Ketiga, banyak praktik. Awalnya saya membayangkan kalau kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi itu bakal banyak belajar praktik bagaimana menjadi MC yang baik dan benar, belajar bikin konten di media sosial, belajar bikin film, dan belajar-belajar praktis lainnya. Namun konsepnya ternyata nggak begitu, Gaes. Boro-boro praktik, kebanyakan malah belajar teori-teori ilmu komunikasi macam teori efek media, teori dramaturgi, teori semiotika, dan yang lainnya. Bahkan, tugas kuliahnya pun biasanya disuruh bikin riset dan makalah ilmiah. Ya memang sih ada juga tugas-tugas praktik, tapi porsinya nggak sebanyak teorinya. Maklum saja, yang namanya mahasiswa itu kan akademisi, bukan praktisi, makanya materi kuliahnya lebih banyak teori daripada praktik.
Keempat, nggak ada pelajaran hitung-hitungan. Kata siapa kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi itu nggak ada pelajaran hitung-hitungannya? Kenyataannya ada, Gaes. Ada satu mata kuliah yang namanya Metode Penelitian Kuantitatif. Di sini kamu bakal belajar penelitian dengan menggunakan rumus statistik—lengkap dengan tabel-tabel angka yang njelimet itu—untuk menguji teori ilmu komunikasi yang kamu gunakan. Bahkan kalau kamu berjodoh, hitung-hitungan statistik tadi bakal terus kamu jumpai sampai penyusunan tugas akhir nanti. Hadeh.
Nah, itulah empat salah kaprah soal jurusan Ilmu Komunikasi yang beredar di masyarakat. Intinya sih, kuliah di mana pun, mau di jurusan Ilmu Komunikasi atau jurusan yang lain, ya sama saja. Sama-sama pusing maksudnya!
Penulis: Andri Saleh
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kuliah Jurusan Ilmu Komunikasi yang Disangka Belajar Ngomong Doang.