Dulu, jamannya BBM-an, saya diundang ke grup BBM pasti murni untuk urusan kerjaan. Rasanya memang tertolong banget karena koordinasi antar-anggota jadi lebih cepat. Sampai kemudian BBM sekarat dan akhirnya wafat, jadilah WhatsApp berserta fitur grupnya yang jadi pengganti.
Seperti halnya grup BBM, buat saya awalnya grup WhatsApp hanya terbatas untuk kepentingan pekerjaan atau organisasi. Semakin lama, jadi semakin sering saya diundang masuk grup WhatsApp yang urusannya bukan hanya pekerjaan. Mulai dari grup WhatsApp SD, SMP, SMA, kuliah, sampai grup WhatsApp teman kos, tetangga samping kos, best friend forever level SD, SMP, dan SMA, alumni ekskul 1, alumni ekskul 2, bekas kantor 1, bekas kantor 2. Itu masih ditambah grup WhatsApp keluarga inti, ipar, sepupu, cucu. Banyak banget.
Nah, sekarang coba dipikir deh. Apa benar kita perlu grup WhatsApp seabrek itu? Jangan-jangan beberapa grup justru udah jadi toxic, baik buat diri sendiri maupun buat si hape. Bisa karena grup WhatsApp tersebut jadi grup hantu karena keseringan sepi atau justru rame tapi isinya berantem mulu? Malah bikin penyakit hati buat yang baca kan. Jadi, daripada menuh-menuhin hape, mending dipertimbangkan lagi deh apakah perlu terus join di grup WhatsApp itu apa nggak.
Dari pengalaman pribadi dan hasil ngobrol sana-sini, berikut saya rangkum lima alasan yang mendorong orang untuk keluar grup WhatsApp.
Alasan keluar dari grup WhatsApp #1 Kebanyakan peraturan
Di beberapa grup WhatsApp, ada peraturan-peraturan yang dibuat pada saat grup dibentuk, dan terus nambah seiring perjalanan waktunya. Sebenernya sah-sah aja bikin peraturan di grup WhatsApp, toh maksudnya supaya grup terasa nyaman bagi semua anggota.
Tapi kalau peraturannya banyak banget dan cenderung nggak lazim, males juga. Kayak aturan nggak boleh jualan, nggak boleh ngucapin ultah atau belasungkawa, nggak boleh becandaan, nggak boleh one liner, nggak boleh posting meme, nggak boleh posting cerita lucu yang nggak terbukti kebenarannya, nggak boleh ada stiker-stiker nggak guna, nggak boleh ngapus komen, nggak boleh salah kamar. Aiiih! Baru aja gabung, udah mati berdiri saya.
Alasan keluar dari grup WhatsApp #2 Adminnya antara ada dan tiada
Masalah berikutnya yang timbul dari adanya peraturan di grup WhatsApp itu biasanya justru menimpa sang admin. Buat saya, admin nggak cuma bertugas ngundang orang-orang masuk, tapi juga bertanggung jawab mengelola grup dengan baik. Admin harus bisa tegas dan konsisten.
Paling sebel kalau adminnya “antara ada dan tiada”. Maksudnya, kadang-kadang yang melanggar aturan diomelin, kadang-kadang dibiarin. nggak boleh ini, nggak boleh itu, tapi kalau yang posting sohibnya sendiri, pura-pura nggak baca. Atau justru adminnya sendiri yang melanggar aturan. Dan sekalinya diingetin, eh kita malah ditendang dari grup. Kalau udah kayak gini mah mending cabut aja deh.
Alasan keluar dari grup WhatsApp #3 Nnggak pernah dianggep
Pernah ikut grup WhatsApp tapi yang diajak ngobrol orangnya itu-itu aja? Jadi serasa ada grup di dalam grup. Yang posting dia-dia aja, yang rame ya dia-dia aja beserta gerombolannya. Sekalinya ikutan nimbrung, eh nggak ada yang nanggepin. Jujur aja, orang posting di grup WhatsApp itu pasti ngarepin direspons. Walaupun cuma dikasih jempol atau emoticon apa aja kalau emang males ngetik.
Suatu ketika di satu grup WhatsApp yang saya ikuti sedang seru-serunya membahas sesuatu. Begitu saya sok-sokan nimbrung, malah dikomen, “Eh ini siapa ya? Nggak inget.” Aaarrrgggh… ngeselin banget.
Alasan keluar dari grup WhatsApp #4 Nggak aktif
Karena euforia, saat baru dibentuk si grup WA bisa bikin hape kita supersibuk. Tang-tung-tang-tung, rame banget, bikin nggak bisa kerja. Nggak pegang hape satu jam aja sudah ada 100 chat belum kebaca. Tapi lama-kelamaan frekuensi sibuknya jadi dua hari sekali. Makin lama jadi seminggu sekali. Kemudian aktif kalau ada yang ultah aja. Eh… sekarang RIP. sepi….
Bisa jadi grup WhatsApp nggak aktif karena ada yang bikin grup WhatsApp turunan lagi, yang anggotanya pilihan dia aja. Sementara grup yang lama nggak dibubarin, tapi dibiarin gitu aja. Padahal di grup lama, yang bikin rame biasanya ya mereka-mereka juga.
Grup WhatsApp nggak aktif bisa juga karena udah nggak ada kepentingan di sana. Misalnya grup WhatsApp side job-an yang udah selesai proyeknya. Ini juga jadi salah satu alasan orang ninggalin itu grup.
Alasan keluar dari grup WhatsApp #5 Di-PHK anggota
PHK di sini maksudnya Pemutusan Hubungan Kekasih. Punya grup WhatsApp bareng sama pacar? Nah, ini juga harus hati-hati. Mungkin sebelumnya ada yang suka yayang-yayangan di grup, entah buat pamer atau ngomporin yang masih jomblo. Eh tiba-tiba putus. Beuuuh! Kadang rasa malu diputusin bisa ngalahin rasa sakit hati.
Kalau masih punya nyali dan merasa bisa menata hati, silakan aja terus lanjut menetap di grup itu. Mungkin masih nyimpen kekepoan yang tinggi tentang sang mantan, atau masih menikmati deg-degannya kalau mantan posting sesuatu. Dijamin, nggak akan bisa move on kalau nggak keluar grup WhatsApp!
Saya kadang malah suka heran ada orang yang bangga ikut grup WhatsApp sampai dua puluh biji. Mending sekarang coba dipikir-pikir lagi deh. Kalau memang udah nggak ada manfaatnya, kenapa mesti dipertahankan? nggak cuma temen di FB aja yang perlu dibersihin, tapi GRUP WHATSAPP juga perlu dipilih-pilih.
BACA JUGA Daftar Orang yang Seharusnya Dihilangkan dari Grup WA dan tulisan Dessy Liestiyani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.