Sebelum akhirnya ibu kota dan pusat pemerintahan Jepang ada di Tokyo (zaman dulu disebut Edo), dulu Jepang pernah beribu kota di Kyoto (Heian-kyo) dan Nara (Heijo-kyo). Bersyukurlah saya pernah merasakan bagaimana rasanya tinggal di mantan ibu kota Jepang ini selama kurang lebih tiga tahun.
Selain peninggalan sejarah yang ada di kota ini, ada fakta lainnya yang membuat tempat ini wajib masuk list kalau kalian berlibur ke Jepang, lho. Mari kita lihat ya.
#1 Dekat dari Osaka dan Kyoto
Nara terletak di wilayah Kansai (atau Kinki), dekat dengan Osaka dan Kyoto. Kalau berwisata di daerah Kyoto dengan Arashiyama, Kinkakuji, Ginkakuji, hanya butuh 30 menitan saja pergi ke Nara. Pun sama, ketika shopping di daerah Namba Osaka yang sekalian mampir ke Osaka-castle, bisa juga ke Nara hanya dalam waktu tak sampai 40 menit. Bisa dibilang, ketiga tempat ini bisa lah dinikmati dalam waktu 2 hari saja.
#2 Banyak kuil dan bangunan bersejarah
Kalau kalian suka sejarah zaman kuno Jepang, Nara memang wajib dikunjungi, Gaes. Di kota tersebut, ada kuil Todaiji yang terdapat patung Budha perunggu terbesar di Jepang. Di samping Todaiji, ada kuil Kaiga Taisha yang merupakan salah satu kuil Shinto terbesar di Jepang.
Kedua tempat ini bisa ditempuh dengan berjalan kaki karena keduanya terletak di bawah bukit Wakakusayama, di sekitar Nara Park. Jadi, bagi yang doyan jalan kaki, bisa banget mengunjungi ketiga tempat ini dengan 10.000 langkah saja. Bonusnya, bisa bermain dan berfoto dengan banyak rusa di Nara Park.
Selain kuil Todaiji, kuil Kasuga Taisha, Wakakusayama, Nara Park, juga ada kuil Kofukuji, kolam Sarusawa, dan Naramachi kompleks pertokoan yang tak kalah kunonya. Jalan-jalan dan foto di Nara dengan kimono sangat direkomendasikan, Gaes.
#3 Rusa
Rusa adalah ikon dari kota ini. Ada ungkapan dalam bahasa Jepang, “Nara nara shika shika inai”, yang artinya kalau ngomongin Nara ya cuma ada rusa. Konon, rusa ini dipercaya sebagai kendaran dewa, lho. Di catatan kuno pernah ada lukisan rusa yang dinaiki salah satu dewa.
Rusa ini memang dibiarkan bebas berkeliaran di kota Nara. Saat mereka menyeberang di jalan, para pengemudi harus mau bersabar menunggunya. Kalau ada yang sengaja menabrak, justru bisa masuk penjara.
Rumah para rusa ini ada di gunung dekat Nara Park, tetapi saat musim panas mereka bisa mencari makan sampai ke rumah penduduk sekitarnya. Mereka ini juga sering nongkrong di kampus saya yang banyak rerumputan hijaunya, lho. Diusir? Ya nggak lah. Justru diajak foto-foto.
Bagi orang yang pertama kali ke kota Nara, biasanya akan nggumun sekali dengan pemandangan ini. Kalau saya mah, pernah saat pulang kampus pada malam hari, ketakutan karena dengar krusak krusuk, eh ternyata rusa ngremus rumput di kegelapan. Sebel.
Memberi makan rusa dengan senbei (kue beras) juga menjadi pengalaman wisata yang menyenangkan, lho. Para rusa ini mau saja disuruh manggut-manggut, kok. Tentu saja, demi senbei. Hehehe.
#4 Heijo-kyou, ibu kota pemerintahan Jepang kuno
Sebenarnya kalau ngomongin sejarah, Heijo-kyou (Nara) hanya sebentar saja menjadi ibu kota. Hanya sekitar 74 tahun saja, dari tahun 710 – 784 M. Setelah itu, ibu kota Jepang kuno berpindah ke Nagaoka-kyou (hanya sebentar juga), lalu ke Heian-kyou (Kyoto). Alasan pindahnya karena politik dan para pendeta Budha yang cukup ikut campur urusan pemerintahan.
Sisa-sisa peninggalan ibu kota ini masih ada sampai sekarang, lho, dan menjadi salah satu destinasi wisata di kota Nara juga. Meski hanya beberapa saja yang dibangun ulang, tetapi ibu kota bisa terlihat dari luas reruntuhannya. Kebetulan saya pernah internship di Nara National Research Institute for Cultural Properties, satu dari dua lembaga penelitian nasional untuk peninggalan budaya di Jepang. Di sana, saya dijelaskan bagaimana sejarah ibu kota ini, bagaimana penelitian yang terus dilakukan sampai sekarang, dll. Pengalaman yang keren, deh.
#5 Wisata museum yang menyenangkan
Selain menikmati bangunan kuno bersejarah, pemandangan indah dari bukit Wakakusayama dan berinteraksi dengan para rusa, menikmati museum juga menjadi salah satu alternatif wisata yang menyenangkan.
Setidaknya ada dua museum yang cukup terkenal, yakni Nara National Museum dan Heijo Palace History Museum. Keduanya menampilkan koleksi kuno yang sangat berharga, termasuk patung Budha yang ada di kuil, lengkap dengan penjelasan sejarahnya. Heijo Palace History Museum juga menampilkan bagaimana cara hidup orang Jepang kuno, termasuk sistem masyarakat, perdagangan, sastra, administrasi, dll.
Di waktu tertentu, juga ada pameran koleksi khusus dan pengunjungnya ramai, lho. Urusan museum, antusiasme orang Jepang memang jawara lah. Saya kadang heran, kok mereka bisa menikmatinya, ya?
#6 Ritme hidup yang selow
Ritme hidup di kota ini memang bisa dibilang spesial. Ada guyonan kalau begitu sampai Nara, langkah kaki bisa melambat. Hal ini bisa dilihat di stasiun. Di stasiun wilayah Kyoto dan Osaka, langkah kakinya sangat cepat, seperti Jepang pada umumnya. Namun, begitu sampai di stasiun daerah Nara, kecepatannya berubah.
Hal lain yang mungkin cukup mengejutkan adalah banyak toko di pusat kota Nara yang tutup awal, sekitar jam 8 malam. Jadi, kalau sudah jam 8 ke atas, kota ini menjadi sunyi. Meski pusat kota sekali pun, akan terlihat seperti kota kecil lainnya yang sepi. Sangat cocok buat orang yang ingin hidup selow.
#7 Mirip Jogja
Nara bisa dibilang cukup mengandalkan sektor pariwisata. Bagi mahasiswa yang mau bekerja paruh waktu pun, hanya mengandalkan pekerjaan yang berhubungan dengan restoran, hotel, toko oleh-oleh, dll. Upahnya pun jauh lebih kecil dibanding Osaka dan Kyoto.
Pokoknya, banyak penduduk yang bilang kalau Nara itu nggak ada apa-apanya ketimbang kota lain. Upahnya kecil, tetapi harga kebutuhan sama seperti di tempat lain. Saya sih nggak heran, kan mirip Jogja.
Seperti itulah kira-kira fakta menarik tentang mantan ibu kota Jepang ini. BTW, dari kos dan kampus, saya kayang saja sudah sampai Nara Park ini, lho. Menikmati sore bersama para rusa sambil membaca buku itu sangat menyenangkan. Asal nggak nginjek kotorannya. Bisa dicoba, Gaes.
Penulis: Primasari N Dewi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kamagasaki, Kota yang ‘Dihapus’ dari Peta Jepang