelah bekerja di rumah sakit, saya sadar bahwa kesalahan ini bukan pada staf rumah sakit saja, tapi lebih pada sistem kesehatan negara ini yang belum sebagus sistem kesehatan di negara maju seperti Jerman. Selain itu, banyak dari para dokter dan perawat, terutama di IGD rumah sakit yang bekerja lebih dari 8 jam dalam sehari karena rasio tenaga medis dan masyarakat Indonesia yang tidak seimbang. Apalagi keadaan rumah sakit di daerah terpencil yang sarana prasarana dan SDM-nya terbatas.
Selain itu, pencairan dana dari BPJS Kesehatan maupun asuransi swasta pada rumah sakit pun lama sekali. Bahkan BPJS Kesehatan memiliki utang sebesar 80 miliar jauh sebelum pandemi ini ada sehingga rumah sakit melalui jajaran direksinya harus memutar otak untuk menangani defisit keuangan tersebut. Jelas ada yang tidak beres dari sistem kesehatan kita.
#4 Testimoni dari pasien pengobatan alternatif yang sembuh
Dalam tweet dr Asai Ibrahim yang saya sebutkan di atas pun, banyak orang yang sudah berobat ke pengobatan alternatif turut mempromosikan pengobatan alternatif karena terbukti telah sembuh dari penyakit yang dideritanya. Penyakit seperti patah tulang maupun jenis penyakit lainnya yang diklaim sembuh karena metode pengobatan alternatif yang mereka jalani.
Masalahnya, orang yang terbukti sembuh dan tidak mengalami kecacatan hanyalah sekelompok orang yang beruntung dari orang yang tidak beruntung sama sekali. Banyak pasien pengobatan alternatif yang mengalami komplikasi, cacat permanen, hingga kematian yang seharusnya bisa dihindari jika sejak awal berobat secara medis di rumah sakit.
Pengobatan secara medis di rumah sakit dilakukan atas dasar ilmu kedokteran dan ilmu sains yang didasarkan pada riset ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum jika terdapat kesalahan maupun oknum tenaga medis yang melakukan malpraktik. Sedangkan pengobatan alternatif tidak bisa dipertanggungjawabkan karena metodenya memang salah sejak awal.
Saya kira, itulah empat faktor utama kenapa masyarakat Indonesia lebih memilih pengobatan alternatif ketimbang pengobatan medis. Jangan salah sangka, saya pun menghormati pengobatan alternatif, seperti penggunaan obat-obatan herbal alih-alih obat kimia, terapi psikologi seperti hipnosis, maupun terapi sesuai kaidah keagamaan lainnya yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit tertentu yang tidak efektif ditangani secara medis.
Saya kira, solusi dari permasalahan ini adalah memperbaiki tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia supaya lebih baik. Mau tidak mau agar masyarakat tidak salah kaprah lagi mengenai pengobatan secara medis yang selalu disalah artikan. Pemerintah juga harus memperbaiki sistem kesehatan nasional agar tidak amburadul seperti saat. Pemerintah pun harus membuat regulasi yang jelas mengenai keberadaan pengobatan alternatif agar kelak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum jika terjadi apa-apa.
BACA JUGA Sangkal Putung: Pengobatan Alternatif yang Dipercaya Lebih Manjur dari Pengobatan Modern dan tulisan Raden Muhammad Wisnu lainnya.