Terletak di Jawa Barat, Bogor memang kerap dijadikan sebagai destinasi wisata. Wisata populer yang ada di sini di antaranya adalah Kebun Raya Bogor, Istana Bogor, Taman Safari, curug, puncak, dll. Tak heran jika di hari libur maupun weekend, banyak orang dari luar kota berbondong-bondong healing ke sini. Salah satunya adalah saya. Kebetulan saya punya saudara yang kini tinggal di Kota Hujan, jadi sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Healingnya dapat, silaturahminya juga dapat.
Saat kali pertama ke Bogor, saya terkesan dengan orang-orangnya yang cenderung ramah dan halus dalam berbahasa. Berbeda sekali dengan karakter orang Tegal yang cenderung berbicara dengan nada yang tinggi. Tapi siapa sangka di balik kelembutan warga Kota Hujan, rupanya mereka bisa kesal juga. Pemicu kekesalan mereka mungkin terdengar sepele bagi kita, tapi tidak untuk warganya.
Dikira orang Bogor tahan hujan, mentang-mentang sebutannya Kota Hujan
Pertama, soal bagaimana warga luar daerah menyikapi julukan “Kota Hujan”. Seperti yang kita tahu, Bogor punya beberapa julukan. Salah satunya adalah “Kota Hujan”. Dibanding kota-kota lain di Indonesia, curah hujan di kota ini memang tinggi. Curah hujan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti topografi, angin muson, posisi matahari, dll.
Nah, gara-gara sering banget dapat jatah hujan, orang-orang dari luar daerah mengira kalau orang Bogor kebal dengan hujan. Jadi, ketika ada orang Bogor di perantauan yang mengeluh gara-gara hujan datang tiba-tiba, reaksi orang-orang biasanya akan langsung nyeletuk, “Lho, orang Bogor kok takut hujan?”
Yeee. Bikin kesel aja. Dikira orang Bogor kulitnya terbuat dari daun talas apa, ya?! Kota hujan sih kota hujan, tapi bukan berarti warganya nggak takut hujan keles~
Dikira tahan dingin, padahal tetep masuk angin
Ada kelanjutannya, nih. Selain dikira tahan hujan, orang Bogor juga sering dikira tahan dengan cuaca dingin. Anggapan seperti ini juga tak kalah membuat warganya jadi kesal. Padahal kedinginan dan masuk angin adalah hak setiap warga negara, termasuk orang Bogor.
Harus diakui, gara-gara sering turun hujan, cuaca di Kota Hujan sering kali lembap dan terasa dingin. Ketika malam tiba, hawa dingin ini akan semakin terasa. Pokoknya hawa dingin sudah jadi makanan sehari-hari bagi warga sana, deh.
Nah, gara-gara dianggap terbiasa dengan cuaca dingin inilah yang akhirnya membuat orang-orang dari luar daerah mengira jika orang Bogor tahan dengan hawa dingin. Akhirnya, ketika ada orang Bogor mengeluh dingin, dianggap wagu. Lha? Kok? Emang aneh ya kalau orang Bogor kedinginan trus masuk angin?
Baca halaman selanjutnya: Di mana pun tinggalnya, dikira dekat Puncak…
Di mana pun tinggalnya, dikira dekat dengan Puncak
Hal lain yang bikin orang Bogor merasa kesel adalah betapa ceteknya pikiran orang-orang tentang wilayah Kota Hujan ini. Gimana nggak kesel? Hampir tiap kali berkenalan dengan orang baru, selalu saja ada respon begini, “Wah, tinggal di Bogor. Dekat dengan Puncak, dong!”
Mbahmu.
Puncak memang ikonik sekali, namun bukan berarti tinggal di Kota Hujan itu dekat dengan Puncak. Contohnya Kecamatan Dramaga. Meskipun sama-sama terletak di Kabupaten Bogor, bukan berarti jarak antara Kecamatan Dramaga dan Puncak cuma sekedipan mata. Salah itu. Yang benar, jarak keduanya adalah 48 km lebih. See? Nggak bisa dibilang dekat dengan Puncak, dong~
Gunung Putri dikira ada di Puncak
Masih soal Puncak. Selain mengira bahwa semua tempat di Kota Hujan itu dekat dengan puncak, ada salah kaprah lain yang juga membuat orang Bogor kesal. Yaitu, mengira jika kawasan Gunung Putri ada di Puncak. Duh, mentang-mentang namanya mirip-mirip, gunung dan puncak, dua tempat ini dikira berdekatan!
Padahal jarak keduanya saja sekitar 50 km. Gunung Putri bagian dari Kabupaten Bogor Timur, sedangkan kawasan Puncak bagian dari Bogor Selatan. Kalau naik kendaraan bisa satu jam lebih, tuh! Alih-alih dekat dengan Puncak, wilayah Gunung Putri justru lebih dekat dan berbatasan dengan Cibubur serta juga Bekasi.
Bukan hanya jaraknya saja yang berjauhan. Karakteristik kedua tempat tersebut juga bak langit dan bumi. Jika kawasan Puncak dipenuhi perkebunan teh dan juga tempat wisata, di Gunung Putri justru banyak ditemui sejumlah pabrik. Tak heran jika berkunjung ke wilayah Gunung Putri, banyak truk-truk proyek yang melintas.
Minta diajari bahasa Sunda sama orang Bogor, padahal…
Terakhir, hal sederhana yang membuat orang Bogor merasa kesal adalah ketika ada yang minta diajari bahasa sunda.
Di Kota Hujan, kita akan sering menjumpai warga lokalnya berbicara dalam bahasa Sunda. Namun, bukan berarti semua warganya bisa bahasa Sunda. Itu sebabnya jangan coba-coba minta diajari bahasa Sunda, terutama jika kamu tahu kalau orang tersebut jarang atau bahkan tidak pernah kedapatan menggunakan bahasa Sunda. Bisa-bisa harga diri orang tersebut terluka karena merasa gagal jadi orang Bogor.
Itulah 5 hal sederhana yang ternyata bisa membuat orang Bogor merasa kesal. FYI, angkot di sini yang doyan ngetem sampai berjam-jam, termasuk pengamen yang demen banget masuk dalam angkot, sengaja tidak dimasukkan dalam list, ya. Kan judul tulisannya Hal Sederhana yang Bikin Orang Bogor Marah. Memangnya, angkot ngetem dan pengamen yang makin meresahkan itu masuk kategori sederhana?
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Membayangkan Apa yang Akan Terjadi Jika di Bogor Tidak Ada Angkot.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
