5 Alasan Bocil Nggak Mainan Quora

5 Alasan Bocah Kurang Menyukai Quora Terminal Mojok

Pertama kali saya mengenal Quora berasal dari pertanyaan receh mengenai apakah hewan mengerti namanya bila dipanggil. Saya nggak tahu situs itu. Ketika melihatnya sih seperti perpaduan ask.fm dengan Brainly. Bedanya, jawaban di Quora panjang-panjang dan bersifat ilmiah. Saya nggak terlalu tertarik dengan media sosial ini. Tiga media sosial saja nggak terurus, masa mau tambah lagi? Hingga akhirnya saya membaca sebuah artikel yang menyebutkan bahwa situs ini bisa menghasilkan uang. Wow, lumayan banget, nih! Bisa nambahin uang kuota.

Saya pun jadi tertarik. Apa yang terjadi? Tujuan utama yang awalnya cari uang malah jadi cari ilmu. Jawaban orang-orang dalam situs tersebut membuat saya tertarik. Saya kadang ikut menjawab pertanyaan yang masuk, nggak banyak sih, tapi bangga telah memberikan kontribusi. Namun, setelah saya menggali lebih jauh, kok nggak ada bocah yang mainan Quora, ya? Ini kan situs tanya jawab, siapa tahu mereka punya PR yang sulit dikerjakan, kan bisa lempar pertanyaan ke situs ini. Toh di sana banyak orang intelek tanpa mengejar poin. Kira-kira kenapa, ya? Padahal, situs ini direkomendasikan, loh!

Melihat hal ini, akhirnya saya meneliti mengapa situs Quora nggak begitu menarik bagi bocah. Padahal, situs ini sangat potensial bagi anak-anak yang haus ilmu sekaligus pengin tambah teman. Lumayan banget, kan? Yah, apa boleh buat. Berikut rangkuman alasan mengapa para bocil kurang menyukai Quora.

#1 Nggak bisa pakai nama suka-suka

Salah satu alasan mengapa bocah menyukai media sosial adalah kreativitas nama. Di media sosial, mereka bebas membuat nama sesuai minat. Maka jangan heran, beberapa bocah suka membuat nama mereka begitu alay. Seperti “Pengen DJ Alok” ataupun “Jennie Kim”. Sewaktu masih SMP, banyak teman-teman membuat nama seperti itu. Ya namanya juga masih masa pencarian jati diri. Setelah dewasa, sudah banyak menyadari pentingnya nama asli demi personal branding.

Berbeda dengan Quora, di sana kalian harus menyertakan nama asli dan itu sudah jadi peraturannya. Para bocah kurang setuju dengan kebijakan Quora ini karena memperkecil kesempatan mengemukakan kreativitas mereka. Mereka sendiri masih awam tentang tanggung jawab nama dan ketikan mereka.

Syukur bisa mengemukakan pendapat di media sosial sesuai dengan minat mereka, eh ini harus pakai nama asli biar katanya bisa dipertanggungjawabkan. Kan bisa pakai anonim? Para bocah banyak yang nggak ngerti dengan anonim itu. Tapi ya nggak bisa disalahkan juga antara bocil dengan Quora. Semua itu keputusan para bocah, apakah mau mengikuti aturannya atau nggak. Pihak Quora hanya memfasilitasi mereka dengan memberikan aturan yang ada.

#2 Lebih tertarik media sosial yang bersifat audiovisual

Para bocil sudah lelah dengan pelajaran sekolah. Karena itu, mereka mencari hiburan tanpa ada embel-embel belajar. Membuka media sosial adalah cara mereka melepaskan penat belajar. Kebanyakan dari mereka lebih tertarik dengan media sosial yang minim teks, namun kaya dengan audiovisual. Maka jangan heran jika kebanyakan bocah sukanya TikTok ataupun YouTube karena isinya lebih menarik. Sedangkan Quora, memang sih ada yang menyertakan foto atau video, tapi tetap saja banyak yang kurang tertarik gara-gara lebih banyak teksnya.

#3 Pembahasannya lebih berat

Salah satu keunggulan Quora adalah tanya jawab yang bersifat ilmiah. Kebanyakan jawaban yang disertakan oleh para quoran (sebutan pengguna Quora) belum bisa dicerna para bocah. Seperti yang dibahas tadi, para bocil maunya media sosial yang ringan-ringan saja. Jawaban di Quora sendiri memang beragam, namun untuk ukuran bocil banyak yang kurang masuk akal.

Nggak perlu jauh-jauh, misalnya saja tentang asmara. Memang sih para bocah sudah mulai suka pacar-pacaran, tapi cuma sebatas cinta monyet. Sementara di Quora, pembahasan soal asmara begitu mendalam, dan para bocah menganggap itu nggak sesuai bagi mereka yang masih kecil dan perlu sekolah. Selain itu, banyak pembahasan di Quora yang berbau pelajaran dan ini benar-benar dihindari para bocah. Syukur-syukur para bocah bisa tahu bendera Myanmar, eh dibahas pula mengapa Aung San Suu Kyi dimakzulkan. Mana ngerti mereka~

#4 Kesempatan bertanya terbatas

Usia anak-anak dikenal begitu antusias dengan keadaan sekitarnya. Salah satu buktinya adalah dengan bertanya. Hal ini kurang bisa ditoleransi di Quora di mana lebih banyak bertanya kurang diapresiasi. Padahal para bocah memiliki keingintahuan yang begitu besar. Bila ada bocah bertanya pada situs tersebut, maka ada tiga kemungkinan. Pertama, bakal dijawab bila kredensial sang bocah itu baik dan pertanyaannya sesuai dengan lingkungan Quora. Kedua, bakal dicuekin gara-gara pertanyaannya kurang sesuai kaidah Quora ataupun sudah dijawab sebelumnya. Yang ketiga paling parah, bakal diarak ramai-ramai karena dianggap mitra kerja setoran. Para bocah sendiri nggak memikirkan uang dari Quora, namun hanya untuk bertanya. Perlu diketahui, yang terakhir ini membuat bocah jadi enggan bertanya. Karena hal tersebut, pantas saja Quora kurang diminati para bocah. Toh, saat mereka bertanya bakal direspons negatif.

#5 Jarang (bahkan nggak ada) teman sebaya

Ketika melihat grafik pengguna Quora, kebanyakan yang paling muda merupakan remaja akhir. Memang ada sih remaja SMP, namun proporsinya hanya sedikit. Remaja-remaja SMP yang ikut Quora kebanyakan benar-benar antusias dengan ilmu pengetahuan. Anak SD? Sudah disinggung sebelumnya, kurang tertarik dengan Quora karena alasan yang sudah dibahas. Hal ini berpengaruh dengan usia sebaya mereka yang menjadi quoran, sehingga mereka jarang bahkan nggak menemukannya sama sekali.

Sampai saat ini, saya belum pernah menemukan bocah SD yang berinteraksi di Quora. Mungkin ketika bocah SD berinteraksi di situs ini, kebanyakan yang bakal ia temui adalah orang dewasa sehingga dia bakal segan demi menghormati mereka.

Memang nggak bisa disalahkan mengapa para bocah kurang tertarik memiliki akun Quora. Namun yang perlu dipertimbangkan, durasi mereka mengakses sosial media perlu dibatasi. Daripada mengharapkan bocah-bocah, lebih baik Quora meningkatkan kualitas agar bisa bertahan dari gempuran media sosial lainnya.

BACA JUGA Jangan Biarkan Pengguna Quora Makin Banyak dan Ramai, Nanti Toksik dan tulisan Kristiani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform Use Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version