Lagu koplo yang sering kita dengar biasanya berasal dari olahan ulang lagu populer dari beragam genre yang sebelumnya sudah banyak dikenal. Apa pun makna lagu tersebut, jika sudah dikoplo, tujuan utamanya bukanlah untuk menyampaikan pesan, namun membuat orang berjoget.
Untuk mengkoplo sebuah lagu, setidaknya pemain orkes harus memahami syarat lagu yang koploable agar mudah diterima oleh masyarakat. Misal, lagu yang hendak dikoplo haruslah memiliki lirik yang sederhana alias tidak terlalu nyastra. Lalu lagu bertema percintaan seperti kecewa kepada pasangan atau perselingkuhan adalah tema yang koploable.
Selanjutnya, lagu yang hendak dikoplo harus familier di telinga masyarakat terlebih dahulu. Setidaknya lagu yang hendak dikoplo pernah masuk trending YouTube. Biar ketika biduan capek nyanyi, tukang kecrek dan penonton bisa menggantikan bernyanyi. Dari sini muncul hipotesis bahwa semua lagu yang booming akan koplo pada waktunya.
Meski demikian, ketika Mas Agus Mulyadi mengatakan bahwa semua lagu akan koplo pada waktunya, saya justru berpikir ada beberapa lagu Indonesia yang sebaiknya jangan pernah dikoplo. Sebab, selain merusak roh lagu tersebut, pesan lagu yang diciptakan dari perenungan dan pengalaman hidup tersebut tidak akan di-notice para penonton pengabdi hak-e hak-e hokya hokya.
Saya pikir ada sebagian pencipta lagu yang justru tidak ingin lagunya di-cover secara sembarangan, apalagi ketika aransemen lagunya diubah menjadi koplo, meskipun lagu yang dikoplo tersebut nantinya akan menembus pasar penikmat musik mulai dari YouTube hingga flashdisk berisi lagu bajakan.
Lagu-lagu itu antara lain:
Lagu yang jangan dibuat versi koplonya #1 Fourtwnty, “Zona Nyaman”
Ketika mendengarkan lagu ini, di imajinasi saya tergambar suasana pagi hari dengan para pekerja berpakaian rapi dan pensiunan membaca koran sembari minum kopi. Membawa pesan “Ayo pekerja kantoran segeralah resign”, saya pikir lagu ini sebaiknya jangan dikoplo karena akan menghambat penyampaian pesannya. Lagian masyarakat yang nonton konser dangdut koplo tujuannya kan berjoget, bukan mencari pencerahan.
Lagu yang jangan dibuat versi koplonya #2 Kunto Aji, “Rehat”
Untuk menciptakan lagu ini, penyanyi alumni Indonesia Idol Kunto Aji sampai perlu empat kali konsultansi kepada psikolog. Salah satu hasilnya, Kunto Aji memakai frekuensi 396 Hz yang mampu mengeluarkan pikiran negatif demi menyehatkan mental.
Jika lagu ini di-cover dalam aransemen koplo, tentu saja sisi terapeutik lagu ini akan terkikis. Apalagi kita tahu sound system pertunjukan musik koplo bisa bikin kaca rumah bergetar.
Juga bayangkan jika lagu ini dibawakan OM Sera atau OM Monata. Dijamin, tukang kecrek atau tukang krompyangan akan menjadi personel yang sangat gabut karena tidak ada bagian untuk dirinya dapat tas-tas-tas-tas-tas.
Lagu yang jangan dibuat versi koplonya #3 Endah N Rhesa, “Liburan Indie”
Dari judulnya saja sudah jelas lagu ini memiliki segmentasi yang terbatas. Mengolah lagu ini ke dalam versi koplo akan sangat merepotkan karena harus mengubah judulnya dulu menjadi “Liburan Koplo”. Selain itu, dalam lirik lagu ini juga disebutkan nama-nama band indie seperti Navicula, Mocca, dan Efek Rumah Kaca yang sudah pasti kurang familier di benak masyarakat pengabdi kendang koplo.
Lagu yang jangan dibuat versi koplonya #4 Bandaneira, “Yang Patah Tumbuh, yang Hilang Berganti”
Seperti yang sudah saya sebut, syarat mengkoplokan sebuah lagu adalah lirik yang sederhana. Syarat itu sudah langsung tidak terpenuhi oleh lagu ini karena isinya sarat metafora yang hanya bisa dinikmati ketika tubuh dalam kondisi duduk manis atau rebahan.
Singkat kata, untuk dapat memaknai lagu ini, kita perlu berpikir guna menafsirkan metaforanya dulu. Artinya, lirik tak bisa ditangkap dalam sekali dengar. Apalagi kalau mendengarkannya sambil njoget. Selain itu lagu ini harus dinyanyikan dengan teknik tertentu yang tidak memerlukan banyak goyangan dan pensil alis.
Dengan demikian, saya memvonis lagu ini sangat tidak koploable.
Lagu yang jangan dibuat versi koplonya #5 White Shoes & the Couples Company, “Kisah dari Selatan Jakarta”
Mendengarkan lagu ini mengajak kita berimajinasi ke tahun ‘70-an meskipun dekade itu hanya kita ketahui dari cerita, film, dan foto.
Lagu ini merupakan lagu paling tidak koploable dari keenam daftar lagu di tulisan ini. Alasannya, lagu ini mengisahkan keadaan di selatan Jakarta. Padahal semua orang tahu koplo diklaim berasal dari Jawa Timur. Jadi, secara geografis, antara lagu ini dan genre koplo sudah tidak ada link and match. Kecuali kalau ada musisi koplo yang sangat niat mengganti tempo lambat lagu ini serta mengubah judulnya menjadi “Kisah dari Selatan Kertosono”.
Lagu yang jangan dibuat versi koplonya #6 Stars and Rabbit, “Man upon the Hill”
Tentu tidak salah meng-cover lagu berbahasa Inggris menjadi koplo. Via Vallen sudah melakukannya pada lagu Blackpink.
Masalahnya, dalam lagu ini terdapat penggalan lirik “Ah, ah, ah, ah, ah, aaaaaah”. Jika yang menyanyikan lagu ini seorang biduan bahenol berlipstik merah, sangat dikhawatirkan akan terjadi salah tafsir dari penonton.
BACA JUGA Kenapa Dangdut Koplo Bisa Bertahan Setidaknya Sampai 100 Tahun ke Depan dan tulisan Dhimas Raditya Lustiono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.