Warisan Haryadi Suyuti akan jadi kenangan buruk. Sebuah lembaran tentang Kota Jogja berhati nyaman yang dirusak nafsu penguasa.
Kota Jogja terlihat berantakan. Hotel mewah pencakar langit subur bagaikan jamur di musim hujan. Di sela-sela pilar beton itu, terselip berbagai masalah. Dari jalan rusak, sampah, sampai warga yang terusir kehausan tanpa air tanah. Entah berapa kali warga protes. Meskipun suara mereka makin lirih melawan arus gentrifikasi dan turisme massal.
Kalau ditanya siapa yang bertanggung jawab, saya akan menunjuk satu orang: Haryadi Suyuti! Eks Wali Kota Jogja ini jelas bertanggung jawab penuh pada rusaknya kota budaya. Toh terbukti, OTT KPK berhasil menciduk sosok yang entah kapan mengurus Kota Jogja. Tapi sial, dosanya menorehkan luka.
Kini Pilkada serentak di depan mata. Para calon wali kota kini berebut suara rakyat. Entah siapa yang menang, Wali Kota Jogja yang baru punya tugas berat. Menyembuhkan luka kota yang pernah dilukai Haryadi Suyuti selama 2 periode. Entah berapa banyak luka itu. Namun 7 dosa berikut sepertinya cukup merangkum apa yang diperbuat Haryadi Suyuti pada Jogja.
Daftar Isi
#1 COVID-19 menampar Jogja
Saya buka dosa sang mantan Wali Kota Jogja dengan pandemi COVID-19. Kota Jogja jelas bertekuk lutut di hadapan pandemi. Tapi yang lebih buruk, tidak ada keputusan strategis untuk ini. Haryadi juga tidak tegas terhadap penanganan pandemi, terutama ketika dibenturkan pariwisata.
Mungkin COVID-19 kini jadi cerita buruk masa lalu. Namun lukanya masih belum kering sepenuhnya. Jika Haryadi Suyuti mengambil tindakan tegas dan tepat, mungkin Jogja tidak harus terpuruk. Mungkin saudara-saudara kita masih hidup dan bersuka cita di kota semrawut ini.
#2 Badai sampah Kota Jogja yang tak kunjung reda
Dosa Haryadi Suyuti berikutnya adalah perkara sampah. Sebagai titik keramaian DIY, Kota Jogja jelas punya andil besar terhadap penuhnya TPST Piyungan. Terutama sampah pariwisata yang tidak ditangani. Apakah Haryadi punya terobosan untuk masalah ini? Sampai diboyong KPK, Haryadi seperti tutup mata (dan hidung) perkara sampah.
Akhirnya Jogja berkubang sampah. Bahkan di pusat keramaian, tumpukan sampah seperti jadi seni instalasi. Beruntung Haryadi Suyuti sudah diciduk KPK. Kalau tidak, dia harus bermuka lebih tebal ketika melewati depo sampah yang sudah terfermentasi.
#3 Klitih yang menyentuh jantung Kota Jogja
Perkara klitih memang bukan milik Kota Jogja saja. Tapi, bukan berarti Wali Kota Jogja berhak untuk cuek dan budeg mendengar berita. Apalagi klitih makin subur selama 2 periode pemerintahan Haryadi Suyuti. Bukan hanya terjadi di jalan yang gelap, klitih terjadi di jantung Kota Jogja. Salah satunya saya jadi saksi. Ketika klitih terjadi di barat Tugu Jogja.
Seperti dua masalah sebelumnya, Haryadi memang cuek. Tidak ada gebrakan dari Pemkot Jogja selain acara seremonial yang tak jelas. Sisanya, warga diminta mengurus sendiri kejahatan jalanan sendiri. Sudah biasa sih, kan do-it yourself!
#4 PSIM disayang kami, diabaikan Haryadi
Tidak lengkap rasanya mengungkit dosa Haryadi Suyuti tanpa menyebut satu hal: PSIM. Klub kesayangan warga Jogja ini dibiarkan terseok-seok bertahan di Liga 2. Bahkan sempat kekurangan dana termasuk untuk sewa mess pemain. Belum lagi perkara internal yang makin meredupkan prestasi tim warisane simbah ini.
Haryadi, sekali lagi, diam saja. Tidak menjadi jembatan antara klub dan investor. Tidak juga memperbaiki infrastruktur pendukung. Bahkan Stadion Mandala Krida akhirnya jadi ladang korupsi. Memang Haryadi tidak terlibat langsung. Tapi sebagai wali kota, dia tetap diam.
Mungkin Haryadi hanya bisa diam. Karena sibuk membuat dosa di 3 perkara berikutnya.
#5 Tata kota semrawut, Jogja berhenti nyaman
Empat masalah sebelumnya cenderung bersumber dari pembiaran oleh Haryadi Suyuti. Namun tiga masalah ini ada keterlibatan aktif dari sang mantan wali kota. Selama menjabat, Haryadi tidak tegas dalam menegakkan regulasi tata kota. Bahkan terlibat dalam perizinan serampangan. Termasuk perkara pendirian hotel dan apartemen di Kota Jogja.
Hasilnya masih kita rasakan sampai sekarang. Kota Jogja makin semrawut dan berhenti nyaman. Identitas kota budaya yang ngayomi makin luntur. Berganti dengan suburnya dinding beton yang tumbuh berantakan.
#6 Gentrifikasi dan krisis air tanah
Akibat perizinan ugal-ugalan era Haryadi, gentrifikasi jadi masalah serius di Jogja. Warga lokal makin susah mengakses ruang hidup di kotanya sendiri. Bahkan ruang hijau ikut tergusur. Tapi belum cukup investor merebut ruang, air tanah juga ikut tersedot. Krisis air makin parah di pemukiman yang mulai didesak hotel dan apartemen.
Luka Jogja akibat gentrifikasi tidak kunjung sembuh. Jelas, dosa kali ini milik Haryadi. Karena sudah terbukti dengan dosa terakhir di bawah ini.
#7 Suap IMB: dosa besar Haryadi Suyuti
Bagi saya, inilah dosa puncak seorang Wali Kota Jogja. Ketika Jogja selalu mendapat predikat anti-korupsi, sang wali kota malah kena OTT. Suap IMB salah satu hotel dan apartemen di Jogja menjadi pintu masuk Haryadi menuju pesakitan. Banyak warga merayakan ini. Bersuka cita karena sang wali kota paling ra mashok akhirnya masuk penjara.
Saya menyelesaikan tulisan 7 dosa Haryadi Suyuti ini sembari melihat Kota Jogja sekali lagi. Ah, memang kelewat rusak kota ini sepeninggal Haryadi Suyuti. Kasihan juga wali kota baru nantinya. Akan mewarisi dosa-dosa si pesakitan KPK.
Mungkin Kota Jogja nanti akan lebih baik. Mungkin juga makin berantakan. Yang pasti, warisan Haryadi Suyuti akan jadi kenangan buruk. Sebuah lembaran tentang kota berhati nyaman yang dirusak nafsu penguasa.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.