5 Alasan Mengapa Kita Perlu Berdamai dengan Mantan

5 Alasan Mengapa Kita Perlu Berdamai dengan Mantan

Dunia permantanan tak akan pernah habis untuk digali dan didalami. Mantan menjadi semacam penanda bahwa dulu kita pernah memiliki seseorang yang spesial dalam hidup kita. Pernah saling membahagiakan, menguatkan, dan mendoakan sebelum pada akhirnya saling meninggalkan.

Mantan adalah sesuatu yang lalu dan seharusnya sudah selesai dengan dirinya maupun dengan diri kita sendiri. Tapi naas, kerap kali kita menganggap bahwa mantan seumpama mahluk paling brengsek di muka bumi ini. Sehingga pada titik tertentu kita menganggapnya sebagai seseorang yang patut untuk dicaci, dibenci, dan dijauhi dalam hidup kita.

Ada yang ketika menjadi mantan perasaan yang menggebu itu hilang. Ada yang menjadi pengidap ruminasi akut yang tak bisa move on dari mantan dan kenangan yang melingkupinya. Itu adalah pilihan. Namun, sebrengsek-brengsek mantan ia juga adalah mahluk Tuhan, dan segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan pasti memiliki manfaat dibalik penciptaannya.

Maka alasan-alasan di bawah ini mungkin bisa menjadi pertimbangan kepada orang-orang yang pernah ditinggalkan maupun meninggalkan kekasihnya untuk berdamai dengan masa lalu.

Satu, bagaimanapun brengseknya, ia adalah bagian masa lalu kita.

Kata Eka Kurniawan orang yang tidak memiliki masa lalu tidak mungkin memiliki masa depan. Dari sini saya ingin menyampaikan bahwa bagaimanapun kelam dan brengseknya masa lalu, ia adalah bagian dari hidup kita yang membentuk diri kita yang sekarang.

Tanpa masa lalu, mustahil kita memiliki masa depan, ini ada kesadaran filosofis akan sejarah dan kesadaran visi akan masa depan. Begitu pula dengan mantan. Dia adalah bagian dari masa lalu, meskipun tidak untuk dikenang tapi apa salahnya jika bertemu di jalan menyapanya, dengan perasaan sebagai seorang kawan lama yang dulunya pernah saling mengisi dan membahagiakan. Dan saling membangsatkan

Dua, media berdamai dengan diri sendiri dan masa lalu.

Mantan bisa digunakan sebagai media untuk berdamai. Entah itu berdamai dengan diri sendiri maupun dengan masa lalu. Pada awalnya memang berat, karena berdamai dengan mantan itu memang sangatlah berat. Ada yang menganalogikan hati seseorang yang ditinggalkan dan disakiti oleh orang yang dulu kita sayangi itu seperti tembok yang dipaku.

Ketika paku sudah menancap lalu ditarik kembali, pakunya memang tak ada, tapi bekas tancapan paku itu masih ada dan terus membekas. Tembok ibarat hati, paku ibarat rasa sakit, dan lubang bekas paku di tembok adalah kenangan akan rasa sakitnya.

Kata praktisi patah hati, kita tentu saja bisa memaafkan tapi tidak bisa begitu saja melupakan, bukan begitu? Tapi jika kita terus seperti itu, sebenarnya kita tidak benar-benar berdamai dengan mantan dan masa lalu. Kita hanya berpura-pura berdamai sambil menyimpan api dalam sekam.

Tiga, bisa dijadikan sahabat atau saudara sebagai sesama manusia.

Alasan mantan minta putus seperti “kita temenan aja, ya” mungkin bisa kita pertimbangkan kembali. Meskipun terdengar klise atau terkesan aneh, berteman mungkin menjadi alternatif untuk hubungan yang lebih baik dibandingkan dengan diam-diam menghilang, tanpa kabar. Datang-datang bawa kabar mau menikah, ieuuuh banget nggak, sih?

Dengan berdamai dan berteman sama mantan setidaknya kita bisa menambah paseduluran, pertemanan, untuk mengukur sudah berapa dalam kerelaan kita. Mungkin saja di suatu saat nanti mantan bisa kita manfaatkan untuk ikut membagikan undangan pernikahan kita, menjadi tukang foto, menjadi pager ayu/pager ganteng, atau yang paling minimal sebagai tukang glidik di pernikahan kita. Betapa indah hubungan pertemanan dengan mantan ini.

Empat, jodoh di masa depan.

Jodoh, maut, dan rezeki itu semua sudah ditentukan oleh Tuhan. Sudah digariskan. Kita juga tidak tahu jodoh itu kapan datangnya, di mana datangnya, dan siapa orangnya. Menanyakan kapan nikah seperti menanyakan kapan mati? Bisa saja jodoh kita ternyata adalah mantan kita sendiri. Entah dia belum menikah sebelumnya atau sudah memiliki anak satu atau dua dan ditinggal oleh pasangannya.

Nah mindset bahwa mantan mungkin kelak di suatu hari akan menjadi jodoh kita menjadi semacam ancang-ancang, agar kita tidak terlalu membenci atau menyukai sesuatu. Bisa jadi sesuatu yang amat kita benci di lain waktu bisa sangat kita cintai, dan sesuatu yang sangat kita cintai di lain waktu bisa sangat kita benci. Jadi bisa saja, jika tidak kena gadis/perjakanya siapa tahu kena janda/dudanya.

Lima, sebagai media memelihara kenangan, kesakitan, dan kehilangan.

Bagi orang pengidap ruminasi mungkin hal ini tidak disarankan untuk menjadi patokan, karena dikhawatirkan akan merusak pedalamannya secara perlahan. Memang ada sebagian orang yang menikmati kesakitan, kehilangan, dan kenangan tentang masa lalu. Entah itu yang menyenangkan atau menyedihkan. Bahkan bagi pengidap ruminasi, mereka cenderung untuk mengenang kesedihan dan kesakitan ditinggal kekasih misalnya, secara terus menerus sehingga membuat dirinya depresi dan gagal move on.

Namun bagi saya sendiri, tidak ada salahnya untuk memelihara rasa kehilangan, kesakitan, dan kenangan itu sendiri selama perasaan itu digunakan di jalan ninja yang baik dan benar. Semisal sebagai bahan observasi dan riset sebuah tulisan, atau setelah mengalami itu kita bisa makin produktif berkarya. Jadi memiliki sudut pandang positif, seperti kata Dr. Jehangir Khan “Jika kau tak pernah menangis dengan sepenuh hati, kau takkan pernah tertawa dengan sepenuh hati”.

Dengan memelihara perasaan seperti itu kita jadi memiliki mindset yang lebih terbuka. Ketika kita mengerti sakitnya ditinggalkan maka kita akan bersyukur dan menghargai akan artinya sebuah kebersamaan. Ketika kita mengerti betapa nelangsanya kehilangan maka kita akan bersyukur dan menghargai akan artinya sebuah pertemuan.

Tapi ya memang semua itu enteng ing lambe abot ing laku. Mudah diucapkan tapi berat dilakukan. Penulis sendiri belum tentu bisa melakukan itu semua karena tuna asmara. Tapi apa salahnya, nanti setelah membaca tulisan ini kita mencobanya bersama-sama.

Salam sayang dari sini. Semoga bermanfaat. Tabik

BACA JUGA Cukup Berbalas Sapa Jika Bertemu Mantan, Tidak Perlu Sampai Saling Silaturahmi Berkunjung atau tulisan Juli Prasetya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version