Setelah lima tahun selalu setia mudik dengan bus Ponorogo-Trenggalek, rasa-rasanya tak adil jika hanya ngomongin dukanya tanpa mau berbagi sukanya. Pasalnya, beberapa waktu lalu saya melakukan perjalanan ke Jawa Tengah naik bus Sumber Selamet yang terkenal itu. Begitu menaiki bus ini, diam-diam saya menyadari dalam hati, ada beberapa kelebihan yang saya rasakan saat jadi penumpang bus Ponorogo-Trenggalek.
Sebenarnya, saya juga merasakannya kala membandingkan dengan perjalanan dari Ponorogo ke Surabaya sewaktu masih jadi mahasiswa. Hanya saja karena pengalaman itu sudah terlalu lama berlalu, saya jadi lupa kesusahan yang saya hadapi ketika jadi penumpang bus besar dalam jarak yang jauh.
Nah, berikut saya rangkumkan lima hal positif yang hanya dirasakan penumpang bus Ponorogo-Trenggalek
Daftar Isi
(Hampir) pasti dapat tempat duduk
Hal pertama yang wajib banget saya syukuri sebagai pelanggan tetap bus ini adalah nyaris selalu dapat tempat duduk, seramai apa pun kondisinya. Saya pikir-pikir selama lima tahun ini baru dua kali nggak dapat tempat duduk dari sejak naik, itu pun karena naiknya bukan dari terminal. Bahkan, tak berapa lama, sudah banyak penumpang turun sehingga bus jadi longgar dan dapat tempat duduk.
Dalam beberapa kondisi, saya bahkan dapat bonus satu kursi kosong di samping. Tentu saja karena penumpangnya nggak banyak. Biasanya saya manfaatkan untuk naruh tas laptop atau bawaan lain. Nggak pernah ada cerita saya harus berebut bangku bus dan berdiri lama hingga kaki pegal seperti saat naik bus Ponorogo-Surabaya di saat tanggal merah atau masa liburan.
Awak bus selalu jujur soal waktu keberangkatan
Bus Ponorogo-Trenggalek lama banget ngetemnya di terminal, bahkan sampai dua jam lamanya. Tapi awak bus selalu mau jujur soal waktu keberangkatan. Jika tak sesuai dengan jadwal terminal pun mereka juga mau terbuka. Meski kadang harus menelan ludah kecewa karena masih menunggu lama, saya jadi terbantu untuk memikirkan hal apa yang bisa dilakukan selama rentang waktu itu. Terkadang saya sempat salat, ke toilet, baca buku, bahkan makan. Lumayan, kan untuk mengisi waktu luang?
Bus Ponorogo-Trenggalek mau nunggu penumpang yang pengin ke toilet
Pernah suatu kali saya nyampe terminal tepat dengan bus yang melewati pintu keluar. Ketika awak bus berteriak, “Ponorogo-ponorogo,” sontak saya langsung mendekat. Saat itu saya sudah kebelet pipis, sebab sudah di dalam angkutan sejak dua jam yang lalu. Saya beranikan diri bilang ke kernetnya untuk ke toilet sebentar. Ajaibnya, diizinkan, Gaes! Coba, mana ada bus besar antar kota yang kayak gini.
Di lain kesempatan, saya dan seorang penumpang pernah meminta izin untuk berhenti sebentar di toilet tepi jalan. Saat itu supir berbaik hati mengizinkan kami buang air di toilet SPBU, padahal bus lagi nggak ngisi bbm. Supir bilang agar kami lebih cepat dan akan menunggu di seberang lampu merah. Tenang aja, saya nggak sering-sering amat kok mengganggu perjalanan bus ini.
Pernah diantar ke Indomaret
Suatu ketika, sehabis salat dzuhur di terminal, saya berniat untuk reapply sunscreen. Sayangnya, saya lupa bawa. Kebetulan Terminal Trenggalek jauh dari mini market. Saya memutuskan tanya ke supir bus, apakah melewati indomaret dan boleh mampir sebentar, supirnya menjawab dengan mantap, boleh. Kebetulan, rute bus sebelum keluar dari Trenggalek, melewati beberapa Indomaret. Waktu melewati tempat yang tepat, bus berhenti dan saya meloncat keluar. Lalu secepat kilat saya ambil sunscreen yang familiar dan segera menyerahkan ke kasir. Setelah saya kembali duduk di bangku penumpang, tak berapa lama bus kembali berjalan. Terima kasih, Pak Supir.
Penumpang boleh bawa durian di bus Ponorogo-Trenggalek
Trenggalek adalah salah satu kabupaten penghasil durian yang terkenal. Apalagi dari Kecamatan Munjungan, tempat saya bekerja. Ketika mudik ke Ponorogo saat musim durian, sayang rasanya jika nggak bawa oleh-oleh buah raja itu. Andai saya naik bus antar kota yang besar dan ber-AC, pasti dilarang bawa durian. Tapi, tak ada larangan serupa saat naik bus ini.
Aturan di bus Ponorogo-Trenggalek memang tidak begitu ketat terkait barang bawaan. Negatifnya sih, masih banyak penumpang bahkan supir sendiri yang merokok di dalam bus. Yah, namanya juga bus kecil tanpa AC.
Supir mampir salat Jumat
Kejadian supir mampir salat Jumat dan tentu saja ngajak penumpangnya ini satu kali saya alami. Waktu itu saya mudik bertepatan hari Jumat. Bus keluar dari Terminal Trenggalek sekitar pukul 11.00 wib. Sesampainya di daerah Sawoo, bus memelankan lajunya hingga akhirnya berhenti di depan masjid di tepi jalan. Supir bus turun sembari berpamitan untuk jumatan. Tak disangka bus ini begitu relijius, ya. Meski harus menunggu sekitar lima belas menitan, saya ikhlas kok, Pak.
Pernah di lain waktu, bus dipacu dengan kecepatan sangat tinggi. Selain itu juga sering ngerem mendadak. Pokoknya nggak nyaman banget. Sesampainya di Terminal Ponorogo, supir bus meminta maaf kepada para penumpang sebab mengejar waktu salat Jumat. Hmm, kalau yang ini relijius tipe kedua, ya.
Nggak gampang mabuk
Begitu terbiasa dengan bus kecil tanpa AC ini, saya jadi merasakan sensasi berbeda ketika naik bus Restu Ponorogo-Surabaya, atau bus Sumber Selamet ke arah Solo Jogja. Buat orang yang gampang pusing ketika naik kendaraan roda empat, saya merasakan perbedaan menaiki bus kecil dan bus besar. Ketika menaiki bus besar, ada gejolak yang berasal dari lambung, dan kepala saya terasa lebih pusing sebab merasa terhempas ke kanan kiri dengan lebih cepat. Ternyata volume kendaraan yang lebih panjang dan besar turut andil dalam risiko mabuk darat.
Itulah tujuh hal positif yang hanya saya rasakan ketika naik bus Ponorogo-Trenggalek. Meski sering kali saya merasa sebal sebab jadwalnya yang molor dan asap rokoknya, saya akui hal-hal positif di atas hanya bisa dirasakan ketika jadi penumpang bus Ponorogo-Trenggalek. Mana ada coba, bus-bus besar di luar sana yang punya hal positif sebanyak itu?
Penulis: Rezha Rizqy Novitasary
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Orang yang Seharusnya Nggak Naik Bus Ponorogo-Trenggalek