Antara Juli hingga Agustus tahun ini merupakan bulan aktif bagi para mahasiswa untuk KKN. Berbeda dengan situasi dua tahun sebelumnya, saat ini sudah bisa offline. Biasanya, mahasiswa akan menuju daerah yang telah bekerja sama dengan kampus. Beberapa daerah yang sudah bekerja sama dengan kampus saya di Semarang adalah Demak.
Kebetulan, saya sendiri merupakan warga Demak yang dulu pernah ikut KKN. Nah, melaksanakan program di sini itu nggak gampang. Bisa jadi lebih susah kalau mahasiswa kurang bisa beradaptasi dan membaur.
Oleh sebab itu, saya ingin berbagi beberapa hal. Tentu supaya teman-teman mahasiswa bisa melaksanakan program KKN dengan lancar di Demak.
#1 Memahami tata krama yang dipegang teguh di Demak
Masyarakat Demak akan selalu lebih tertarik pada mahasiswa yang memiliki tata krama dan paham sopan-santun. Setidaknya paham bersikap saat menghadapi orang yang lebih tua atau ketika bertamu. Yah, seperti umumnya orang Jawa, kami memegang teguh prinsip “adigang, adigung, adiguno”.
Makanya, saya sempat kaget ketika beberapa waktu yang lalu ada mahasiswa KKN yang diusir warga. Herannya lagi ini bukan kali pertama. Artinya, kelakuan mahasiswa itu sudah keterlaluan sehingga warga Demak mengambil langkah tegas. Tentu ini maksudnya untuk pelajaran moral bagi mahasiswa, ya.
Jangan sampai mahasiswa tidak disukai warga, apalagi diperlakukan secara sinis. Ini bisa menjadi perlakuan yang terasa kejam. Bayangkan saja, selama 45 hari kamu merasa tidak nyaman dan aman melaksanakan program KKN. Apalagi orang-orang desa kalau udah sinis itu jahatnya bukan main. Mulutnya jadi sangat pedas. Jadi, jaga sikap dan tata krama, ya.
Baca halaman selanjutnya: KKN di Demak itu nggak susah, asal tahu caranya.