5 Kendaraan yang Biasanya Digunakan untuk Tilik selain Truk Gabah

Opini Julia Suryakusuma terhadap Film ‘Tilik’ Berbau Kolonialisme Gaya Baru feminisme terminal mojok.co

Opini Julia Suryakusuma terhadap Film ‘Tilik’ Berbau Kolonialisme Gaya Baru feminisme terminal mojok.co

Wahyu Agung Prasetyo, selaku sutradara film pendek Tilik (2018), mengaku tertarik setelah diberikan naskah mengenai budaya tilik yang mengisi hiruk pikuk masyarakat Bantul. Elena Rosmeisara, produser Tilik, mengatakan bahwa budaya ini berangkat dari kepedulian dan para penontonnya diajak untuk melihat dalam sudut pandang yang senyata mungkin.

Di Bantul sendiri, budaya tilik memang sudah menjadi akar yang tidak bisa dipisahkan. Biasanya, hal ini terjadi ketika salah satu anggota PKK—biasanya dibagi lagi ke dalam sebuah dasawisma—ada yang sakit. Lebih luas lagi, budaya tilik juga menyasar saudara atau kerabat dari anggota PKK tersebut.

Selain obrolan ibu-ibu yang biasanya bikin ngekek, ada satu hal lagi yang patut menjadi sorotan. Yakni kendaraan yang digunakan. Hal sederhana namun patut menjadi sorotan. Di Bantul, truk memang menjadi opsi realistis untuk memboyong ibu-ibu partai besar. Namun ada juga beberapa kendaraan yang menjadi langganan untuk di carter. Dan berikut akan saya bedah satu per satu untuk melihat kendaraan yang dugunakan untuk tilik selain truk gabah.

Kobutri

Di daerah lain, kobutri ini mungkin disebut dengan kol. Kursinya tidak seperti bus kota pada umumnya, melainkan memutar. Jadi pas banget untuk ghibah karena penumpangnya saling bertatapan. Mungkin ibu-ibu di dalamnya bukan merasa ada di kobutri, namun merasa sedang ada di Den Haag dan macak jadi anggota Konferensi Meja Bundar. Kobutri ini, lebih pas digunakan untuk tilik dalam rombongan kecil.

Namun kehadiran Kobutri makin hari makin langka saja. Ada, namun tidak sebanyak dahulu. Ijin trayek di Jogja memang sempat dipertanyakan, namun yang menjadi rasa kesal tentu ibu-ibu karena Kobutri adalah kendaraan yang paling nyaman untuk tilik. Apa lagi jika dari Imogiri sampai Bethesda, dijamin punggung nggak nyeri.

Bus Imogirian

Bus ini biasanya mengambil trayek Terminal Giwangan, Pasar Giwangan lalu langsung ke Siluk. Bus ini tidak bisa disebut dengan kol karena bentuknya lebih besar, tidak hadap-hadapan, namun ukurannya relatif kecil. Untuk ghibah, bus ini sangat tidak direkomendasikan. Menurut saya pribadi, bus ini sangat cocok untuk ibu-ibu yang membawa anak. Namun, jika tidak membawa anak dan ingin nyaman bergunjing, kobutri pilihan yang lebih yahud.

Kopata, Aspada, dan Puskopkar

Tiga serangkai ini merupakan kakaknya Kobutri. Ukuran bus ini sedang, tidak sebesar bus AKAP, tapi tidak sekecil bus Imogirian. Bus ini untuk partai besar dan membawa anak-anak. Sama lah daya cakupnya dengan truk. Bedanya, untuk berghibah agak susah. Yang depan harus tingak-tinguk ke belakang, yang belakang harus mbengak-mbengok.

Selain tiga ini, sebenarnya ada lagi, yakni Kop. Abadi. Namun, berhubung di rumah saya ada pangkalan Aspada (dulu, sebelum ijin trayek dihapus), menggunakan bus ini adalah opsi utama lantaran harga teman. Tahu to bagaimana teknik menawar ibu-ibu? Apa lagi ini bukan hanya satu atau dua, tapi satu kompi. Saya yakin taktik perang Sun Tzu akan bertekuk lutut ketika melihat taktik menawar ibu-ibu.

Kol buntung

Sama seperti kobutri, kendaraan ini cocoknya untuk ibu-ibu partai kecil. Atau satu kompi yang ikut hanya beberapa saja. Ketika Aspada yang menjadi langganan tidak ada, truk harganya kurang cocok dan Imogirian sedang tidak lewat, kol buntung milik pribadi akan menjadi tulang punggung. Entah kol buntung ini habis digunakan untuk mengangkut apa. Kalau lagi beruntung sih, bisa dapat kejutan. Tai sapi, misalnya.

Untuk ke kota, menggunakan kol buntung pun ada triknya. Pertama, gunakan terpal. Dijamin tidak ada yang tahu bahwa kol buntung tersebut isinya adalah ibu-ibu yang sedang duduk. Kedua, pakai helm. Ini sesuai aturan, walau nggak sesuai-sesuai amat, sih. Sebagai catatan, menggunakan kol buntung untuk tilik itu berbahaya.

Kereta kelinci

Saya pernah menggunakan kereta kelinci bersama ibu-ibu untuk tilik dari Banguntapan sampai Bambanglipuro. Hesss jyan tobat, pada mbengok-mbengok nggak karuan alih-alih bergunjing ria. Di mata saya, tilik menggunakan kereta kelinci itu ra mashok blas. Nggak lagi-lagi, dah.

Mungkin masih banyak lagi opsi kendaraan lain seperti meminjam mobil polisi, ambulans, sampai kereta tebu. Namun, dari semua itu, hanya satu kendaraan yang masih menjadi penasaran dari pihak ibu-ibu, yakni menggunakan Trans Jogja untuk tilik. Entah bisa atau tidak, menurut saya tinggal tunggu waktu saja ada Trans Jogja mak klunting imbas-imbis melewati Jalan Imogiri Timur menuju Kretek.

BACA JUGA Setelah Nama Asli Upin Ipin Diungkap Netizen, Kami Mencoba Menjawab Misteri Lain Serial Ini dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version