6 Dosa Penjual Rawon yang Sebaiknya Dihindari

6 Dosa Penjual Rawon yang Sebaiknya Dihindari

6 Dosa Penjual Rawon yang Sebaiknya Dihindari (Unsplash.com)

Rasanya agak sedih kalau ketemu penjual rawon yang melakukan dosa-dosa kayak begini. Seporsi rawon terasa nggak autentik lagi.

Bagi saya yang asli Jawa Timur, rawon termasuk hidangan premium yang hanya muncul di momen-momen tertentu. Bahan bakunya yang full daging sapi rentan bikin dompet cekot-cekot kalau menyajikan masakan ini setiap hari. Sebenarnya untuk mengakalinya, potongan labu siam biasa ditambahkan biar isian rawon banyak. Bisa dibilang ini trik umum yang biasa dipakai banyak keluarga pas-pasan di Jawa Timur.

Sup daging berkuah hitam ini memang memiliki kelezatan yang khas. Cita rasanya mampu melampaui penampilannya yang sangat mencurigakan. Sayangnya kelezatan rawon yang mewah itu bisa ternodai jika penjual rawon melakukan beberapa kesalahan di bawah ini.

#1 Dagingnya alot

Berbeda dari soto yang lebih versatile dan bisa diisi dengan beragam komponen, rawon seolah punya aturan yang lebih ketat. Daging sapi menjadi satu-satunya komponen isian di dalam rawon yang sangat menonjol dan nggak bisa ditawar. Penambahan kondimennya pun nggak seramai soto baik dalam segi variasi maupun kuantitas. Jadi, mau nggak mau keberadaan daging dalam rawon memang sangat ter-highlight.

Makanya pemilihan daging yang berkualitas sangatlah penting. Untuk membuat rawon, pada umumnya dipilih potongan daging sapi terbaik yang isinya full daging. Mengolahnya pun harus sangat jeli. Percuma dong pakai daging bagus dan mahal kalau ujung-ujungnya alot.

Daging rawon yang ideal adalah yang dipotong besar-besar biar pantas dihidangkan dan teksturnya empuk, sehingga dagingnya mudah diiris dan dikunyah. Jadi penikmat rawon akan menikmati makanannya dengan hati yang senang dan damai karena nggak terganggu daging yang alot.

Terkadang ada juga penjual rawon yang menjual rawon dengan campuran daging tetelan dan gajih sapi. Sebenernya nggak masalah sih, selama harganya juga menyesuaikan. Kalau tetep mahal ya skip wes.

#2 Kuahnya kemanisan

Masakan yang cenderung manis adalah problem utama yang sering dihadapi oleh para perantau dari Jawa Timur di Jogja. Di awal-awal kuliah dulu, saya cukup sering terkejut ketika membeli olahan sayur di warung prasmanan. Lha wong sayur urap manis, sayur bayem, bobor, sampai lodeh juga manis. Palingan cuma sayur sop dan tumis-tumisan yang relatif aman.

Rawon pun tak luput dari kejutan manis ini. Memang untuk memasak rawon orang-orang suka menambahkan gula. Bahkan ada juga yang menambahkan sedikit kecap manis pada resepnya. Tujuannya biar rasa yang dihasilkan lebih balance.

Akan tetapi template kuah rawon yang benar tetaplah gurih asin. Jadi kalau mau menyiasati mendapatkan rasa manis, sebaiknya penjual rawon menyediakan kecap manis di meja. Biar pengunjung menakar sendiri kadar manis makanan di piringnya sesuai selera.

Baca halaman selanjutnya

#3 Nggak pakai taoge pendek…

#3 Nggak pakai taoge pendek

Satu hal yang paling sering disalahpahami penjual rawon yang bukan orang Jawa Timur adalah penggunaan taoge. Untuk rawon baiknya menggunakan taoge pendek. Taoge pendek ini memang terbuat dari kacang hijau layaknya taoge di pecel, namun segera dipanen saat usianya masih muda makanya ekornya pendek-pendek. Kalau di Jawa Timur, taoge jenis ini dipakai dalam hidangan rawon, soto (terutama soto Madura), dan sayur trancam.

Taoge pendek ini punya rasa langu khas yang cocok banget dipadukan dengan rawon. Sayur ini mampu menjadi penyeimbang untuk kuah rawon yang amat berkaldu. Jadi kalau ada penjual rawon yang pakai taoge pecel apalagi taogenya direbus dulu sudah dipastikan ia penjual rawon aliran sesat.

#4 Nggak pakai sambal terasi matang

Sambal yang ideal untuk menemani rawon adalah sambal terasi matang. Bisa kelihatan dari warnanya yang cenderung gelap. Rasanya harus ada manis-manisnya untuk mengimbangi kuah rawon yang gurih asin tadi.

Kalau kalian makan rawon di Jawa Timur, umumnya kalian akan mendapatkan sambal yang semacam itu. Seandainya warung makan tersebut menyediakan menu soto dan rawon, penjual tetap akan membuat dua sambal yang berbeda. Sambal kemiri untuk soto dan sambal terasi matang untuk rawonnya. Jadi jika rawon yang kalian beli nggak menyediakan sambal terasi matang atau malah ngasih sambal bawang, berarti patut dipertanyakan keautentikannya.

#5 Lupa menaburkan brambang goreng

Brambang atau bawang merah goreng adalah komponen yang kerap disepelekan. Padahal keberadaannya dalam masakan Nusantara termasuk rawon, membuat kelezatannya makin powerful. Brambang juga bisa berfungsi untuk mempercantik tampilan rawon yang monoton dan hitam.

Memang brambang goreng sudah ditambahkan penjual rawon ke dalam kuah saat si rawon matang. Tapi rasanya suka sedih aja gitu kalau penjualnya nggak memberikan ekstra taburan brambang goreng di atas rawon yang dihidangkan.

#6 Nggak menyediakan kerupuk udang

Beberapa lauk pendamping yang cocok banget sebagai teman makan rawon di antaranya telur asin, tempe yang digoreng tanpa tepung, empal, perkedel, dan paru goreng. Namun ada satu komponen klasik dan paling dasar yang sebaiknya nggak dilupakan, yakni kerupuk udang.

Di Jawa Timur, kerupuk udang adalah satu-satunya jenis kerupuk yang dianggap pantas untuk disajikan di momen-momen spesial. Nggak heran kalau doi selalu muncul di setiap hajatan mendampingi menu makanan apa pun, termasuk rawon.

Makan rawon tanpa kerupuk udang rasanya kayak ada yang kurang. Nggak masalah kalau nggak ada telur asin atau tempe, asal kerupuk udang jangan sampai absen. Nelangsa rasanya kalau di warung makan yang nyediain rawon malah lupa menyediakan kerupuk udang. Mending saya pesen menu yang lain aja. Hiks.

Kalau dipikir-pikir, saya memang punya standar yang cukup ribet dalam menikmati rawon. Kalau bisa sih harus punya cita rasa dan penampilan semirip mungkin dengan pakemnya di tempat asal. Sebab memang sebegitu istimewanya rawon di mata saya.

Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Rawon Warteg, Culture Shock Terbesar Saya di Dunia Kuliner.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version