#2 Mencatat amplop kondangan di meja tamu
Datang membawa amplop atau kado seolah jadi tradisi kondangan yang sudah mendarah daging, baik bagi orang kota maupun orang desa. Kalau di kota, hadiah biasa dibubuhi nama orang yang memberikan. Tujuannya agar yang punya hajat tahu kalau kita sudah datang dan memberi sesuatu. Namun, ada juga yang nggak memberi nama pada hadiah atau amplop yang diberikan. Dan itu sah-sah saja.
Namun di desa, memberi nama pada amplop seolah menjadi keharusan. Sebab, nama pemberi amplop dan nominalnya akan ditulis dalam sebuah buku. Di desa kakek saya, hal seperti ini juga lumrah terjadi. Tujuannya jika suatu saat orang yang sudah kita undang mengadakan hajatan, kita bisa memberi hadiah lebih baik atau minimal setara dengan hadiah yang kita terima untuk menghindari memberi hadiah yang lebih rendah.
Uniknya, di desa, pencatatan ini dilakukan di meja tamu setelah undangan melenggang pergi meninggalkan meja tamu. Kadang malah ada yang dicatat langsung setelah sang tamu memberikan amplopan. Hal ini menjadi suatu kewajaran di sana. Mungkin maksudnya untuk memudahkan si pemilik hajatan biar bisa langsung istirahat.
#3 Bingkisan sembako dan hasil bumi
Tradisi kondangan di desa yang cukup mengejutkan adalah soal bingkisan. Jika biasanya hanya amplop dan kado yang dibawa sebagai bingkisan ke kondangan, maka lain cerita di desa. Di sana, kita bisa menjumpai ibu-ibu membawa sembako, tempe, seember tahu, telur, bahkan beragam sayuran. Saya cukup kaget saat pertama kali mengetahuinya. Bahkan di desa kakek saya sangat ngetren tas kondangan khusus untuk memuat sembako. Desainnya unik, ditambah ukiran nama si pemilik tas agar nggak tertukar dengan yang lain.
Mungkin karena di desa masih banyak orang yang menggeluti bidang agraris, makanya mereka bisa membawa hasil panen sendiri ke hajatan. Toh kebanyakan hajatan di desa juga masih menggunakan sistem rewang yang yang apa-apa dimasak sendiri, sehingga bahan mentah tadi akan sangat terpakai.
#4 Asul-asul nggak cuma sejenis
Di kota, sudah jadi tradisi sepulang kondangan kita akan mendapat kue kering atau roti dan suvenir sebagai ucapan terima kasih karena sudah berkenan datang. Sementara itu di desa, asul-asul nggak hanya sebatas kue-kuean dan suvenir. Ada asul-asul spesial berupa nasi berkat untuk undangan yang membawa bingkisan bahan makanan mentah.
Para penerima tamu harus jeli memperhatikan siapa saja yang membawa barang mentah dan mana yang bawa amplop atau kado. Informasi itu penting untuk menghitung berapa jumlah berkat yang perlu disiapkan oleh petugas dapur.
Tugas tukang masak dan orang-orang di dapur juga dobel. Mereka nggak cuma masak buat makanan di pesta, tapi juga masak dan meracik nasi berkat. Kalau lagi ramai, rasanya hectic banget harus mondar-mandir dari dapur ke meja depan.
Itulah tradisi kondangan di desa yang bikin saya dan mungkin orang kota yang baru pertama kali menjumpai pengalaman serupa. Sah-sah saja kalau heran, yang nggak boleh kan menghakimi tradisi yang berlainan dengan kebiasaan kita. Sebab, tiap tempat punya budaya dan standar moral masing-masing yang nggak perlu dibanding-bandingkan. Gitu.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kondangan Sendirian Itu Nggak Apa-apa, Penting Wani!