Sejak menapaki era digitalisasi, tren memilih pekerjaan berangsur-angsur mengalami pergeseran. Selain menjamurnya profesi YouTuber, menjadi affiliate e-commerce kerap dilirik. Fenomena ini didasari fleksibilitas yang ditawarkan dalam mendulang rezeki.
Kemudahan mengikuti program afiliasi dan meningkatnya kecenderungan berbelanja online menjadi alasan utama para affiliator berkecimpung di ranah ini. Banyaknya pemutusan hubungan kerja sepihak, turut mendorong bertambahnya individu yang tertarik mencicip nikmatnya komisi afiliasi. Lantas, benarkah prospek affiliate e-commerce di Indoneisa begitu menjanjikan hingga beberapa tahun ke depan?
#1 Persaingan ketat membuat program affiliate e-commerce tak lagi memikat
Di mana ada gula, di situ semut berkumpul. Kiasan tersebut menggambarkan kondisi affiliate sekarang ini. Kelonggaran mendaftar serta kepemilikan smartphone membuat orang berbondong-bondong mengajukan diri sebagai affiliator. Membludaknya antusiasme ini memperuncing kompetisi untuk meraih atensi audiens.
Tidak heran, berbagai strategi menyebalkan kerap dilakukan oleh para affiliator guna memenangkan persaingan. Tidak hanya pembajakan konten, spam iklan di berbagai platform media sosial juga banyak ditemui. Makanya tak jarang para afilator menyisipkan iklan mereka di tengah berita yang semestinya membutuhkan empati.
#2 Butuh modal besar untuk menjadi kaya dari program affiliate e-commerce
Pada dasarnya, profesi affiliator tak ubahnya seorang konten kreator. Sebagaimana jenis pekerjaan lain, menjadi affiliator juga butuh modal awal. Bukan sekadar handphone dan kreativitas, mereka juga dituntut merogoh kocek lebih dalam jika ingin sukses di jalur ini.
Sehubungan dengan tajamnya kompetisi dalam program affiliate e-commerce, tidak sedikit dari mereka yang memanfaatkan SEO (Search Engine Optimization) berbayar. Ditambah lagi, perintilan lain pendukung konten seperti lampu, mikrofon, atau tripod pun perlu diperhitungkan. Tuntutan ini membuat affiliator pemula dengan modal terbatas semakin terlindas.
Baca halaman selanjutnya: Ketergantungan algoritma adalah musuh utama…Â