Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

4 Stereotip Jakarta yang Diamini Banyak Orang, padahal Keliru

Muhamad Iqbal Haqiqi oleh Muhamad Iqbal Haqiqi
21 Juli 2022
A A
4 Stereotip Jakarta yang Diamini Banyak Orang, padahal Keliru

4 Stereotip Jakarta yang Diamini Banyak Orang, padahal Keliru (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Memasuki tahun kedua hidup di Jakarta sebagai perantau, saya merasa banyak stereotip yang selama ini diidentikkan atau disematkan dengan Jakarta ternyata kurang tepat atau keliru. Stereotip Jakarta itu biasanya berkembang dari mulut ke mulut melalui para perantau itu sendiri atau dari media mainstream.

Sebelum merantau ke Jakarta, dalam benak saya dan beberapa kawan, bahkan mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia, beranggapan bahwa Jakarta adalah kota yang begitu sulit, kompetitif, keras, tidak ramah, dan horor. Meski punya UMR tinggi, tapi semua bisa dipangkas habis untuk memenuhi biaya “gaya hidup“. Hal itu kemudian melahirkan stereotip soal Jakarta sebagai Ibu kota yang lebih kejam dibandingkan ibu tiri.

Stereotip Jakarta itu memang tidak sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya benar juga. Ada beberapa stereotip yang setelah saya amati dan tanyakan pada kawan-kawan asli Jakarta, ternyata hanya sebuah ungkapan hiperbolis yang sengaja disebarkan oleh para perantau itu sendiri supaya terlihat tangguh dalam menjalani kehidupan di Jakarta. Dan bahkan kemungkinan lainnya stereotip ini sengaja “diciptakan” secara sistematis untuk mencegah arus urbanisasi masif masyarakat dari daerah lainnya. Tujuannya biar Jakarta nggak sesak-sesak amat.

Berikut saya rangkum sedikitnya 4 stereotip soal Jakarta yang tidak sepenuhnya benar.

#1 Sulit menemukan makanan murah

Stereotip ini yang pertama kali dilontarkan seorang kawan ketika tahu saya akan ke Jakarta. Dia dengan yakin mengatakan bahwa biaya makan di Jakarta sangat mahal dan susah menemukan makanan-makanan dengan harga yang terjangkau, meski itu di warteg sekalipun.

Tapi pada kenyataannya, di setiap distrik di wilayah Jakarta, selalu ada penjual makanan, mulai dari warteg, rumah makan padang, hingga jajanan ringan yang menjual dengan harga yang terjangkau. Banyak warteg yang ketika kalian masuk membawa uang 10 ribu, sudah dapat seporsi nasi plus lauk dan sayur.

Asal gaya hidup kalian mau membumi aja, tidak gengsi dan harus di tempat-tempat tertentu, persoalan makanan murah itu banyak di Jakarta.

#2 Orang Jakarta individualistik

Ini yang sering saya dengar. Jakarta itu isinya orang-orang ambisius dan individualistik. Orang di Jakarta memang ambisius, karena Jakarta adalah kota kompetitif, tanpa ambisi yah hanya jadi manusia yang terombang ambing di Jakarta. Tapi kalau individualistik, saya rasa tidak sepenuhnya benar. Sering kali terlihat di permukiman tempat saya bekerja atau di beberapa pemukiman tempat kawan-kawan saya tinggal tampak banyak aktivitas sosial yang begitu kolektif.

Baca Juga:

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

Hanya perumahan-perumahan elit yang terlihat sepi dan kesannya seperti masing-masing dari mereka punya kehidupan sendiri-sendiri.

Itupun lebih ke apatis ketimbang individualistik, karena tentunya rutinitas padat yang mereka jalani seharian bikin mereka lebih memilih di rumah untuk beristirahat.

Banyak eksperimen sosial yang dilakukan juga menunjukkan bahwa orang-orang di Jakarta masih sering memberikan pertolongan dan berempati terhadap orang lain yang membutuhkan. Karena itulah, orang Jakarta sering jadi sasaran penghimpunan donasi juga. Jadi, stereotip Jakarta yang satu ini, masih kurang tepat.

#3 Jakarta adalah kota dengan tingkat religiusitas yang rendah

“Hati-hati kalau ke Jakarta, banyak orang agnostik dan tidak bertuhan, jangan sampai kamu jadi liberal dan meninggalkan salat (bagi yang muslim),” begitu nasihat dari seorang kerabat.

Nasihat itu didasarkan pada kehidupan Jakarta yang terkenal bebas dan hedon. Setiap orang bebas melakukan apapun meski itu melanggar norma agama, yang penting itu tidak melanggar norma hukum. Begitulah citra Jakarta di mata orang-orang di desa.

Tapi sebenarnya, citra begini tidak sepenuhnya benar. Orang Jakarta masih banyak yang mau ibadah kok dan masih banyak yang mengedepankan pertimbangan agama dalam mengambil keputusan. Bukti yang paling frontal kalau Jakarta itu tingkat religiusitasnya nggak rendah-rendah banget bisa dilihat dari maraknya aktivitas politik, sosial, dan kemanusiaan yang seringnya nebeng dengan unsur-unsur keagamaan.

“Lah tapi tingkat intoleransi di Jakarta itu tinggi loh!”

Ingat, kita bicara soal religiusitas bukan spiritualitas. Religiusitas tentang ritual, ritus, dan aktivitas yang tampak. Sementara sikap toleransi itu sikap yang berkaitan dengan spiritualitas, yang mengarah pada sesuatu yang mengedepankan keharmonisan, keterbukaan, dan penerimaan terhadap sesuatu yang berbeda.

#4 Gaji yang selalu di atas 4 juta

Upah Minimum Regional (UMR) di Jakarta itu kalau dibulatkan memang sekitar 4.6 juta. Sehingga banyak yang menganggap kalau orang kerja di Jakarta itu uangnya banyak karena gaji UMR aja sudah mau menyentuh angka 5 juta. Padahal kenyataannya banyak pegawai swasta yang harus menjalani kehidupan dengan gaji dikisaran 2-3 Juta sebulan. 

Bahkan seorang kawan yang bekerja di salah satu institusi kenamaan saja hanya mendapat upah di bawah 3 juta dalam sebulan. Jadi jangan anggap perantau di Jakarta itu selalu menerima upah sesuai UMR. 

Jadi kira-kira itulah beberapa stereotip yang menurut saya perlu diluruskan. Jakarta, pada umumnya sama dengan kota besar lainnya di Indonesia. Ada sisi gelap dan ada sisi terangnya. 

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Menunggu Jakarta Menjadi Atlantis di Bawah Ridwan Kamil dan Fahira Idris

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 21 Juli 2022 oleh

Tags: Gaya HidupindividualisJakartastereotipUMR
Muhamad Iqbal Haqiqi

Muhamad Iqbal Haqiqi

Mahasiswa Magister Sains Ekonomi Islam UNAIR, suka ngomongin ekonomi, daerah, dan makanan.

ArtikelTerkait

ondel-ondel

Ondel-Ondel dan Riwayatnya Kini

12 September 2019
stereotype orang timur

Stereotip Terhadap Orang Timur

9 Mei 2019
Bukannya Malas, Orang Jakarta Memang “Dipaksa” Nggak Suka Naik Transportasi Umum Mojok.co

Bukan karena Gengsi, Orang Jakarta Memang “Dipaksa” Nggak Suka Naik Transportasi Umum 

10 Mei 2025
Cikarang Menyimpan Salah Paham yang Bikin Iri sama Jakarta (Unsplash)

Cikarang Menyimpan Banyak Salah Paham yang Membuat Kami Jadi Iri sama Jakarta

12 September 2023
Jakarta Timur Kota Tawuran, Perlu Punya 9 Nyawa untuk Hidup di Kota Ini Mojok bassura jaktim

Jakarta Timur Kota Tawuran, Jangan Sekolahkan Anak di Sini kalau Mau Selamat

6 Februari 2024
17 Rekomendasi Street Food di Jakarta, biar Duit Cekak Tetap Bisa Makan Enak (Bagian 1) Terminal Mojok

17 Rekomendasi Street Food di Jakarta: Duit Cekak Tetap Bisa Makan Enak (Bagian 1)

6 Juli 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025
5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.