5 Poin Penting yang Saya Tangkap dari Film Gangubai Kathiawadi

5 Poin Penting yang Saya Tangkap dari Film Gangubai Kathiawadi (Unsplash.com)

Film Gangubai Kathiawadi yang nongol di Netflix sejak akhir April kemarin mencuri perhatian banyak orang.

Ganga, gadis polos dari keluarga berada, kabur bersama pacarnya menuju Mumbai. Rasa cinta dan percayanya kepada sang pacar membuatnya yakin bahwa mimpinya menjadi seorang bintang film akan segera terwujud.

Sayangnya, mimpi Ganga memang hanya ditakdirkan sampai sebatas mimpi. Alih-alih dijadikan bintang film oleh pacarnya, Ganga justru dijual ke Bibi Sheela, seorang muncikari dan pemilik rumah bordil di daerah Kamathipura, kawasan prostitusi di India.

Ganga sempat berusaha menolak dan melawan, tetapi kemudian ia sadar bahwa perlawanannya sia-sia belaka. Tepat pada hari pertama menjadi PSK, Ganga menganggap bahwa dirinya telah “mati”. Tidak ada lagi Ganga yang diberi iming-iming beradu akting dengan Dev Anand. Yang ada hanya Gangu, PSK di Kamathipura.

Ganga justru dijual ke rumah bordil oleh pacarnya (Unsplash.com)

Menjalani pekerjaan sebagai seorang PSK, Ganga berbeda dari kawan seprofesinya. Ia tampil sebagai sosok yang tidak takut pada siapa pun. Rasa sakit hati atas apa yang ia jalani, ia ubah menjadi tekad untuk memperjuangkan hak kemanusiaan. Bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk 4000 perempuan di Kamathipura. Kelak, sepeninggal Bibi Sheela, Gangu “naik pangkat”. Ia menjadi muncikari.

Perlahan, nama Gangu di Kamathipura makin mendapat tempat. Ketika pemilihan penguasa Kamathipura terbuka, ia maju. Lalu, terpilih sebagai pemenang setelah melewati berbagai macam drama, teror, dan intrik politik.

Ganga bertransformasi dari sosok gadis ceria dan polos menjadi Gangu si PSK, kemudian menjadi Gangubai Kathiawadi, “ibu” dan pejuang keadilan serta hak asasi manusia bagi PSK di Kamathipura. Dalam perjuangannya, Gangubai siap melakukan apa saja, termasuk mengorbankan kebahagiaan dirinya sendiri.

Pidatonya di hadapan banyak orang penting dan masyarakat umum adalah momentum yang tepat untuk menyuarakan isi hatinya sebagai perwakilan dari PSK. Permintaannya untuk melegalkan aktivitas prostitusi memang menjadi topik kontroversial dan bisa menimbulkan huru-hara saat berhadapan dengan masyarakat luas. Melanggar norma agama dan moral yang berlaku, sudah pasti menjadi poin sanggahan. Bukan hanya di India, di negara kita juga.

Meski demikian, film dramatisasi dari kisah nyata berdasarkan tulisan dalam buku Mafia Queens of Mumbai karya S. Hussain Zaidi dan Jane Borges ini menarik untuk ditonton karena mengangkat isu penting.

#1 Women supporting women dan women empowerment

Sepanjang menonton film Gangubai Kathiawadi ini, yang paling bikin merinding adalah melihat bagaimana Gangubai mendapat dukungan dari teman-temannya di rumah bordil.

Karakternya yang tegas dan berkepribadian kuat, membuat teman-teman Gangubai menyadari bahwa hanya kepada Gangubai lah mereka bisa menaruh harapan. Setidaknya mereka punya sosok yang bisa menjadi sandaran dalam gelap dan kejamnya dunia prostitusi.

Women supporting women (Unsplash.com)

Gangubai punya visi yang terbaik untuk masa depan Kamathipura. Rekan-rekannya pun mendukung itu. Ketika kemudian Gangubai tampil sebagai perempuan berdaya yang suaranya mulai menyentuh telinga kaum atas, momen krusial tersebut juga tidak lepas dari peran para perempuan yang Gangubai perjuangkan hak kemanusiaannya, termasuk hak untuk hidup layak dan hak atas tubuh mereka sendiri.

#2 PSK rentan alami diskriminasi dan kekerasan

Melihat perempuan yang menjadi PSK terkadang membuat orang-orang lupa bahwa mereka juga manusia. Stigma buruk yang telanjur melekat dalam diri PSK membuat sebagian orang merasa berhak melakukan apa saja. Mereka yang bekerja sebagai PSK adalah manusia-manusia yang rentan mengalami kekerasan, baik fisik maupun seksual.

Hal inilah yang terjadi pada Gangubai. Di depan bioskop, ia sempat dilecehkan secara verbal. Saat melayani pelanggan, ia pun pernah terluka parah karena disiksa.

Gangubai bahkan menyadari bahwa sampai mati pun, kekerasan itu bisa terjadi. Itulah mengapa ia meminta agar temannya yang sudah meninggal, tidak lupa diikat kakinya. Tujuannya agar si mayat tidak menjadi korban pemerkosaan.

#3 Diskriminasi terhadap anak PSK

Untuk keluar dari sistem kehidupan yang gelap dan busuk, dibutuhkan langkah berani demi tatanan hidup yang lebih baik. Sayangnya, tidak semua pihak mau berkontribusi untuk hal tersebut.

Anak-anak yang ibunya bekerja menjadi PSK, kerap kali mengalami diskriminasi, termasuk ketika akan masuk sekolah. Sulit untuk menemukan sekolah yang mau menerima mereka. Ketika diterima pun, diskriminasi berupa dikucilkan dan menjadi korban perundungan adalah hal yang sulit terbantahkan.

Ketidakadilan inilah yang juga coba dilawan oleh Gangubai.

#4 Pendidikan bagi anak yang dibesarkan ibu tunggal

Anak-anak dari PSK dalam film Gangubai Kathiawadi ini adalah anak-anak dari ibu tunggal. Ketika akan mendaftarkan anak-anak tersebut ke sebuah sekolah, Gangubai dipersulit karena status para anak yang dilahirkan dan dibesarkan oleh ibu tunggal.

Dalam gelak canda Gangubai saat menghadapi moment tersebut, justru terselip ironi tentang perempuan sebagai warga kelas dua yang perannya terasa tidak lengkap tanpa sosok laki-laki.

Ilustrasi menjadi ibu tunggal (Unsplash.com)

#5 Perdagangan perempuan dan pernikahan usia anak

Seperti yang sudah dituliskan di awal, Gangubai menjadi PSK setelah dijual oleh pacarnya sendiri. Dalam dunia prostitusi, Gangubai tentu bukan satu-satunya perempuan yang mengalami hal tersebut. Selain itu, yang juga diangkat dalam film ini adalah tentang pernikahan usia anak.

Anak dari salah satu teman Gangubai, dinikahkan saat usianya masih 15 tahun demi menghindari sang anak bernasib serupa seperti ibunya. Di satu sisi, solusi tersebut terlihat melegakan. Terlebih jika melihat bahwa sebelumnya sang anak dikurung layaknya binatang dalam sebuah kandang besi oleh ibunya sendiri.

Akan tetapi, jika dilihat lebih jauh, apa yang terjadi justru membawa sang anak pada masalah lain yang juga berisiko bagi kesehatan fisik maupun mentalnya. Dilematik memang.

Nah, demikianlah lima poin penting yang saya tangkap dari film Gangubai Kathiawadi. Selain karena sederet poin penting di atas, yang juga membuat film ini menarik untuk ditonton—meski durasinya agak panjang (2,5 jam)—adalah akting Alia Bhatt yang kece abiiis. Dari seorang gadis polos menjadi PSK yang nggak ada takut-takutnya, sampai menjadi pejuang perempuan yang badass, semuanya ditampilkan dengan akting yang oke punya. Untuk urusan sinematografi, saya tidak begitu paham. Pokoknya nyaman saja nontonnya.

Jika tertarik dan penasaran, Gangubai Kathiawadi bisa kalian tonton di Netflix ya, Gaes. Selamat menonton!

Penulis: Utamy Ningsih
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Film Gara-gara Warisan: Komedinya Dapet, Ceritanya Nggak.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version