Kalau dulu tiap belokan ada Indomaret, sekarang tiap belokan ada warung Madura. Bedanya, Indomaret bisa dikenali dari jauh lewat baliho yang segede gaban, sementara warung Madura cukup dengan lampu kelap-kelip yang gemerlapnya mirip arena pasar malam.
Di dekat rumah saya pun ada satu. Sama seperti warung Madura pada umumnya, ia buka 24 jam tanpa lelah. Barang yang dijual lengkap mulai dari bensin eceran, beras, rokok, sampo, sampai sandal jepit. Sebagai warung penyedia barang kebutuhan sehari-hari, boleh dibilang warung Madura ini sering hadir sebagai penyelamat. Contohnya, ketika saya kehabisan telur saat menyiapkan sarapan setelah subuh. Solusinya? Ya, melipir ke warung Madura lah.
Meskipun warung ini sering jadi penyelamat hidup, bukan berarti tanpa cela. Ada beberapa dosa yang sering mereka lakukan pada pembelinya. Bukan dosa dalam arti sebenarnya, tentu saja. Tetapi cukup untuk membuat kita menarik napas panjang sambil istighfar. Dan saya yakin, kalian pun pernah kena satu atau dua di antara dosa berikut ini.
#1 Hitungan di warung Madura tidak jelas, tau-tau muncul jumlah
Ada momen klasik di warung Madura yang hampir semua pembeli pernah alami. Yaitu, proses menghitung total belanjaan yang penuh misteri. Nggak tau kapan dia ngitungnya, tau-tahu sudah muncul nominal.
Ya ada sih yang berhitung di depan pembeli. Cuma caranya berhitung sudah seperti dukun merapal mantra. Komat-kamit, bergumam tidak jelas. Kadang terdengar angka, kadang cuma, “Mmm… Dua… Mmm… Seribu… Eh… Mmm…”. Padahal, telinga kita sudah dipasang setajam mungkin, tapi ujung-ujungnya tetap saja nggak jelas dia ngomong apa. Baru terdengar jelas saat dia mengucapkan nominal akhir.
Kalau sudah begitu, pembeli mau tanya ulang harga per item juga mikir-mikir. Bisa-bisa wajah kita diingat sebagai pembeli yang menyebalkan. Ya, maaf-maaf aja, nih, bukannya nggak percaya dengan hitungan abangnya. Tetapi, sebagai pembeli kita perlu tahu harga barang yang kita beli. Tujuannya biar ada bahan obrolan pas balik ke rumah. “Ih, harga naik terus, nih. Gimana sih pemerintah.” Misal~
#2 Penjaga tiba-tiba muncul dari balik etalase. Bikin jantungan!
Tahu kan kalau etalase depan warung Madura itu tinggi? Nah, karena tinggi dan etalasenya penuh dengan barang, penjaga warung tidak akan terlihat dari luar andai dia duduk mepet ke etalase. Akhirnya, karena ngertinya nggak ada yang jaga, pembeli bakal teriak-teriak memanggil, “Beli… beli…”
Eh, nggak taunya si abang muncul dari balik etalase tanpa aba-aba. Dadakan banget. Rasanya kayak lagi kena jumpscare di film horor, cuma kali ini hantunya bawa kalkulator sama plastik kresek. Sumpah, kagetnya nggak ketolong.
Kalau boleh usul, abang-abang warung Madura ini mending duduknya di tengah warung aja. Jadi, wujudnya kelihatan dari luar. Jangan mepet ke etalase ngapa dah, Bang. Bikin jantung melorot sampai dengkul saja.
#3 Melayani pembeli tidak sesuai urutan
Pernah nggak, sudah dari tadi berdiri, tinggal bayar doang, eh kalah sama yang nyelonong, “Rokok satu, Bang.”
Si abang penjaga warung Madura yang tangannya sudah di atas barang belanjaan kita juga pekok. Tinggal hitung belanjaan kita kok malah geser nyomot rokok. Trus terima uang, berlanjut ngobok-ngobok laci, cari kembalian. Sementara kita yang yang sudah datang lebih dulu, dianggap butiran debu.
Pedih.
Tapi ya mau bagaimana lagi? Sepertinya dalam dunia warung, tak terkecuali warung Madura, pembeli rokok memang punya jalur ekspres. Tidak pakai antre, tidak pakai basa-basi. Kalau di bandara, mungkin ini setara dengan priority boarding.
#4 Warung Madura terkesan sebagai tempat yang tidak ramah pelanggan
Sebagai orang Jawa yang terbiasa disambut dengan senyum dan basa-basi ketika berbelanja, jujur saja belanja di warung Madura itu kadang bikin kaget. Vibes-nya itu loh. Seringkali terasa seperti sedang dimarahi.
Nada suara penjaganya tegas, ekspresinya datar, dan kesannya selalu buru-buru. Mau nggak mau, diri ini jadi bermuhasabah, “Jangan-jangan gue udah ganggu tidur siang abangnya.”
Padahal kalau dipikir-pikir tudingan nggak ramah, jutek, dsb itu tidak berdasar. Bisa jadi, itu memang gaya bicara mereka. Cuma buat telinga orang Jawa yang lembut dan penuh unggah-ungguh ini, efeknya bisa bikin deg-degan. Berasa kayak bikin kesalahan pokoknya.
#5 Penjaga warung melayani sambil teleponan
Selain jarang tersenyum, dosa lain warung Madura terhadap pembeli adalah melayani tapi sambil teleponan.
Entah kenapa, penjaga di sana memang sering kedapatan sedang telepon-teleponan. Konon katanya sih, teleponan adalah cara penjaga warung Madura untuk mengusir sepi dan kantuk. Cuma nggak sambil melayani pembeli juga dong, Bang. Ya, memang sih si abangnya ini multi talented. Bisa teleponan sambil melayani pembeli. Tapi tetap saja, sebagai pembeli kami juga ingin diperhatikan.
Melayani sambil teleponan juga membuat pelanggan jadi kurang nyaman untuk belanja. Soalnya mereka jadi merasa nggak enak misal mau tanya harga atau minta diambilkan suatu barang. Takut dianggap motong pembicaraan, gitu. Akhirnya yang tadinya mau belanja A, B, C, D, jadi cuma A doang. Nah, kan, abang sendiri yang rugi, kan?
Gimana? Dari kelima dosa-dosa warung Madura di atas, mana nih yang pernah kamu alami? Atau, sudah pernah mengalami semuanya? Tapi ending-nya tetep balik lagi, kan?
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Sebagai Orang Madura, Saya Sebenarnya Agak Segan Belanja di Warung Madura.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
