Kalian jangan kaget-kaget amat baca judul artikel ini. Iya, memang ada buku self-help yang tidak berpengaruh apa-apa. Nyatanya, ada buku yang nggak ngasih saran yang realistis dan hanya berjualan cuap-cuap kosong juga banyak. Namun, tidak semua buku self-help begitu. Lagi pula, siapa yang menjamin buku self-help itu berpengaruh secara merata terhadap setiap orang yang membacanya?
Bila efek yang diberikan buku self-help sama rata setiap orang, mungkin semua orang sudah jadi Bill Gates.
Tapi sebenarnya, mengapa buku self-help itu ada yang nggak berpengaruh ya? Apa karena buku self-help itu hanya penipuan semata? Berikut beberapa alasan yang mungkin membuat buku self-help yang kita baca tidak berpengaruh terhadap hidup.
#1 Salah pilih buku
Terdapat ribuan buku self-help di luar sana. Hal ini membikin kita bingung mau baca yang mana. Layaknya konten di internet yang clickbait, judul buku hingga sampul dan desain buku dapat membuat kita terkena bait atau umpan untuk membeli. Padahal, belum tentu bukunya berkualitas atau sesuai kebutuhan.
Steven Pinker, seorang psikolog dan ahli bahasa mengungkapkan sikap skeptisnya terhadap buku-buku self-help. Ia berpendapat bahwa banyak dari buku-buku tersebut yang berlandaskan pada klaim tidak ilmiah dan bukti anekdot. Buku-buku seperti ini justru menyesatkan dan tidak efektif bagi individu dalam mengembangkan diri.
Untuk menghindari hal tersebut, kita perlu mengidentifikasi buku seperti apa yang tidak layak dibaca. Terdapat beberapa ciri-ciri buku yang mungkin memenuhi ketidaklayakan tersebut, seperti memiliki judul yang heboh, menjanjikan hingga menjaminkan output yang tidak realistis, tidak berlandaskan bukti ilmiah dan hanya memberikan sumber yang tidak spesifik, hingga name-dropping orang-orang terkenal dengan semena-mena. Misal, “Kiat Sukses hanya 3 tips! Dijamin 3 Bulan Kaya!” atau, “Berikut Kiat Sukses Ala Elon Musk, Dijamin Sukses Hanya dengan Melakukan 3 Hal,” dan lain-lain.
Lalu, bagaimana caranya bisa tahu kita nggak salah beli buku? Cara paling ampuh supaya tidak salah pilih buku adalah riset bukunya dulu: coba cek ulasan-ulasannya di Goodreads, atau di blog orang yang mengulas buku. Bisa juga cek kredibilitas penulisnya bila ingin ekstra yakin dengan buku yang hendak dibeli tersebut.
#2 Maunya buku yang bisa menyelesaikan seluruh masalah hidup
Masalah hidup memang banyak. Tapi, menyelesaikan masalah yang banyak tidak bisa instan. Layaknya tugas kuliah atau kantor, semua perlu dikerjakan satu per satu agar selesai dengan hasil maksimal dan tidak stres karena terlalu sering multitasking. Begitu juga dengan buku. Pilih satu atau dua masalah yang saling berkaitan secara spesifik, lalu cari dan riset buku yang cocok dalam membantu menyelesaikan masalah tersebut.
Ingat, buku hanya membantu memberikan saran-saran agar kita bisa memecahkan masalah, namun yang bisa menyelesaikan masalah itu hanyalah diri kita. Punya masalah dengan rasa malas? Buku self-help bisa memberi kita tips untuk memecahkannya. Tapi yang bisa menyelesaikan? Ya hanya diri kita sendiri.
#3 Tidak punya tujuan jelas
Baca buku self-help maupun melakukan kegiatan apapun memang seharusnya punya tujuan yang jelas terlebih dahulu. Bahkan sesederhana kegiatan “makan” sekalipun punya tujuan yang jelas. Bila tidak punya tujuan, maka akan sulit untuk mengambil saran dan strategi yang ditawarkan penulis, bahkan tidak tahu harus mulai dari mana, dari buku apa, fokus permasalahan yang mau diselesaikan apa.
#4 Punya ekspektasi yang tidak realistis
Saat kamu menentukan masalah apa yang ingin kamu selesaikan, patut diingat bahwa orang atau pelaku yang bisa menyelesaikannya adalah dirimu. Dan, sebagai manusia, tentu masing-masing individu punya kapasitas. Jangan sampai kamu ingin menyelesaikan masalah keuangan dengan menentukan ekspektasi, harus bisa sekaya Elon Musk dalam kurun waktu 6 bulan, padahal gaji hanya UMR. Ya mungkin saja bisa kalau tiba-tiba Elon Musk ngasih seluruh kekayaannya.
#5 Tidak dipraktikkan
Ini sudah jelas ya mengapa buku self-help yang dibaca tidak berpengaruh ke dalam kehidupan. Kalau strategi yang disarankan oleh penulis tidak ada yang dipraktikkan, tentu tidak akan berpengaruh pada perkembangan diri maupun kehidupan sama sekali. Namun, bila memang ada beberapa yang tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan, tentu beda cerita.
#6 Mengikuti secara buta
Nah, tidak semua strategi bisa kita aplikasikan serta menghasilkan output yang sama. Hal ini karena tiap kapasitas diri individu itu berbeda-beda; tumbuh dan berkembang di lingkungan yang berbeda-beda. Namun bukan berarti membaca buku self-help tidak ada gunanya. Coba saring tiap strategi yang disarankan oleh sang penulis buku, mana saja strategi yang memungkinkan untuk diaplikasikan dan mana saja yang tidak.
Namun, bukan berarti tidak bisa diaplikasikan karena malas, ya. Coba analisis strategi dan saran yang ditawarkan oleh penulis, lalu identifikasi, apakah saran yang ditawarkan ini sesuai dengan kemampuan kita secara finansial, sosial hingga kapasitas diri.
#7 Tidak persisten
Banyak yang tahu bahwa membentuk kebiasaan baru itu tidak jadi semalaman kayak Bandung Bondowoso yang bikin 1000 candi semalam. Namun, tidak semua orang yang sadar akan hal tersebut bisa persisten atau gigih saat hendak menerapkan strategi baru yang diambil dari buku self-help ke dalam hidupnya. Baru dicoba seminggu, dirasa nggak keliatan hasil, langsung nyerah. Buku self-help mungkin ngasih strategi-strategi mewah, namun tanpa usaha, konsistensi dan kesabaran, semua ilmu yang didapat dari buku self-help, tidak ada gunanya.
Intinya, buku-buku self-help dapat menjadi sumber daya yang berharga untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Tapi, tidak semua buku self-help cocok untuk semua orang dan menghasilkan output yang sama. Ada yang berhasil mengembangkan diri, ada yang berhasil menjadikan bukunya sebagai pajangan semata.
Penulis: Batoulizzakia
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 3 Alasan Buku Motivasi Selalu Laku di Pasaran