Sebagai karyawan toko sepatu dan baju, sudah seharusnya melayani para pembeli dengan baik layaknya seorang raja. Iya, saya paham sekali sama kalimat itu. Namun, apa yang terjadi kalau raja yang dilayani seperti firaun? Menderita!
Beberapa waktu lalu, saya mengambil part time karyawan toko sepatu dan baju. Hal yang membuat capek bukan pekerjaannya yang berat, tapi karena tipe-tipe pelanggan yang datang. Dan, inilah tipe-tipe pelanggan yang membuat kehidupan karyawan toko sepatu dan baju jadi menderita.
#1 Memilih sampai satu jam, nggak jadi membeli
Menurut saya, pembeli yang cuma memilih tapi akhirnya nggak membeli itu wajar adanya. Adalah hak mereka untuk akhirnya membeli atau nggak di toko sepatu dan baju. Namanya saja mencari yang cocok, baik soal harga, model, maupun ukuran. Semua karyawan pasti maklum.
Namun, kadang, ada saja pelanggan yang saya curiga cuma suka menjajal. Misalnya, dia meminta karyawan mengambilkan size tertentu. Wajarnya, kalau soal size, paling naik satu atau dua dari ukuran sebenarnya. Mencari yang nggak bikin kaki sakit kalau mau beli sepatu. Sayangnya, pelanggan yang kayak gini nggak sadar sama yang mereka perbuat.
Sejauh pengalaman saya, bisa lebih dari lima jenis sepatu yang dicoba dengan berbagai varian size. Artinya, karyawan toko sepatu dan baju harus mengeluarkan lebih dari 10 pasang sepatu sesuai size yang diminta. Wajar, dong, kalau karyawan berekspektasi lebih. “Wah, pasti mau beli, nih.” Eh, satu jam kemudian, dia bilang terima kasih dan meninggalkan kami bersama tumpukan sepatu yang kudu dibereskan.
#2 Yang dicari nggak ada, karyawan kena sasaran
Baik size, warna, dan model itu stoknya terbatas. Jadi, terkadang, karyawan toko sepatu dan baju akan mengingatkan pelanggan secara halus.
Misalnya gini: “Maaf, Kak, ukuran 42 tidak ada. Bagaimana kalau mencoba yang 42,5. Mungkin masih cocok.”
Pelanggan menjawab: “Gini, ya….”
Nah, kalau sudah dibuka pakai “Gini, ya,” biasanya nggak berakhir dengan baik. Maksud saya, kami kan hanya bisa memberi solusi. Kalau misalnya tidak cocok, saran saya, jangan memarahi karyawan toko sepatu dan baju. Kalau memang tidak ada, mau bagaimana? Pelanggan bisa mencari di toko lain, kok. Pamit baik-baik, tanpa perlu berkata keras.
Baca halaman selanjutnya
#3 Si paling telat
Tipe pelanggan selanjutnya yang bikin karyawan toko sepatu dan baju heran adalah mereka yang datang mepet di jam tutup gerai. Misalnya, gerai tutup pukul 21.00, pelanggan datang pukul 20.45. Kurang 15 menit lagi tutup.
Jangan salah, karyawan akan tetap melayani sebaik mungkin. Namun, ada saja pelanggan yang sudah diingatkan bahwa 15 menit lagi tutup, tapi menghabiskan waktu lama untuk memilih. Bukannya gimana, tapi karyawan juga butuh waktu untuk membersihkan toko, mencocokkan uang di kasir, dan merapikan barang sebelum pulang.
Setidaknya, kalau datang mepet, sudah punya bayangan mau beli apa. Jadi, pembeli tidak akan diburu waktu dan karyawan nggak pulang terlalu malam. Ya sama-sama enak aja.
#4 Pelanggan toko sepatu dan baju yang doyan ngobrol
Sebagai karyawan, kami justru diminta untuk berinteraksi dengan pelanggan. Khususnya untuk memberi saran kepada pelanggan memilih barang yang mau dibeli. Jadi, pada dasarnya, kami memang harus mengobrol dengan pelanggan. Kan harapannya terbangun chemistry dan keakraban biar mereka beli di gerai lagi suatu saat nanti.
Namun, ketemu pelanggan yang memang doyan ngobrol itu senang-senang susah. Kalau ngobrolnya masih soal barang-barang yang dijual di toko sepatu dan baju, sih tidak masalah. Sayangnya, ada saja yang malah curhat. Eh, mending sih, kalau curhat. Ada yang malah memberi petuah hidup dan kebijaksanaan. Aduh, maaf ya, saya butuhnya duduk setelah berjam-jam berdiri, bukan petuah hidup.
Yah, setidaknya, sebagai karyawan, saya bersyukur orang seperti ini pasti beli. Dan, terkadang, beli dalam jumlah banyak.
#5 Maunya retur, tapi nggak memahami aturannya
Retur barang ini juga sebuah keniscayaan dari kehidupan karyawan toko sepatu dan baju. Dan, ingat, setiap toko pasti punya SOP sendiri. Misalnya, batas penukaran barang itu 1×24 jam dengan membawa bukti beli. Sudah sangat jelas, ya.
Nah, di sini, saya tuh jadi percaya dengan sebuah riset yang mengatakan kalau tingkat lieterasi orang Indonesia masih rendah. Ada lho, pelanggan, sampai marah besar karena nggak boleh retur. Gimana, ya, masalahnya dia datang ke toko melebihi batas waktu, meski masih bawa bukti beli. Apalagi, sebelum meninggalkan toko, si pembeli sudah diingatkan soal kebijakan retur dan di nota juga sudah tertulis.
Karyawan lagi yang kena. Menderita sekali….
Bekerja itu memang melelahkan gaes. Tapi, jauh lebih melelahkan lagi menemui orang-orang dari berbagai karakter yang malah membuat pekerjaan jadi ribet. Sadarlah para pembeli, para mbak-mbak dan mas-mas yang kalian marahi itu hanya sebatas karyawan. Tentu saja, kami tidak bisa selalu memenuhi kebutuhan kalian.
Penulis: Nurul Fauziah
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 5 Rekomendasi Waralaba untuk Kalian yang Bosan Jadi Karyawan